11. Mari bercerita (2)

6 1 0
                                    


"Pendengar juga butuh didengar."

🦋🦋🦋

Happy Reading

🦋🦋🦋


Bella tiba-tiba tersenyum, senyum yang terlihat mengerikan. Dia tiba-tiba tertawa seperti orang gila, hal itu membuat Alana menghampirinya dan memeluknya.

"Mimpi itu terjadi Na!! Terjadi! Kalimat itu terus terulang seperti kaset rusak!! Gue di suruh milih Na!! GUE BELUM SIAP! GUE BELUM BISA NERIMA INI SEMUA MESKI GUE UDAH TAU INI SEMUA AKAN TERJADI! SAKIT BANGET NA! SAKIT! LEBIH BAIK GUE GAUSAH LAHIR DARIPADA DENGER MEREKA BERANTEM DAN UJUNG-UJUNGNYA PISAH!"

"Hei!! Ga boleh ngomong gitu! Itu semua udah takdir Bel, gue tahu seberapa sakitnya lo. Mendengar orang tua berpisah itu sangat menyakitkan tapi memangnya lo mau harus dengar suara itu lagi? Mungkin ini jalan terbaiknya dan kita ga bisa ngelak kalau itu semua sudah takdir. Gue tahu mengikhlaskan itu susah tapi coba ya?" Alana membuka lengan baju Bella yang sedari tadi dia sembunyikan.

Alana menutup mulutnya terkejut, yang lain menatap terkejut juga. "Ren! Gue tahu lo lagi terluka tapi tolong obati Bella ya? Gue kurang tahu dalam pengobatan gini."

Renata dengan segera mengobati luka selfharm Bella. "Bella, gue tahu dunia ini jahat, tapi sejahat-jahatnya dunia tolong jangan lukai diri sendiri, gue mohon ya? Tanganmu bisa bersih lagi kan? Tolong jangan sakiti diri sendiri gini Bel, sekarang tenangin diri lo dulu. Buat yang lain juga, tolong jangan selfharm ya? Gue mohon." kata Alana.

"ENGGAK! BILANG KE GUE INI MIMPI, NA. LEBIH BAIK GUE HIDUP DENGAN MELIHAT MEREKA BERTENGKAR DARIPADA MELIHAT MEREKA PISAH. Gue benci menerima kenyataan ini, Na, meskipun gue tahu itu pasti terjadi. Gue benci harus menerima keadaan. Kenapa keluarga gue gak cemara kayak orang lain, Na?"

Alana tak merespon, dia hanya memeluk dan mendengarkan. Bella selalu bercerita tentang keluarganya yang retak, yang kini hancur.

"Lepasin gue! Buat apa gue hidup kalau hanya untuk melihat mereka berpisah? Lebih baik gue mati!!"

Aji yang semula duduk dengan tatapan kosong tanpa mempedulikan sekitar kini melempar gelas, membanting kursi dan menggebrak meja, sontak semuanya melihat ke arahnya. Langkah kakinya menuju ke Bella, Bella ketakutan, dia bersembunyi dibalik Alana yang trauma dengan tatapan mata yang Aji layangkan.

Tatapan Aji yang seakan-akan siap membunuh siapapun di depannya, bukan hanya Bella dan Alana tapi yang melihat juga ikut ketakutan. "T-tolong."

Aji semakin mendekat, para lelaki hendak menarik Bella tapi sudah keduluan Aji yang menarik paksa Bella lalu melayangkan pukulan, dia juga menggoreskan luka panjang di lengan Bella. Bella berteriak. Aji menarik paksa Bella lalu menggoreskan luka panjang di lengan Bella. Bella berteriak. "KENAPA LO LAKUIN ITU?! LO MAU MATI HAH?" Aji membentaknya.

"KALO LO MATI GUE SAMA SIAPA? kalo lo mati gue sama siapa Sa?! Issabella, gue sendiri, Sa,"

"Kalo ortu lo pergi setidaknya lo punya gue, Sa!! Gue yang akan selalu sama lo!! Lo punya banyak impian yang belum tergapai untuk tujuan hidup lo! Lo punya gue untuk tujuan bertahan di dunia ini!!"

"Tapi lo nyakitin dia!"

Aji tertegun mendengar perkataan Leo, dia hanya membawa luka untuk Bella. Perlahan kepalanya jatuh ke pundak Bella lalu menangis. Mereka berpelukan, memberikan kehangatan dalam luka penuh duka.

"Maaf, Sa, aku menorehkan luka lagi."

"Papah jahat Sa, dia mukul aku pake kayu, dia bilang aku anak pembawa sial Sa, dia bilang gara-gara aku mamah pergi. Sa, aku juga kangen mamah, bukan cuma papah, boleh ga si kalau aku salahin papah atas kepergian mamah? Boleh gak si aku pukul papah?"

I'm Not PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang