✿ Bag. 10 - Regret

38 8 3
                                    

°•°•°•°•°•°•°•°•

Angin malam ini terasa lebih menusuk tulang, lebih dari malam-malam biasanya. Suara detak jarum jam mengisi ruang besar dengan ornamen berwarna hitam. Tidak ada yang bersuara dari 5 kepala yang masih membuka mata. Semuanya seperti enggan membuka suara.

Diandra, perempuan yang meski kesal setengah mati dengan Rangga, jemarinya tetap saja bergerak membalut luka di lengan Rangga setelah membersihkan luka dan tubuh Raina. Mengoleskan beberapa salep untuk bekas pukulan dari Axelle, juga menempelkan plester di beberapa wajah pria itu. Dayzen hanya memerhatikan, rasa kesal lebih menguasai dibandingkan rasa kasihan.

Axelle, pelaku yang memberi belasan pukulan di wajah tampan Rangga menenangkan diri di balkon apartemen Rangga. Lelaki itu sesap rokok elektriknya, mencoba menurunkan kecepatan detak jantungnya. Tangan kirinya setia menggenggam tangan gadisnya. Meminta sedikit energi positif dari Ayana.

"Jangan lupa minta maaf nanti, ya?" Ayana tenangkan lelaki di sampingnya, memberi belaian lembut di punggung bidang Axelle.

Sakit rasanya kepala Axelle malam ini, jadi ia letakkan rokok elektriknya di atas sofa, lalu pijat pelipisnya sendiri. Menghela nafas panjang lalu melihat wajah Ayana. "Maaf juga aku ngomong kasar di depan kamu sama Diandra."

Ayana tarik ujung bibirnya, dibanding minta maaf karena sudah membuat Rangga babak belur terlebih dahulu, Axelle justru meminta maaf karena berkata kasar di depan para perempuan. Gadis itu elus pipi Axelle, "aku yakin kalimatmu lebih kasar waktu berantem sama Rangga, kan?"

Urung untuk menjawab, Axelle tarik nafas panjang bersamaan ia menarik pinggang Ayana. Ia benamkan wajah di ceruk leher gadisnya. Lelah sekali mengeluarkan seluruh tenaga untuk menghajar Rangga.

"Mereka benar-benar kayak keluar dari drama ya?"

Kejadian tadi tidak luput dari penglihatan Diandra. Meski tangan perempuan itu sedang membalut perban di pergelangan tangan Rangga, tapi netra Diandra lekat melihat adegan di balkon sedari tadi.

"Aw! Sakit Di!" Rangga mengeluh ketika Diandra mengikat perban itu asal-asalan, berakhir terlalu kencang.

Merasa bahwa kegiatan menontonnya terganggu, Diandra lirik Rangga di sebelahnya. Lalu ia tepuk pelan pergelangan yang baru saja selesai ia perban. "Balapan aja sok jago, luka kecil gini saja kesakitan!" Ucap Diandra, sarkas.

Diandra tinggalkan Rangga di ruang tamu, menghampiri Dayzen yang sedang sibuk menyeduh teh dan kopi untuk mereka semua. Juga menyiapkan beberapa camilan yang bisa ia temukan dari lemari penyimpanan dapur Rangga. Sudah tengah malam dan tanggung untuk pulang, Dayzen yakin mereka semua akan menginap.

"Hai, pacar."

Wajah Dayzen memerah mendengar Diandra melontarkan sapaan tersebut. Lelaki itu coba atur ekspresinya, namun justru berakhir sia-sia. Salah tingkahnya sangat jelas terlihat. Ditambah lengan Diandra sudah mendarat di pinggangnya. "Lagi ngapain sih?" Lanjut Diandra, mencoba melihat dari balik punggung Dayzen.

Pria itu lepaskan lengan Diandra, lalu berbalik untuk melihat perempuan di balik punggungnya. Dayzen cengkeram erat bahu Diandra, menyamakan tingginya dengan tinggi gadis itu. "Di, gue belum terbiasa jadi pelan-pelan, ya? Gue bisa jantungan lama-lama." Kata Dayzen.

"Ish! Lebay Lo. Tuh, Ayana sama Axelle pelukan juga biasa saja. Nggak kaget múlu kayak Lo." Diandra protes sembari menunjuk adegan drama di balkon.

"Yasudah sini peluk gue!"

Lengan Dayzen merengkuh tubuh mungil Diandra, diberikannya kecupan sayang di puncak rambut gadisnya. "Kerja bagus hari ini, Diandra."

Dan disinilah Rangga, duduk di tengah-tengah mereka. Menatap sayu menyaksikan seberapa indah sebuah hubungan seharusnya. Tidak meninggalkan luka, tidak membuka trauma. Rangga putuskan untuk bangkit, masuk ke kamarnya yang jadi tempat beristirahat Raina.

A Home Called Love [02'Z ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang