✿ Let's Meet in Another Universe ✿

36 5 4
                                    

°•°•°•°•°•°•°•°•°

Satu hari di bulan Desember pukul 10 pagi, di tempat yang sama dengan yang Axelle kunjungi beberapa tahun silam ketika masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Axelle berlutut di samping lubang yang baru digali, membiarkan celananya kotor terkena tanah merah. Pagi tadi, saat matahari bahkan masih malas untuk muncul ke permukaan, Axelle datang ke rumah satu-satunya keluarga yang ia punya. Memberi kabar kepergian orang yang ia sayang pada sang kakak.

Dan disinilah pada akhirnya, tempat dimana Ayana diistirahatkan. Bersebelahan dengan ayah dan ibunda Axelle, satu-satunya tempat yang bisa pria itu pikirkan ketika kakaknya menanyakan hal yang sama seperti Rangga kemarin.

Di sisi Axelle, Rangga ikut berlutut. Di seberang mereka ada Dayzen dan Diandra, juga kakak Axelle dan suaminya serta anak pertama mereka. Tidak banyak yang berkumpul, Axelle bahkan sudah menghubungi mamah mendiang kekasihnya tapi nihil, tidak ada jawaban. Persis seperti yang Axelle bilang, wanita itu sudah tidak punya hati bahkan setelah putrinya pergi.

Axelle berdiri ketika petugas terakhir sudah keluar dari lubang, ia lantas mengambil cangkul untuk jadi orang pertama yang menutupi peti Ayana dengan tanah merah. Meski dengan tangan gemetar dan mata yang penuh tangisan, tapi akhirnya lelaki itu berhasil melakukannya.

Seolah sudah tidak ada air mata yang tersisa, Axelle hanya diam termenung sampai lubang itu terisi penuh dengan tanah, kemudian ditambahkan beberapa tanah lagi sampai menjadi gundukan.

"Xelle?"

Maka lelaki itu menoleh saat Rangga menyenggol lengannya dengan sebotol air mawar yang sudah dibuka tutupnya. Meski lengannya berat, tapi Axelle tetap coba tuangkan seluruh isi di dalam botol itu. Kemudian taburkan mawar yang kalah cantik dibanding Ayana.

Selesai dengan semua prosesi, Rangga bangkit berniat pergi. Begitu juga dengan yang lain, sudah meluruskan lutut yang sedari tadi menekuk. Kecuali kakak Axelle yang tidak berjongkok dan duduk di kursi plastik karena kandungannya yang memang sudah besar. Namun ketika mereka melihat Axelle justru mendudukkan dirinya di atas tanah tanpa alas apapun, dan tidak ada pergerakan untuk bangkit setelah 30 detik, Rangga kembali berjongkok.

"Pulang yuk, Xelle?"

Tanpa melihat ke arah siapapun dan tetap fokus pada nisan kayu bertuliskan nama pujaan hatinya, Axelle menjawab. "Sebentar lagi."

"Gue tunggu, jangan kelamaan. Langitnya mendung." Jadi Rangga beri isyarat untuk yang lain pulang lebih dulu, biarkan Axelle menemani Ayana sedikit lebih lama lagi. Rangga pun ikut berlalu pergi, berusaha mengawasi Axelle dari kejauhan.

°•°•°•°•°•°•°•°•°

Axelle kira, dirinya akan lebih kuat bercerita ketika sudah tidak ada lagi orang di sisinya. Tapi nyatanya, hampir 30 menit ia habiskan hanya untuk menyusun kata seraya tumpahkan air mata. Berkali-kali ingin bersuara, namun finalnya hanya sampai di tenggorokan saja.

Sekali lagi, ia usap bekas air mata di pipi. Lalu matanya mengarah pada 2 gundukan dengan rumput hijau yang subur sekali di sebelah kanan milik Ayana.

"Ayah Bunda, sudah bertemu Ayana disana?" Hanya untuk mengucap seperti itu saja Axelle butuh banyak tenaga.

"Calon menantu kalian cantik, kan?"

Dada Axelle sesak, tapi ia masih ingin menghabiskan waktu bersama tiga orang tersayangnya. "Axelle nggak berguna bunda, Axelle nggak bisa jaga Ayana..."

"Bunda pasti nggak suka kan, kalau Axelle bilang Tuhan jahat? Tapi Axelle mau minta izin marah ke Tuhan buat beberapa saat ya, bun? Axelle nggak suka lagi-lagi Tuhan ambil orang yang Axelle sayang. Axelle nggak suka lagi-lagi ditinggalkan."

Satu tetesan air hujan membasahi nisan kayu milik Ayana, buat Axelle menghela nafas setelah ujung matanya melihat Rangga mulai berjalan dari kejauhan.

"Sudah mau hujan. Axelle pamit pulang, ya? Janji, Axelle akan sering datang kesini."

"Axelle titip Ayana di sana ya Yah, Bun? Pamerkan ke semua bidadari kalau Ayana lebih cantik dari mereka."

Lengan Axelle terulur bersama dengan tetesan air hujan yang makin bertambah. "Istirahat yang tenang, sayang. Temui aku kapanpun kamu mau."

Satu kalimat terakhir sebelum Axelle bangkit karena melihat Rangga mulai mendekat, "sayangku, mari bertemu di bagian lain semesta atau bertemu di kehidupan kedua. I love you, and I will always do."

Tepat ketika Rangga sampai dan tetesan hujan yang makin deras, Axelle menyelesaikan kalimatnya. Kemudian berdiri dengan dibantu Rangga yang mengangkat bahunya. Gerbang keluar seharusnya tidak terlalu jauh, namun langkah kaki Axelle yang pelan membuat mereka tidak kunjung sampai.

Tiba-tiba saja, langkah Axelle berhenti tanpa ia sadari ketika ekor matanya menangkap satu bayang putih di sebelah kiri. Katakan Axelle berhalusinasi, tapi matanya dengan jelas melihat Ayana sedang duduk dibawah pohon bunga kamboja, di atas tanah dengan lutut di tekuk menyamping. Mengenakan gaun putih serta rambut panjang yang disanggul dan beberapa anak rambut dibiarkan tergerai di sisi wajahnya.

Anggap Axelle gila karena sekarang ia sedang beradu pandang dengan bayangan. Tapi sosok Ayana betulan ada di sana, lemparkan senyuman dengan mata berbinar pada Axelle seolah katakan bahwa hidupnya harus terus berjalan, dan Ayana akan selalu dampingi pria itu dari kejauhan. Buat Axelle tarik senyumnya bersama satu tetes air mata yang lolos tanpa bisa ia tahan.

Apa Ayana benar-benar mendengarnya? Apa itu hanya halusinasinya saja? Bahkan jika iya, Axelle bersedia menghabiskan waktu untuk hal gila seperti itu.

Bahwa Axelle, tidak keberatan jika Ayana datang kapanpun perempuan cantik itu mau.

Karena mungkin, cinta Axelle untuk Ayana tidak akan ada habisnya.

- TAMAT -

Extra part akan aku garap secepat yang kubisa sebelum sibuk real life! Tentunya, kalau diriku sendiri sudah merasa puas untuk di publish. t_t

Aku masih menerima saran dimana aku harus menulis sequel khusus Axelle Darmawangsa ya, teman-teman. ^^

Wrote : July, 7th 2024

Published : July, 7th 2024


Dyarydaa

A Home Called Love [02'Z ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang