"Halo, anda Zea teman Liam, kan?" Zea mengangguk dan tersenyum. Ia duduk di hadapan seorang dokter wanita. Yang terhalang meja kerja dokter tersebut.
"Saya Aulia, spesialis dokter gigi. Baiklah, sekarang apa Zea sudah siap untuk di periksa?" Zea mengangguk pelan. Sebenarnya dia sedikit takut. Tapi, ia ingin sembuh. Ia gak mau nanti waktu belajar jadi gak konsentrasi karena nyeri pada gigi nya.
Beberapa menit berlalu, Aulia mempersilahkan Audrey yang menunggu di luar ruangan untuk masuk ke dalam ruangan.
"Ini adalah resep obat nya. Tenang saja, karena Zea ada lubang kecil di gigi yang menyebabkan bakteri masuk ke dalam lubang tersebut dan membuat gigi terasa ngilu dan nyeri. Jadi, untuk sementara waktu, Zea jangan makan makanan manis dan yang terlalu dingin, seperti es krim." Setelah menjelaskan tersebut, Zea dan Audrey mengucapkan terimakasih dan pamit pergi.
Sebelum pergi, Aulia memanggil Zea dan berkata, "Jangan bilang-bilang pada Liam, ya?" Aulia menaruh jari telunjuk nya pada bibirnya yang membentuk senyuman.
Zea mengangguk cepat, "Siap!" Gadis itu memberikan jempol pada Aulia dan dua perempuan beda umur itu terkekeh pelan. Audrey yang memerhatikan hanya bisa tersenyum.
🐿️
"Nanti, ketika kamu sudah sembuh, Ayah ingin bicara sesuatu," Kata sang Ayah ketika sedang makan malam. Zea mengangguk dan makan sayur sop nya dengan perlahan.
"Jangan lupa, abis makan minum obat, ya?" Audrey tersenyum dan mengecup puncak kepala Zea.
"Mamah ke kantor dulu, ada masalah kecil,"
"Malam-malam begini?" Tanya Sam heran. Audrey mengangguk, ia mendekati Sam dan mengecup pipi suaminya itu.
"Ada penggelapan dana, saya harus tangani langsung," Bisik Audrey agar para anaknya tidak mendengar. Sam tersenyum dan menarik tengkuk Audrey. Ia mengecup sekilas bibir Audrey.
"Semangat kerjanya, istriku." Audrey terkekeh pelan, "Saya pergi dulu, ya!"
"Hati-hati, Mah!" Seru mereka dan melambaikan tangan pada Audrey yang berjalan tergesa-gesa keluar dari rumah Zea.
Mereka akan menginap di rumah Zea selama Zea sakit gigi. Menemani Zea. Padahal Zea tidak masalah sendirian. Tapi, sudah menjadi aturan di keluarga mereka. Jika ada yang sakit, harus di temani. Walaupun sakitnya ringan.
Selesai makan dan minum obat, Zea langsung ke kamarnya. Ia duduk di kursi yang depannya ada meja belajar. Gadis itu merenggangkan sedikit tangannya. Ia akan fokus belajar lagi.
Sebelum belajar, ia memasang alarm. Pukul sebelas malam ia harus sudah tidur. Setelah itu, ia membuka buku pelajarannya dan mulai konsentrasi.
Awalnya lancar-lancar saja. Hingga ia tiba-tiba teringat perkataan Aulia, kakak sepupu Liam yang usianya sudah di atas 25 tahun.
"Saya benar-benar kaget waktu Liam bilang kalo ada temannya yang bakal datang ke klinik saya. Soalnya, setahu saya, Liam itu gak pernah ngomong soal temen, dia itu pendiam banget dan selalu menjaga jarak pada semua orang yang seumuran dengannya. Dia seperti tidak suka bergaul, aneh bukan? Di jaman sekarang bisa-bisanya dia gak bergaul."
Kata Aulia di saat memeriksa giginya. Sebenernya, Zea juga merasa janggal. Ia merasa pernah bertemu dengan Liam. Tapi, ia ragu. Karena mana mungkin ia melupakan orang tampan, bukan?
Tetapi, tidak bisa di pungkiri, bahwa perasaannya pada Liam tidak asing. Pertama kali melihat Liam waktu di kelas, ia merasa familiar, apalagi dengan suara Liam. Aneh.
Zea berhenti belajar sebentar, ia bertopang dagu, "Kenapa dia ... gak pernah nolak ketika gue deketin dia? Kenapa dia seperti ... juga suka sama gue? Kenapa dia gak mau berteman sama yang lain?" Monolognya heran. Gadis itu memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
With LIAM (SUDAH TERBIT)
Dla nastolatków(Blom di revisi) Namanya Zea Aqilla, ceria, percaya diri dan tidak kenal takut. Karena sifat nya itulah banyak yang menyukai dirinya. Tapi, hanya satu laki-laki yang berhasil mencuri hati Zea. Namanya Liam Abrisam, irit bicara dan kaku. Tanpa berka...