Chapter 16. Ungkap Menyayat Pilu

27 17 2
                                    

Rumah Bukan Hanya Sekedar Sebuah BangunanMelainkan Tempat Yang Bisa Menerima Segala Hal Tentang Mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rumah Bukan Hanya Sekedar Sebuah Bangunan
Melainkan Tempat Yang Bisa Menerima Segala Hal Tentang Mu

****○•○•○•○****

Minggu pagi hari yang cerah, tak ada sedikitpun awan yang menutupi mentari. Semilir angin berhembus meniup lembut rambut-rambut halus Harmony. Sedari pukul lima subuh hingga saat ini gadis itu masih berkutik pada syal yang ia rajut di balkon kamarnya. Bak perajut handal, ia dengan telah terlatih untuk membuat syal untuk papanya. Harmony menyematkan kacamata pada wajahnya, ia bersenandung kecil kegirangan seperti tak terjadi apa-apa dengannya kemarin.

"Raosang, sapa sane lian sane sami cening."

Entah mengapa Harmony seketika teringat akan kalimat dari sang kakek. Gadis itu merasa saat itu bukanlah sebuah mimpi, ia merasa nyata dengan perasaannya. Ia berpikir dan bertanya-tanya apa maksud dari kakek itu? Mencari saudarinya yang lain? Apakah Harmony mempunyai saudari lain selain Saras?

Terlalu memikirkan hal lain dikepalanya, tanpa sengaja Harmony tertusuk jarum rajut membuat gadis itu meringis menghentikan kegiatannya. Ia melihat darah mulai keluar dengan cepat, luka tusuk dari jarum itu cukup lebar dan dalam. Jarum khusus untuk merajut tidak sama dengan jarum jahit, luka tusuk yang disebabkan bahkan lebih lebar.

Harmony bangkit dan mencari kotak P3K di dalam kamarnya, namun tak ada satupun alat medis yang ia dapat gunakan, hanya terdapat obat penenang dalam kamarnya. Melihat darahnya tak berhenti menetes, Harmony mencuci lukanya. Ia menggosoknya dengan kasar dan menekannya agar darahnya tertahan. Gadis itupun pergi mencari di ruangan lain.

Ia menggeledah ke seluruh ruangan demi mencari kotak P3K. "Gak di sekolah, gak dirumah, kenapa kotak P3K selalu gak ada. Saat dibutuhin aja malah ngilang." Decak gadis itu kesal.

Harmony terdiam karena lelah mencari, ia merasakan denyutan pada jarinya karena tusukan itu. "Mana perih lagi." Gadis itu melihat ke arah pintu kamar papanya, ia melangkah mendekati ruangan itu karena hanya di sana yang belum Harmony jelajahi. Dengan perlahan gadis itu membuka knop pintu, matanya menari-nari di penjuru ruangan papanya. Tak mau berlama-lama gadis itu segera membuka satu per satu laci di sana. Tak mendapati yang ia mau, Harmony memasang wajah masam.

Gadis itu mendudukkan bokongnya di sisi ranjang, ia meniup-niup lukanya yang kian terasa perih. Saat Harmony mendongak ke atas, ia mendapati kotak berwarna putih terletak jelas di atas lemari papanya. "Nah, itu dia!" Serunya.

Harmony segera mengambil kursi pada meja makan dan meletakkannya didepan lemari. Ia berhasil mendapatkan kotak P3K itu, namun kala sudah meraih kotak itu, Harmony mengernyitkan dahi saat melihat kotak cokelat dan debu-debu usang berada di belakang kotak P3K. Harmony meletakkan kembali kotak P3K-nya dan mengambil kotak usang itu.

Harmony menyeka debu-debu pada kotak itu dengan tangannya, debu-debu yang terbang hingga di hidung gadis itu membuatnya bersin beberapa kali. "Ternyata papa punya kotak secantik dan seantik ini ya ...." segera ia membukanya. Ia melihat beberapa kertas usang dengan foto-foto yang hampir rusak dan tak berwarna. Harmony meraih cincin di belakang foto-foto itu. Dalam ukiran cincin kuno itu terpampang nama yang cukup jelas untuk dibaca.

Hidup Itu Luka  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang