28 - A Problem

1.5K 193 22
                                    

...

Ruangan yang sempit dan kasur yang kecil adalah hal yang membuat Nenek Jeon menggerutu setiap harinya. Kurang lebih tiga hari dua malam Nenek Jeon berada di jeruji besi, tempat di mana itu adalah hal yang paling buruk selama hidupnya. Bahkan hanya sekedar makanan pun tidak ada yang cocok dengan lidahnya. Benar-benar penjara yang buruk. 

"Hei, kau lihat wanita tua itu? Sepertinya dia orang kaya. Menurutmu kenapa dia bisa ada di sini?" tanya salah seorang wanita menunjuk ke arah Nenek Jeon.

Si temannya yang tengah memijat pundaknya ikut menatap ke arah sana kemudian mengendik acuh. "Entahlah, mungkin dia melakukan kejahatan juga."

"Orang kaya sepertinya harusnya hidup lebih bahagia. Uang? Sudah ada, hidup juga pasti sangat terjamin dibanding kita, tapi ternyata mereka sama saja seperti kita. Sama-sama jahat," sarkas wanita itu tertawa keras diikuti oleh ketiga temannya.

Nenek Jeon yang sejak tadi hanya diam tentu saja dapat mendengar ocehan dari rekan satu ruangannya. Kedua telinganya sungguh panas mendengar suara berisik terlebih ketiga wanita itu secara terang-terangan mengolok-oloknya.

"Eh, jangan salah. Orang kaya bisa jadi lebih jahat dari kita," sahut wanita lainnya sambil tertawa.

Wanita yang dipijat pundaknya itu mengeluarkan permen karet yang ia kunyah, lalu melemparkan bekas permen karet itu ke arah Nenek Jeon.

"Hoi, Nenek tua, omong-omong kau melakukan apa sampai bisa dipenjara di sini?" tanyanya sedikit arogan.

Nenek Jeon tentu saja kesal melihat perlakuan buruk wanita itu padanya. Dengan tatapan datarnya Nenek Jeon menatap silih berganti—terutama pada wanita yang baru saja melemparnya dengan permen karet bekas.

"Apa urusannya denganmu?!" jawab Nenek Jeon ketus.

Si wanita itu mendecih. Kemudian ia bangkit setelah melepaskan pijatan tangan dari temannya. Langkahnya mendekati Nenek Jeon yang duduk di pinggiran ranjang.

"Wah, kau sombong sekali ternyata."

Nenek Jeon berpaling wajah seakan tidak sudi melihat wajah sombong dari wanita itu. Dalam hatinya Nenek Jeon menggerutu tajam, bagaimana bisa dia ditempatkan di ruang yang sama dengan ketiga wanita berandal ini.

Tiba-tiba saja wanita itu menarik tangan Nenek Jeon dan menelisiknya. "Tanganmu besar juga, bagaimana jika kau memijatku? Gantikan dia, tenaganya sudah tidak terpakai."

Kurang ajar! Kesabaran Nenek Jeon sudah di ambang batas. Beraninya wanita gila ini menyentuh bahkan memerintah dirinya? Memangnya dia pikir siapa bisa semena-mena padanya?

Dalam satu kali hentakan Nenek Jeon berdiri lalu menyentak kasar tangan wanita itu. Matanya menatap sangat tajam wajah wanita di depannya ini.

"Memangnya kau siapa? Beraninya mengatur bahkan menyentuhku!" seru Nenek Jeon tajam.

Dua wanita lainnya tampak terkejut melihat ucapan tajam Nenek Jeon, sedangkan si wanita itu diam-diam tersenyum miring lalu mendecih dan menatap Nenek Jeon dengan remeh.

"Aku lebih lama di sini, dan kau hanya pendatang baru. Setiap pendatang baru harus mengikuti ucapanku," ucap wanita itu sombong.

Sekarang giliran Nenek Jeon yang mendecih. "Umurku lebih tua darimu, jadi bersikap sopan lah, jalang kecil."

Pupil mata wanita itu membulat sempurna. "Jalang?! Yak! Nenek tua sialan. Kau menghinaku?!" pekik wanita itu tidak terima atas ucapan yang dilontarkan Nenek Jeon.

Di tempatnya Nenek Jeon menyeringai puas. Wanita itu pikir Nenek Jeon takut dan akan tunduk? Tidak sama sekali. Nenek Jeon tidak suka diatur, dan wanita ini sudah sangat keterlaluan padanya.

Sweet Husband [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang