✿ Bag. 6 - Hujan Sore Hari (2)

34 8 0
                                    

°•°•°•°•°•°•°•°•

"Untung banget kita sampai langsung hujan."

Axelle berceloteh riang, seraya membukakan pintu apartemen dan mempersilakan Ayana masuk lebih dulu. Ayana segera masuk ke dalam lalu duduk di tepi ranjang, menghadap pada jendela yang menampakkan betapa derasnya hujan. Shoulder bag warna hitam miliknya Ayana letakkan sembarang, kemudian jemarinya melepas ikatan di rambutnya. Ringan, seperti tekanan di kepalanya menghilang.

Saat Ayana sibuk menikmati suara hujan, di belakangnya Axelle sibuk berganti pakaian. Ia lepas kemejanya, kemudian ia ganti dengan kaos oblong biasa. Celananya pria itu biarkan tetap dengan celana bahan yang sudah ia pakai dari pagi, sengaja akan Axelle ganti setelah mandi nanti. Dilanjutkan dengan kesibukan Axelle di dapur, menyiapkan 2 cangkir teh melati untuk menghangatkan badan.

Selesai menyeduh teh, Axelle bawa cangkir itu menuju Ayana. Lelaki 21 tahun itu meletakkan teh nya di atas nakas, lantas duduk bersanding dengan gadisnya, ikut menatap hujan yang semakin deras. Axelle tarik pinggang Ayana mendekat dengan tangan kirinya, kemudian ia kecup singkat kening Ayana, "sudah siap cerita?" tanyanya.

Gelengan lemah dari Ayana menjadi jawaban dari pertanyaan Axelle. Belum, Ayana belum siap bercerita apa yang terjadi sampai membuat harinya tiba-tiba memburuk. Padahal pagi tadi menyenangkan melihat Axelle menjemputnya, sampai di kampus-pun Ayana masih riang gembira. Kebahagiaan seperti hanya sesaat untuk Ayana, sampai saat siang tadi ia mendapat pesan dari Mamahnya.

"Aku ke kamar mandi dulu." Ucap Ayana, lirih.

Sebelum Ayana sempat untuk berdiri, Axelle tarik pinggang ramping itu untuk duduk kembali. "Nanti saja, tiga puluh menit lagi."

Yang diberi perintah hanya menurut, Axelle beri pelukan sesaat lalu ia istirahatkan lengannya lagi di pinggang Ayana. Seperti otomatis, kepala Ayana bersandar pada bahu lelaki yang lebih tinggi darinya itu.

Axelle tidak akan memaksa, gadisnya itu akan bercerita jika hatinya sudah siap. Ayana tidak suka terus-terusan ditekan, dan Axelle mengerti itu. Jadi ia biarkan Ayana menenangkan diri, membelai rambut wanitanya sampai dia bisa menguatkan hati.

"Xelle?"

Akhirnya Ayana bersuara setelah beberapa saat, memberi isyarat bahwa ia sudah siap. "Ya?" Jawab Axelle cepat. Tidak menyia-nyiakan waktu dimana Ayana berani sudah mau untuk memulai.

Ada tarikan nafas sebelum Ayana melanjutkan obrolan mereka. "Aku gagal masuk babak final."

Ayana tidak selemah itu sampai tidak bisa menerima kekalahannya. Dia tahu, di usianya yang sudah tidak emas lagi untuk mengikuti perlombaan, hal itu tentu saja sangat sering terjadi. Bahkan mahasiswi manajemen bisnis itu saat ini hanya menekuni hobinya hanya untuk kesenangan semata, tidak mengejar medali seperti saat usianya masih belia. Tapi bukan itu yang menyebabkan ia sampai sesedih ini. Pun, Axelle paham bahwa bukan itu sebab utama kenapa suasana hati Ayana menurun seperti ini. Jadi ia biarkan Ayana melanjutkan ceritanya.

Seperti mengerti bahwa Axelle sedang menunggu ceritanya, dan mengerti bahwa bukan itu penyebab Ayana muram hari ini, gadis itu berbicara lirih.

"Berat badanku naik lagi, dan mamah marah."

Tidak ada petir di hujan sore ini, tapi pernyataan Ayana sukses membuat Axelle menutup mata saking terkejutnya. Lelaki itu eratkan pelukan, lalu bubuhkan kecupan cukup lama di puncak rambut gadisnya. Berhasil membuat Ayana meneteskan air mata bersamaan dengan intensitas hujan yang semakin deras. Seperti alam-pun tahu, bahwa Ayana tidak ingin tangisannya terdengar siapapun selain dirinya dan Axelle.

A Home Called Love [02'Z ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang