15. Takut Kehilangan.

93 6 0
                                    


Haii

Call me Sese

Semoga suka ya sama cerita nya




🌷Happy reading🌷

"Yaudah nikahin aku!"

Raga membulatkan matanya lebar. "Masih kecil gak boleh nikah nikahan!"

Shavella mendelik. "Aku udah besar, kak! Aku udah kelas sepuluh!"

"Iya iya. Emang nya kamu kelahiran tahun berapa?" tanya Raga. Cowok itu belum sepenuhnya tahu tentang Shavella.

"Aku kelahiran 2008," jawab Shavella.

"Jadi umur kamu saat ini 15 tahun kan?" ucap Raga memastikan. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.

"Ternyata kamu masih bocil. Tapi dari kelakuan, kamu kayak remaja umur 17 tahun." Raga terkekeh diakhir kalimat nya. Cowok itu berucap sesuai dengan kenyataan. Shavella memang seperti remaja tujuh belas tahun.

"Mungkin, pengaruh keadaan." Terkadang keadaan menimbulkan banyak pengaruh untuk manusia.

"Kamu umur berapa sekarang, kak?" tanya Shavella.

"17 tahun." jawab Raga seadanya.

"Beda dua tahun dong sama aku. Kak Malvin juga beda dua tahun sama aku." Seharusnya mereka hanya beda setahun dalam umur, tetapi malah beda dua tahun. Berbeda jika hal sekolah, mereka akan beda setahun.

Raga mengernyit. "Kenapa bisa beda dua tahun, Sel? Seharusnya kamu masih kelas sembilan."

"Waktu Kak Malvin TK kelompok B, dia umur 6 tahun. Dan Aku TK kelompok A di umur 4 tahun, padahal aku masih engga ngerti apa-apa, bicara juga masih berantakan waktu itu. Alasan Papa, Mama, nyekolahin aku cepet, biar aku bisa terus sama Kak Malvin. Papa, Mama selalu mau, Aku sama Kak Malvin selalu deket, sekalian Kak Malvin bisa jagain aku. Tapi, menurut aku itu semua engga masuk akal," jelas Shavella panjang lebar.

Raga manggut-manggut. "Masuk akal, Sel. Orang tua kamu baik, pengen kamu dijagain dan dilindungi sama Malvin."

"Mama engga sebaik itu. Papa baik tapi kurang peduli." Batin Shavella.

"Iya, mereka baik." Shavella tersenyum hambar. Ia terdiam sejenak, lalu kembali berkata, "Kita balik ke kantin yuk! Mata ku perih liat buku-buku di sini."

"Ngaco! Buku engga nusuk mata kamu, ya!" Raga tak habis pikir dengan gadis itu, padahal buku tidak melakukan apa-apa.

Shavella cengengesan. "Aku emang engga suka sama buku-buku di sini, karena rata-rata buku pembelajaran. Tapi kalo buku di Gramedia, aku suka banget."

"Buku di Gramedia? Novel?" beo Raga.

"Betul banget! Aku suka banget sama Novel."

Raga tersenyum tipis. "Nanti mau ke Gramedia, gak?"

Shavella terdiam sejenak, lalu berkata, "Mau, mau banget! Nanti kita pergi nya? Sekarang aja dehh."

Kisah Kita: Shavella & RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang