Darren menemukan bagaimana kondisi dapur rumahnya sudah tidak berbentuk. Pecahan piring dan gelas di lantai, juga beberapa alat memasak yang turut berhamburan di sana. Serta kehadiran sosok Bu Tuti yang baru saja tiba membawa alat kebersihan yang langsung bertatap mata dengannya.
"Cherry lagi, Bu?" tanya Darren pelan.
Bu Tuti tampak mengulas senyum tipisnya yang sendu sebelum kemudian mengangguk. "Cherry minta dibeliin susu kemarin dan tadi dia buka kulkas susunya nggak ada. Ibu sengaja nggak turutin karena Cherry kan alergi."
Hela napas berat keluar dari Darren usai mendengarnya. Kemudian, ditatapnya Bu Tuti tidak enak hati. "Ibu ada yang luka?"
"Enggak, kok. Ibu nggak apa-apa. Saat Cherry marah-marah tadi kebetulan nggak ada orang di dapur, jadi nggak ada yang kena lemparan."
"Maaf ya, Bu." Darren menggumam pelan.
Lagi, Bu Tuti hanya tersenyum kecil. "Cherry belum makan dari siang. Coba Darren bujuk. Siapa tahu dia mau makan kalau sama Darren. Biar Ibu bereskan ini dulu."
Darren pun mengangguk. Meninggalkan dapur untuk melangkah menuju kamar sang tunangan. Berhenti di depan pintunya tidak langsung masuk ataupun mengetuk. Alih-alih demikian, dia justru memejam, mencoba untuk tetap tenang dan menarik napasnya dalam. Barulah, tangannya terulur mengetuk pintu kayu itu pelan.
"Ibu Peri," panggilnya.
Tidak ada jawaban yang ia dapati dari dalam sana.
Mengetuk pintu sekali lagi, Darren pun memutuskan untuk langsung masuk setelah tidak juga didapatinya jawaban dari dalam. Kemudian di sana, dia menemukan sang tunangan yang tengah pulas berbaring tanpa alas di atas lantai yang keras.
Sekali lagi, pria itu menghela napasnya. Lalu berjalan menghampiri si wanita dengan langkahnya yang pelan. Mengangkat tubuh ringkih itu menuju ranjang tidurnya. Diamati bagaimana wajah cantik itu yang terpejam dengan tangannya yang kemudian terulur mengusap kepalanya lembut.
Seminggu sudah setelah kejadian penembakan itu. Cherry kembali ke rumah ini lagi. Mereka tidak tinggal bersama. Hanya Cherry yang kembali sebab Darren tinggal di apartemennya seperti yang sudah mereka sepakati sepulangnya dari Malang. Hal itu membuat intensitas pertemuan mereka berkurang. Darren hanya bisa menemui Cherry saat malam, sepulang bekerja. Itu pun tidak setiap hari sebab Cherry sering tidak mau menemuinya meski Darren ada di sini.
Seminggu ini, Darren seperti kehilangan tunangannya. Cherry bukan lagi Cherry yang Darren ketahui.
Wanita itu tampak begitu dingin dan sulit didekati. Emosinya pun tak terkendali dan sering meledak-ledak. Kini, Cherry sering kali membanting sesuatu saat sedang marah. Dia bahkan tidak segan melukai orang lain. Ini seperti bukan Cherry yang dikenalnya.
Perkara Athalia, Darren sudah berhasil mengamankan wanita itu untuk tidak lagi menemui tunangannya. Membuat perjanjian dengan wanita itu, sekaligus berbicara langsung dengan Diana. Memberi peringatan penuh bahwa kejadian waktu itu adalah yang pertama dan terakhir kalinya Athalia menyentuh Cherry. Jika terjadi, bahkan hanya rencana kecil saja, Darren pastikan Athalia benar-benar mendekam di penjara. Tidak lagi peduli permintaan keluarga Cherry, terkhusus langsung Suryana Surendra yang meminta untuk membungkam kejadian ini. Begitu juga Langgam, korban yang terkena tembakan oleh putrinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Prince And His Messy Fiancé
RomanceAwalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong saja. Menolong Darren yang dibuat mabuk oleh seorang perempuan untuk kemudian dijebaknya juga. Cherry...