°•°•°•°•°•°•°•°•°
"Ayana, cantik sekali..."
Jemari Diandra susuri wajah pucat di depannya. Meski sudah disucikan, beberapa goresan luka masih membekas di wajah Ayana. Namun tetap saja, Ayana terlihat amat cantik dari atas sini. Diandra yakin, seseorang yang bahkan baru akhir-akhir ini menjadi temannya menutup mata dengan tersenyum tadi.
"Aku belum sempat lihat kamu ballet secara langsung loh, Ay."
Dan air mata yang semenjak tadi mati-matian Diandra tahan akhirnya tumpah juga. Padahal ia sudah berjanji pada Axelle akan menemui Ayana hanya dengan senyuman, tidak akan menangis apalagi sampai sesenggukan. Tapi ruangan bersuhu dingin ini akhirnya terisi juga dengan isakan Diandra.
Lengan Dayzen turun dari bahu sang gadis, merengkuh pinggang kecil di sampingnya lalu bawa Diandra membalikkan badan. Lagi, menyembunyikan tangisan di dada Dayzen. Air mata Diandra nyatanya tidak kunjung habis, lebih dari setengah jam sudah perempuan itu menangis.
Disela usapan tangan Dayzen pada surai Diandra, lelaki itu berkata lirih meskipun ruangan ini kedap suara. "Ayana, sekarang gimana caranya gue ngomong ke calon suami Lo itu?"
Kaki Rangga mendekat pada ranjang berisi tubuh kecil yang sudah kaku. Berlutut di samping perempuan kesayangan temannya. Ia genggam jemari Ayana, sampaikan satu kalimat yang hanya didengar mereka berdua.
"Doakan lancar ya, Ay. Entah bagaimana hasilnya nanti, gue mau makasih sama Lo. Makasih, sudah berniat bantu gue wujudkan mimpi Raina."
°•°•°•°•°•°•°•°•°
Tiga pasang mata itu temukan seseorang yang saat ini paling kehilangan, sedang bersandar pada salah satu tiang menengadahkan kepala. Entah apa ia sedang mencoba sekali lagi merayu Tuhan, atau ia sedang melepas bayangan Ayana yang sedang terbang. Bahkan melihat Axelle seperti inipun membuat Diandra menangis, lagi.
Rangga mendekat, suara langkah kakinya curi atensi dari temannya yang paling muda. Axelle menoleh pelan dan temukan Rangga yang langsung menghela nafas. Seperti bertanya hanya lewat tatapan mata.
Mata Axelle sudah membengkak, setidaknya itu yang bisa ketiga temannya lihat. Ia masih belum mengganti pakaiannya, kemeja bergaris yang masih bau amis. Berlumuran darah Ayana dan juga darah dari luka ditubuhnya. Saat mata Axelle bertemu dengan mata Rangga, Axelle buka suaranya yang mulai parau.
"Gue mau berdua saja sama Ayana."
"Gue tunggu di depan pintu. Boleh ya?"
Meski berat, Axelle anggukkan kepala. Membiarkan Rangga menunggunya di balik pintu ruangan terakhir tempat Ayana tidur. Kaki jenjang Axelle melangkah pelan, diikuti Rangga di belakang melewati Dayzen dan Diandra yang menatap mereka nanar. Lalu ketika Rangga pastikan Axelle sudah masuk, ia menutup pintu pelan. Beri sedikit celah untuk dirinya mengawasi Axelle dari luar.
Belum sampai di sebelah Ayana, tapi mata Axelle sudah basah saja. Teteskan buliran air mata setiap langkah kakinya mendekat. Sampai pada akhirnya tubuh Axelle berada di sisi gadisnya, lutut Axelle kembali lemas. Jatuh berlutut buat wajahnya sejajar dengan Ayana.
Axelle bawa jemarinya bertaut pada jari tangan perempuannya, satu tangannya yang bebas tangkup sebelah pipi Ayana. Mata Axelle memandang wajah pucat itu lekat. Pagi tadi Ayana amat cantik, Axelle bahkan tidak berpikir bahwa pagi tadi jadi saat terakhir ia mencium Ayana. Otak Axelle bahkan tidak pernah membayangkan bahwa sore tadi jadi saat terakhir ia melihat senyum Ayana. Namun saat ini, yang bisa Axelle lihat hanya tubuh Ayana yang sudah diam tidak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Home Called Love [02'Z ENHYPEN]
FanficSiapa sih yang nggak kenal "Tiga Pujangga" milik Universitas Darmawangsa? Diketuai sama cowok dingin bernama Askara Rangga yang bodoh banget urusan cinta, lebih ngerti caranya ngurus motor daripada ngurus cewek. Tapi bunga sama cokelat di pintu loke...