"Tak ada yang tahu takdir akan membawa kita sejauh apa, kecuali Tuhan."
Happy Reading
Laki-laki dengan kemeja kotak-kotak itu berjalan membawa setumpuk barang ke mobilnya. Dia melihat anak perempuan yang sedang menangis ditenangkan ibunya di teras rumah."Ibu, apa kita harus pergi dari rumah ini? Bu, aku tak mau," ujar anak itu dengan isaknya.
Juan berjongkok menenangkan perempuan kecil yang bernama Aurel. "Adek tenang ya, ini cuma sementara kok," katanya dengan lembut.
"Abang janji akan kembalikan rumah ini untuk kita. Abang janji akan bantu ayah bangun perusahaan dari nol lagi."
Aurel mengusap air matanya, mengangkat kelingkingnya. "Janji ya." Juan tersenyum hangat sembari mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking mungil itu, kembali ia dekap tubuh mungil gadis itu.
Jauh dalam hatinya terdapat ribuan ketakutan, ia takut mengingkari janji yang telah diucapkan, ia takut gagal menjadi anak yang baik, ia takut gagal menjadi seorang kakak bagi Aurel. Sekarang, hanya dia harapan satu-satunya.
🌧🌧🌧
Laki-laki dengan celemek biru itu berjalan membawa segelas milkshake, ia tersenyum hangat. "Belajar terus nanti otak lo kelebihan beban," celetuknya.Dari balik laptopnya Alana mendongak, "Kata siapa? Gue lagi naskahan." Kevin tersenyum lalu tertawa kecil setelah mengatakan, "Iya Author."
Alana tersenyum mendengarnya. 5 menit kemudian Alana menyadari Kevin tidak beranjak dari tempatnya, justru bermain game. "Nggak kerja?"
"Nunggu Raka, Rayyan, Nara, dan Nathan, katanya mau ke sini." Alana mengangkat satu alisnya seolah bertanya lalu laki-laki itu menjelaskannya, "Nara sama Raka mau kerja, udah gue larang tapi tetap maksa ngomong ke Oma kalau mereka mau kerja. Rayyan sih nemenin Nara sekaligus mabar, kalau Nathan ngikut doang."
Alana mengerti, kondisi ekonomi Nara memang memburuk setelah neneknya sering sakit, terlebih dia tidak bisa leluasa kerja dan merawat neneknya karena berada di asrama. Setahunya nenek Nara dirawat pembantu di rumah Rayyan, lagipula rumah majikannya terlalu sepi dan sangat mudah diurus.
Suara pintu membuat atensi mereka teralihkan, mereka datang. Kevin mengantar Raka dan Nara serta menjelaskan pekerjaannya lalu bermain game dengan Rayyan dan Nathan di meja dekat Alana, selang 2 meja. Bunyi notifikasi membuat fokus Alana buyar, ia membuka ponselnya.
Tangannya gemetar hebat, ponsel itu seketika jatuh ke lantai. Teriakannya membuatnya jadi pusat perhatian. Dadanya berdetak begitu cepat tak terkontrol, terlebih saat menatap orang-orang yang menatap heran ke arahnya. Kevin ingin bertanya namun Alana sudah terlebih dahulu berlari ke toilet.
Netra laki-laki itu tertuju pada ponsel yang masih menyala—menampilkan room chat dengan seseorang, tanpa sengaja dia menekan profil orang itu. Matanya membulat melihat nomor yang tertera.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Perfect
Teen FictionOrang bilang, sekolah adalah rumah kedua. Inilah yang dirasakan sekumpulan remaja yang mempunyai sama-sama mempunyai trauma dan luka, mereka tiba-tiba di pertemukan di sebuah kelas unggulan yang mempunyai banyak peraturan dan tuntutan. Apa yang mer...