"Tupai?" Zea melongo lucu. Liam mengangguk.
"Jadi lo melihara tupai?" Tanya Zea lagi.
"Iya."
"Sejak kapan?" Zea menoleh sebentar dan kembali menatap sarang tupainya. Matanya mengerjap gemas. "Ihh lucu sarangnya!"
Liam tersenyum kecil. Sangat kecil.
"Yang buat gue," katanya. Zea langsung menoleh cepat pada Liam. "Serius?" Liam mengangguk.
"Gila...tangan lo kreatif juga ya," puji Zea kagum. Liam mengangguk pelan. Lengang sejenak. Hingga suara Zea kembali memenuhi pendengaran Liam.
"Tupai nya mana?" Tanya gadis itu.
"Gak tau, dia suka berkeliaran. Nanti balik." Setelah mengatakan itu. Liam berbalik. Kembali masuk ke dalam rumahnya.
Buru-buru Zea ikut berbalik dan mengikuti Liam. "Mau pulang?" Tanya Liam datar. Zea tampak berpikir sejenak dan mengangguk.
Gadis itu sudah mengabari keluarga nya bahwa dia ada di rumah Liam. Sepertinya mereka akan menjemputnya.
Dan benar aja. Baru aja dia berpikir begitu. Audrey dan Sam berdiri di dekat pintu sambil mengobrol dengan Ibu Liam.
"Ze," spontan Zea mendongak. Menatap Liam yang menunduk. "Minggu depan mau ke alun-alun kota?" Tanya Liam.
Lagi dan lagi pipi Zea merona. Ia mengangguk malu-malu. Tapi, raut wajahnya langsung berubah ketika di panggil Audrey. Dengan semangat, Zea berlari ke Audrey yang merentangkan tangannya. Mereka berdua berpelukan.
"Syukurlah kamu baik-baik aja." Suara Audrey bergetar. Betapa takutnya dia ketika Zea mengirim pesan kalo rumahnya di serang dan Pak Agus terbunuh. Dia sangat takut Zea terluka dan kenapa-kenapa.
"Syukurlah..." lirihnya dan memeluk Zea erat.
🐿️
Zea merebahkan tubuhnya setelah selesai mandi dan berganti baju. Sementara waktu, ia kembali ke rumahnya dulu. Sampai situasi lebih tenang. Zea akan dirumah ini dulu bersama Audrey.
Sedangkan Sam dan kedua kakak tirinya itu akan tetap di rumah mereka. Tidak ikut bersamanya. Mereka akan menyelidiki semuanya.
Ah iya, soal flashdisk. Zea langsung menyerahkannya pada Sam. Biar Sam yang mengurusnya. Dia tidak mau terlalu memikirkan apa yang terjadi waktu itu. Jika ia kembali mengingat nya. Maka ia akan eneg dan tidak mood makan.
Kedua mata Zea memberat. Perlahan-lahan, matanya terpejam dan ia masuk ke dalam mimpi.
Setengah jam berlalu. Zea kembali membuka matanya. Nafasnya tersengal. Peluh keringat muncul di wajahnya. Padahal ia sudah menyalakan pendingin ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
With LIAM (SUDAH TERBIT)
Novela Juvenil(Blom di revisi) Namanya Zea Aqilla, ceria, percaya diri dan tidak kenal takut. Karena sifat nya itulah banyak yang menyukai dirinya. Tapi, hanya satu laki-laki yang berhasil mencuri hati Zea. Namanya Liam Abrisam, irit bicara dan kaku. Tanpa berka...