Setiap insan ada masanya.
Setiap masa ada insannya.
Jikalau semesta berkehendak, atma yang dipilih tak akan bisa lepas dari takdirnya. Begitu juga dengan Harmony atas segala derita laranya dalam kehidupan bak orang ketiga.
Menyukai seseorang yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jatuhlah Engkau Jatuh.... Menderitalah Sampai Sembuh...
****○•○•○•○****
Derap langkah pelan dari kaki dua insan yang saat ini menyisiri sisi danau. Negara melirik ke arah Harmony yang berjalan tepat di sampingnya. Melihat pakaian yang gadis itu kenakan, sepertinya ia habis dari suatu tempat. Sejenak Negara bergeming merasakan sesuatu pada tubuhnya.
Harmony menoleh ke samping, netranya menangkap siluet dirinya pada genangan air danau. Terlalu fokus pada bayang diri sendiri, hingga tanpa sadar ia berjalan seorang diri.
"Gar." Panggil gadis itu, namun nihil, tak ada sahutan yang keluar dari bibir laki-laki di sampingnya.
Lantas Harmony menoleh. Matanya seketika terbelalak tak mendapati Negara pada tempatnya. Ia memutar tubuhnya tiga ratus enam puluh derajat mencari keberadaan laki-laki itu.
"Gara!"
"Gar!"
"Negaraaaa!"
"Masak aku ditinggal gitu aja." Gumam Harmony.
Gadis itu kembali menyusuri jejak tapak kaki yang sudah gadis itu lalui guna mencari laki-laki yang sempat bersamanya. Baru beberapa meter ia melangkah, desir pawana yang sejuk menerpanya hingga bulu-bulu halus pada lengannya menegang. Sontak gadis itu mengelus-elus lengannya beberapa kali.
"Negaraaaa."
"Gaaaar!"
"Negaraa!" Harmony bersorak.
"Oi, ngapain?"
Lantas Harmony menoleh kala suara yang ia kenal membalas panggilannya. Netranya melihat Negara yang baru saja keluar dari semak-semak belukar yang tak jauh dari sana sembari menutup resleting celana. Sontak Harmony memalingkan wajahnya.
"Ngapain sih dari tadi teriak-teriak."
"Lo dari tadi yang ke mana. Tiba-tiba main ngilang aja."
Negara mendekat ke arah Harmony. "Haha, tadi biasa, panggilan alam." Jelasnya.
"Ooh, lo berak-"
"Buang air kecil, Mon."
Tersipu malu, Harmony menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya mengangguk pelan. Hendak melanjutkan langkahnya. Seketika perut Harmony berbunyi. Sontak Harmony kembali memalingkan wajahnya malu. Telinganya yang memerah terlihat sedikit menggemaskan di mata Negara. Mendengar bunyi perut yang keroncongan membuat Negara tertawa pelan.
"Ouu, tadi lo lihat kodok, kan? Tadi di situ tu, suaranya sampe kedengeran." Elak Harmony sembari melayangkan jari telunjuknya pada area danau.
Negara terkekeh pelan. "Gue laper nih, mau cari makan nggak?" Ajaknya. Harmony berdehem, "eeem, yaudah sih, kalau lo maksa. Gue sih ayo aja."