"Darren! Ya ampun udah lama banget enggak ketemu!"
Darren menyambut Mutia—teman SMA-nya ke dalam pelukan. Cipika-cipiki sebelum melepaskan sapaan singkat mereka dan menatap wajah semeringah Mutia yang menatapnya berbinar-binar.
"Gimana kabarnya, Mut?" tanya Darren, kembali berbasa-basi.
"Baik, dong! Lo gimana? Baik, kan? Makin cakep aja, sih, Ren."
Darren tertawa. "So do you. Makin stunning, loh. Udara Jerman kayaknya bagus banget, ya?"
Mutia balas tertawa malu-malu. Memukul pelan lengan Darren akrab. Mereka lanjut berbasa-basi. Masih berdiri di halaman rumah yang akan keduanya kunjungi, dengan Adit masih setia ikut serta bersama mereka, diam sejak tadi.
Seperti yang dikatakan, Mutia adalah teman SMA Darren, kemudian melanjutkan studinya ke Jerman dan tinggal di sana sampai kemudian beberapa bulan yang lalu kembali ke Indonesia. Dia bercerita bahwa kantornya tempatnya kerja di Jerman membuka cabang di Indonesia dan dia langsung mengajukan diri untuk mutasi. Kini, Mutia berniat mencari rumah untuk tinggal dan langsung menghubungi Darren begitu dia ingat bahwa Darren memiliki perusahaan properti. Kebetulan juga town house yang dibangunnya belum lama ini masih ada beberapa yang kosong, maka Darren langsung menyambut dengan sangat antusias rencana Mutia. Bahkan bersedia menemani wanita itu langsung untuk berkunjung melihat rumah.
"Mau langsung ke dalam?" tanya Darren usai beberapa percakapan mereka seputar kabar diri masing-masing.
Mutia mengangguk. "Boleh."
Darren mengulurkan telapak tangannya ke belakang tubuh wanita itu, seraya mempersilakan Mutia jalan lebih dulu. Wanita dengan dress abu selutut itu pun berjalan. Di sambut lagi oleh Adit yang membukakan keduanya pintu.
"Sebulan yang lalu masih sisa dua unit. Enggak lama laku dan tersisa ini. Udah ada beberapa yang tanya tapi belum ada yang deal. Kayaknya rumah ini sengaja tunggu lo, Mut," kata Darren sembari jalan.
Mutia tertawa kecil, menoleh pada Darren dengan senyumnya yang manis. Rambut gelombang yang digerai sepundak milik wanita itu sedikit tertiup angin. "Kayaknya iya, nih. Jodoh gue nih kayaknya rumahnya. Dilihat di depan tadi udah suka. Lingkungannya asri. Bangunannya juga tipe gue banget."
"Iya, kan?" Darren menimpali tersenyum semeringah.
Mereka lanjut lagi ke dalam. Menyusuri ruang tamu, kemudian berjalan menuju ruang keluarga, lalu kamar, lalu dapur. Berhenti di pintu belakang yang mana langsung terhubung dengan halaman luar.
"Anyway, gue dengar kabar kalau lo udah tunangan, ya? Itu benar, nggak, sih?"
Pertanyaan Mutia itu terinterupsi oleh suara notifikasi ponsel Darren. "Sorry, sebentar, ya?"
Darren izin melihat ponselnya. Ponsel pribadi pria itu yang pernah dikatakan bahwa pasti tidak akan ia abaikan meski dalam kondisi tersibuknya sekali pun. Dan kemudian, notifikasi itu adalah asalnya dari sebuah pesan masuk. Pesan dari sang tunangan yang mengirimkan sebuah foto yang langsung Darren buka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Prince And His Messy Fiancé
RomanceAwalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong saja. Menolong Darren yang dibuat mabuk oleh seorang perempuan untuk kemudian dijebaknya juga. Cherry...