Pagi itu tidak berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Ranjana Sherrie Almas Surendra yang biasa disapa Cherry—si pemeran utama yang sedang duduk di depan meja riasnya, bercermin, merapikan polesan lipstik di bibir merah mudanya, dengan kondisi kamar hotel yang didiaminya selama hampir sebulan ini bak kapal pecah. Semua benda berserakan begitu saja seakan habis ditimpa badai besar. Namun penghuninya, tentu tidak ambil pusing. Jangankan kondisi kamar yang berantakan, telepon yang berdering pun tidak kunjung wanita 27 tahun itu jawab segera mungkin. Dia lebih senang bersenandung sebuah lagu di bibirnya.
Senandungnya berhenti beriringan dengan dering ponsel yang berhenti. Cherry mengambil parfum di atas meja, menggunakan parfum mewah itu dengan baik untuk mengharumkan tubuhnya. Kemudian, teleponnya berdering lagi. Barulah usai meletakkan kembali parfum di tempatnya, Cherry menjawab panggilannya.
Panggilan dari Nyonya Laksmi Sarasvati yang terhormat, yang tidak lain tidak bukan adalah ibu yang melahirkannya 27 tahun yang lalu.
"Di mana kamu Cherry?! Kenapa sudah jam segini Mama belum lihat kamu di rumah?!"
Teriakan itu masuk ke dalam telinganya. Namun seolah sudah kebal dengan suara nyaring tersebut, raut Cherry masih terlihat santai, berikut pula jawabannya untuk sang ibu.
"Cherry? Cherry masih di Medan, Ma."
"Masih di Medan kamu bilang?!" Dan tentu saja, tidak akan ada yang bisa menghentikan Nyonya Sarasvati untuk berteriak lebih kencang. "Kamu itu punya kepala di taruh di mana?! Mama udah bilang kamu harus pulang minimal dua hari sebelum hari ulang tahun Opa kamu. Kenapa kamu selalu membangkang sama Mama, Cherry?!"
Seolah tidak peduli, Cherry hanya mengedikkan bahunya. Selalu membangkang? Ya, benar, sih.
"Mama enggak mau tahu, bagaimana pun caranya, kamu harus tiba tepat waktu di rumah atau Mama akan memblokir semua akses keuangan kamu."
Sambungan diputuskan dan wajah Cherry masih sesantai tadi meski tahu ibunya tengah marah besar di seberang sana.
Wanita dengan dress abu-abu selutut, juga rambut panjangnya yang baru saja ia cat berwarna lilac itu kemudian bangkit dari tempat duduknya. Meraih tas tangan yang masih terbuka, kemudian keluar dari kamar tempatnya menginap ini.
Tujuannya? Oh, tentu saja akan kembali ke Jakarta, menghadiri pesta ulang tahun tua bangka yang herannya tidak juga kunjung masuk ke dalam tanah itu—kakeknya sendiri. Pria tua bau tanah yang membencinya dan dibencinya. Meski membenci pria tua itu dan sangat enggan untuk melihat wajahnya langsung, tetapi tentu Cherry perlu datang ke sana. Setidaknya guna untuk memperlihatkan wajah cantiknya ini dan ya ... mungkin saja sedikit membuat huru-hara. Tidak lupa pula, memberikan doanya secara langsung sebagai hadiah ulang tahun untuk Tuan Suryana Surendra, agar tidak usah terlalu lama berbuat dosa dengan terlalu lama hidup di dunia.
"Sorry, sorry, saya enggak sengaja."
Di depan pintu kamarnya sendiri itu, Cherry ditabrak seseorang. Membuat tas yang belum benar ia sampirkan pada bahunya jatuh ke lantai. Isi yang ada di sana pun berceceran, mengingat Cherry belum sempat mengunci tasnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Prince And His Messy Fiancé
RomanceAwalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong saja. Menolong Darren yang dibuat mabuk oleh seorang perempuan untuk kemudian dijebaknya juga. Cherry...