7. Hukuman

10 2 0
                                    

"Jadi people pleasure itu sakit."

🦋🦋🦋

Happy reading

🦋🦋🦋


"Dari mana lo tahu?"

Sial. Alexa keceplosan. Dia terlalu marah sampai lupa batasan. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Memilih adek atau teman?

"Al, boleh gue minta sesuatu?" Alis Alexa saling bertaut heran.

"Tolong jujur, boleh?" Alexa tak menjawab.

"Adek lo itu... Fanya Veronica 'kan?"

"Dia ambil celana dan hoodie lo diam-diam 'kan?"

"Lo dikunci sama dia di toilet karena dia tahu lo mau menghentikan dia 'kan?"

"Lo berusaha memberitahu gue dengan cara menggedor-gedor pintu dan meminta tolong 'kan?"

"Sekarang lo bingung ya? Harus milih gue atau adek lo, lo tahu adek lo salah tapi lo juga dendam sama dia karena dia ambil kasih sayang nyokap lo, adek lo juga ngancem lo 'kan?"

Alexa mengangguk pelan, dia kaget karena Alana bisa mengetahui semuanya. Sementara yang lain terkejut, Kevin tersenyum bangga pada Alana. Pria itu tahu dalam kecerdasan Alana yang bisa menebak semua dengan benar dan cara bicaranya yang setenang ombak lautan ada Alana menahan tangisnya, menahan sakitnya, menahan sedihnya agar terlihat baik-baik saja, dia tahu semuanya.

Jangan mengira pembullyan itu tidak berdampak padanya. Pembullyan ini tentu menjadi trauma berkepanjangan gadis itu, dia sering kali takut pada tatapan orang lain bahkan jika orang itu menatapnya dengan kagum, dia juga sering kali takut orang lain menghinanya atau tidak suka padanya, dia jadi lebih sering menyalahkan dirinya sendiri padahal bukan salahnya, dia sulit bersosialisasi dan beradaptasi, gadis itu menjadi punya banyak ketakutan dan masih ada lagi dampaknya. Meskipun dampaknya tidak terlihat bagi banyak orang tetapi Kevin bisa merasakannya.

"Fanya pelakunya," ujar Alexa. Semuanya sedikit terkejut dengan itu, mereka sudah menduganya sejak awal.

"Sudah gue duga."

"Tu orang ga ada kapok kapoknya ya."

"Kalo membunuh ga dosa, udah gue bunuh tu orang!"

Sementara yang lain kesal, Alana menatap Kevin lalu bertanya. "Orang tua gue harus dipanggil ya?"

"Lo bisa cari alesan. Tenang, gue temani lo kok," Kevin tersenyum manis.

"Gimana lukanya? Pasti sakit banget ya?" Alana mengangguk. Dia punya luka bakar di kaki, memar di tubuhnya, pusing di kepalanya. Untungnya benturan di kepalanya tidak sampai berdarah.

"Na, lo dipanggil bk."

"Alexa, Nara, Cia, Raden, Raka, Nathan, kalian juga ikut," kata Kevin.

Sesampainya disana Alana memberitahu bahwa orang tuanya tidak bisa hadir, dia juga meminta permasalahan ini diselesaikan dengan kepala dingin. Alana menceritakan semuanya sembari menahan tangis, teman-temannya juga ikut bersaksi terutama Kevin. Akhirnya Fanya dibawa kemari, dia datang dengan amarahnya.

"Itu semua bohong Bu!! Saya tidak melakukan itu!" Fanya menatap Alexa yang bersandar di tembok sembari melipat tangan di depan dada. "Dia!! Dia pelakunya Bu!" tuduh Fanya pada Alexa.

"Gadis sialan itu bilang kalau pelakunya memakai celana 'kan? Dan yang pakai celana di kalangan perempuan hanya Alexa!!"

Alexa tidak terima. "Lo yang ngambil celana gue sialan!!"

I'm Not PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang