Bab 43 - Tinker Bell

46.3K 4.9K 461
                                    

Mereka memutuskan untuk tidak kembali ke hotel, atau bahkan pulang ke rumah Darren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka memutuskan untuk tidak kembali ke hotel, atau bahkan pulang ke rumah Darren. Tepatnya, Cherry yang belum mau keluar dari rumah itu. Sehingga Darren pun memberikan ide untuk mereka tinggal di sana sampai besok. Pria itu hanya menghubungi Adit, meminta tolong untuk membawakan pakaiannya.

Pukul 9 malam, di mana kini keduanya tengah berada di pembaringan. Setelah rampung makan malam dan membersihkan dapur serta alat bekas makan mereka berdua. Tidak ada pekerja satu pun, sehingga tidak ada yang bisa dimintai untuk membersihkan rumah selain hanya keduanya yang saling membantu untuk melakukan itu bersama.

"Baru jam sembilan. Serius kamu mau tidur?" Pertanyaan itu asalnya dari Darren, yang baru saja bergabung di atas ranjang menyusul tunangannya.

Belum langsung menjawab, Cherry justru masuk terlebih dahulu ke dalam pelukan si pria. Diterima Darren dengan tangan terbuka yang langsung siap mendekapnya.

"Capek tahu, tadi habis cuci piring, nyapu dapur, beresin ruang TV," keluh wanita itu.

"Masa sih capek? Seinget saya, saya loh yang cuci piring, nyapu dapur, beresin kulit kacang kamu yang berserakan di ruang TV. Kamu cuman duduk-duduk manis."

Cherry melotot tidak terima. "Enak aja! Gue juga bantuin ya! Gue yang taruh piringnya di rak, yang buang sampahnya keluar, gue yang ambilin plastik sampah, gue yang ambilin ini-itu yang lo suruh-suruh."

Darren terkekeh. Tangannya kemudian menepuk-nepuk kepala Cherry pelan. "Iya-iya. Terima kasih ya, Tinker Bell."

Si wanita pun tersenyum puas mendengarnya. Kembali lagi ke dalam dekapan Darren, dengan beberapa isi kepala yang sedang ia pikirkan.

"Enak ya ternyata tinggal di sini? Kita belanja ke supermarket, masak, terus makan, nonton, terus juga beres-beres rumah, tidur. Berdua sama lo."

"Kamu senang tinggal di sini?"

Cherry mengangguk.

"Emangnya nggak kangen sama Bu Tuti? Sama Ardi. Pak Ardi cari-cari kamu loh. Setiap hari bawa jajanan nggak ada yang makan.'

Wanita itu mendesah. "Kangen, sih. Tapi di sini juga enak. Gimana kalau kita tinggal di sini sampai seminggu? Lo bisa nggak, nggak usah kerja sampai seminggu?"

"Nanti kalau saya enggak kerja, saya nggak bisa beliin kamu tas sama baju-baju kesayangan kamu itu loh."

"Ih masa seminggu nggak kerja udah jatuh miskin?!"

Pria itu terkekeh, semakin menarik Cherry ke dalam pelukan. "Saya coba tanya Adit dulu, ya? Kalau saya bisa cuti, saya cuti. Kita di sini seminggu."

"Ih! Yang bosnya siapa, sih? Masa mau cuti aja tanya Adit?! Jadi sebenarnya lo lebih sayang Adit atau gue?!"

"Iya-iya, saya cuti deh. Temenin kamu di sini seminggu. Tapi habis itu nanti kita pulang ke rumah, ya?"

Cherry terdiam. Bibirnya kelu untuk langsung menjawab pria itu. Menghela napas, wanita itu mendongak, menatap sang tunangan. Masih ada beberapa hal lain di dalam kepalanya. Tengah ia pilah untuk ia keluarkan atau dipendamnya saja di dalam sana.

The Perfect Prince And His Messy FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang