Setiap insan ada masanya.
Setiap masa ada insannya.
Jikalau semesta berkehendak, atma yang dipilih tak akan bisa lepas dari takdirnya. Begitu juga dengan Harmony atas segala derita laranya dalam kehidupan bak orang ketiga.
Menyukai seseorang yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kita hanyalah dua atma pengagum jingga... Yang tergila-gila olehSenja....
****○•○•○•○****
Desiran pawana malam menyapa. Harmony menatap rembulan dari kejauhan sana. Sinarnya terpancar menyinari setengah belahan dunia. Namun tak bisa menerangi gulita hati yang dibalut oleh luka.
Dari balkon kamarnya, Harmony menatap lurus pada jalanan yang sunyi. Di jam setengah dua malam ini, ia tengah memikirkan cara membuat syal dengan benar. Sudah berjam-jam ia menatap layar handphone untuk mencari dan menonton video tutorial "cara merajut syal."
Terkadang, sejenak ia mengalihkan pandangannya dari layar handphone menuju ke arah jalanan yang sepi. Dan pastinya juga pada rembulan yang bersinar di atas sana. Merasa kepalanya berdenyut, segera ia memicit keningnya, sesekali memukulnya pelan. Harmony bangkit dan bergerak menuju laci yang berada di sudut kamarnya yang gelap. Meraih pil penenang untuk ia telan.
Sudah menjadi kebiasaan malamnya mengosumsi pil tanpa resep keterangan dokter. Yang terpenting baginya ialah, ia bisa tenang. Entah bagaimanapun caranya.
Rasa kantuk mulai menjalar, dengan cepat Harmony menutup jendela kamarnya dengan rapat. "Hooam..., bodoh amat, mending lanjut besok aja liat tutorialnya. Sekaligus beli bahannya. Hehe."
Gadis yang berusia delapan belas tahun itu tidur memeluk boneka yang ia beri nama "Dodo". Harmony tidur menghadap foto mendiang mamanya.
"Ma..., tolong tepuk pelan kepala Mony, ya? Eh, enggak-gak. Nanti mama capek. Tolong dateng ke mimpi Mony ya ma, peluk Mony di sana."
"Hehe..., good night, Ma."
○•○•○•○
Baskara terbit menyapa bentala. Dinginnya malam perlahan menghilang, namun jejak bulan masih tertinggal pada cakrawala. Dengan tergesa-gesa Harmony berlari menghampiri gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat. Gadis itu terlambat bangun karena lupa menyalakan alarm. Ia menghentakkan kakinya kesal, melihat-lihat ke dalam gerbang apakah ada seorang satpam yang berjaga.
Melihat-lihat disekitarnya terasa aman, Harmony memanjat tembok sekolah yang dirasa tidak terlalu tinggi. Walaupun saat turun bagian telapak tangannya menjadi sedikit lecet akibat menopang badannya yang hampir terjatuh.
"Eheem"
"Ehh panak meong!"
Harmony sontak kaget kala deheman dengan suara berat menyapanya. Ia menoleh kebelakang dan seketika ia memperlihatkan gigi putihnya yang tertata rapi.
Aduh mampus, mana guru piketnya pak Rey lagi.
Dikenal dengan sebutan guru killer, pak Rey memang terlihat sangat menyeramkan dari raut wajahnya yang selalu dan setiap harinya tidak pernah bersahabat. Hawa mencekam selalu ada di sekitarnya seraya meletakkan kedua tangannya kebelakang bak sikap istirahat ditempat.