"Melihat bukan berarti tahu segalanya."
Happy Reading
29 Juli 2023
Matanya memerah, tangan itu meremas kertas ujian yang dinanti. Dia membuang begitu saja kertas ujiannya ke lantai, tangannya menarik rambut terus menerus hingga bulir bening turun semakin deras. Wajahnya tertutup oleh rambut yang berantakan.
"Lo gila?" tanya Nara dengan ketus, arti kalimat itu adalah 'lo kenapa?' ia ingin mengatakan itu hanya saja mereka masih di kelas bukan asrama, dia merasakan sesak di dada saat melihat itu tapi dia tak bisa berbuat apapun.
Raden melempar tisu ke Naya. "Cengeng!"
Murid CPC yang lain hanya melirik lalu pergi dari kelas. Hasil ulangan sudah keluar semua di hari sabtu, sore ini mereka sudah pulang ke rumah. Setelah keluar dari gedung mereka bergegas ke perpustakaan.
Cia mengambil salah satu buku di rak tapi dia menjatuhkan buku lain, dia berjongkok mengambil buku itu tapi dia merasa ada yang aneh, rak itu berbeda dari yang lain. Cia melihat sekitarnya yang sepi lalu mendorong rak itu.
"Waktunya sudah habis," kata Leo membuat Cia mengurungkan niatnya.
Mereka hanya diberi waktu 30 menit di perpustakaan jika hari sabtu, jika hari biasa mereka diberi waktu 1 jam.
"Bagaimana hasil ulangan kalian?" Mereka terkejut lantaran Regantara Adhiyaksa sang kepala sekolah baru tiba-tiba menyapa.
"Cukup baik, Pak." Leo mewakili mereka.
Dia tersenyum, senyum yang tidak bisa diartikan. "Selamat pulang anak-anak."
🌧🌧🌧
"Udah Nay, lo nggak capek apa nangis terus?" Clara mencoba menenangkan Naya."Lo mau apa? Makan? Minum? Jalan-jalan? Shopping? Atau yang lain? Biar gue traktir asal berhenti nangisnya." Nara melongo tak percaya lalu merangkul Naufal, sok akrab.
"Lo serius? Mending buat gue aja," saran Nara, Naufal menepis tangan Nara. "Ogah!! Btw ulangan lo dapet berapa Nay?"
"Kebanyakan 100 tapi ada 2 mapel yang 97." Cia mewakili Naya.
Juan terbatuk. "Ulangan lo gede anjrit! Apa yang bikin nangis?"
"Bokapnya marah bro," jawab Kevin yang mencomot snack Raka tanpa izin.
"Tidur sama gua aja dijamin aman," ajak Nara sembari merangkul Naya.
Naya menjelaskan dengan sesenggukan dan tubuh yang bergetar hebat. "Papa punya banyak mata-mata, dia bisa tahu dengan mudah."
"Pantai yuk," ajak Raden yang baru datang.
"Tiba-tiba banget ke pantai?"
"Lah lo nggak jemput adek lo?" tanya Aji, biasanya Raden menjemput adeknya sepulang sekolah. Raden menjawab, "Udah."
Setiap hari Raden selalu izin pada Thomas untuk menjemput adeknya les, padahal itu dilarang. Orang tuanya selalu meminta, ralat, memaksanya menjemput adeknya setiap hari kalau tidak dia dipukul hingga lemas lalu dikurung dalam ruangan gelap. Thomas tentu tak tega melihatnya terlebih Raden punya trauma di ruangan gelap yang sempit.
Naya mendongak. "Ikut."
Mereka terkejut. "Berhenti nangis dulu," titah Raden, Naya menyeka air matanya diiringi isak.
"Anjir segampang itu."
"Apa yang gampang? Loh Naya kok nangis?" tanya Thomas yang baru datang, dia merangkul Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Perfect
Teen FictionOrang bilang, sekolah adalah rumah kedua. Inilah yang dirasakan sekumpulan remaja yang mempunyai sama-sama mempunyai trauma dan luka, mereka tiba-tiba di pertemukan di sebuah kelas unggulan yang mempunyai banyak peraturan dan tuntutan. Apa yang mer...