Kurasa, ini adalah apel terakhir yang dapat kupetik tahun ini. Musim dingin akan segera tiba, dan pohon-pohon itu telah hampir semuanya merontokkan daunnya di akhir musim gugur ini. Sebenarnya, ini juga merupakan suatu kejaiban dan barangkali mukjizat dari Tuhan bagi pohon apel yang satu ini masih saja bisa berbuah di waktu yang hampir memasuki winter.
Mau bagaimana lagi? setelah ini, aku mesti harus secepatnya mencari pekerjaan untuk memenuhi lumbung emasku yang hampir saja kering kelontang. Yah benar, tidak salah. Barangkali lumbung emas orang-orang telah terisi penuh dan cukup siap untuk menghadapi musim dingin di waktu-waktu seperti ini. Tapi tidak denganku.
Bagaimana bisa? kalian pikir saja, memang berapa sih harga sebutir apel liar dari pohon di luar wilayah jika dijual di pasaran? ditambah lagi bagi penjual tak bertenda sepertiku yang hanya membawa sebuah keranjang dan duduk di sebuah sudut jalan dari lalu-lalang para warga. Sungguh mengenaskan memang. Apa? menitipkannya ke penjual lain? Sudah kukatakan, Backharat ini kebanyakan memiliki hal-hal yang brengsek. Penjual itu akan memangkas habis-habisan keuntungannya dan hanya akan menetapkan tarif setinggi gunung Eberalt hingga hanya menyisakan koin berkarat saja padaku. Jadi, apa bedanya? Menyumpah pun tidak ada gunanya.
Setelah memasukkan seluruh apel ke dalam keranjang anyaman reyot, kakiku pun mulai menapak jalanan menuju pasar tempat sehari-hari aku berada. Bergumul dengan bau, berdempetan dan berdesakan dengan orang-orang. Jangan tanyakan padaku bagaimana aromanya. Yang jelas, seperti stella jeruk mobil, memualkan.
“Trak.” Keranjang apel-ku berhasil mendarat dengan selamat di atas permukaan jalan bebatuan. Kucoba menghitung berapa banyak apel yang tadi berhasil kupetik. Bagaimanapun, aku setidaknya harus mengusakan mendapatkan keuntungan untuk apel panen terakhir ini. Jika tidak, bagaimana caraku membeli makan untuk bertahan hidup? Sudah begitu, yang lebih sialnya lagi, disaat situasi tengah pelik begini, mengapa aku mesti harus punya gerd? oh, salah. Maksudku, asam lambung. Kudengar sebutan gerd itu hanya pantas diberikan oleh orang-orang yang berlumbung emas penuh. Haha. Sedangkan aku? hanya penjual apel jalanan.
Lagi asik-asiknya yang sebenarnya hanya mengasikkan diri menghitung apel, sesuatu tiba-tiba jatuh di hadapanku. Sebuah kertas, amplop. Seakan terdorong begitu saja diriku langsung meraihnya dan bangkit untuk memberikan kertas itu pada sang pemilik yang mungkin tak sengaja menjatuhkannya. Akan tetapi, saat kulihat lagi, tidak ada siapa pun yang dapat kupanggil untuk menyerahkan benda ini. Lautan lalu lalang manusia di depanku berjalan dengan sangat cepat seperti sebuah arus.
Amplop itu kini kugenggam dengan erat. Warnanya kecoklatan. Namun tampaknya, masih baru mengingat kondisinya yang masih bersih padahal baru saja terjatuh. Dan karena aku merasa penasaran, jadi yasudahlah, kucoba untuk membukanya dan melihat kira-kira apa isi di dalam amplop ini. Toh juga, pemiliknya sudah hilang entah kemana.
Sesaat ingin membuka, pada sisi depannya melekat cetakan lilin bewarna hitam dengan stempel ukiran yang belum pernah kulihat. Tanganku dengan lihai membuka tautan rengketan segel lilin tersebut, dan mulai mengeluarkan isi di dalamnya. Sebelum itu, pada bagian pojok atas sebelah kanan surat, tertulis sesuatu dengan tinta bewarna merah. Untunglah aku bisa memahami tulisan dan bahasa sastra mereka. Mungkin, tempat ini hanya beda ruang, namun tidak benar-benar berbeda dunianya dari tempatku sebelumnya.
“Ini bukan surat jatuh. Pesan ini disengaja. Selamat, kau terpilih untuk tawaran ini.”
Apa-apaan ini. Seolah seperti mendapat hadiah dari makanan keripik kentang yang dulu sering kubeli saja. Lalu, kembali kulanjuti membaca tulisan di bawahnya dengan rasa penasaran.
Seperti yang telah disebutkan di atas, ini bukan bukan sembarang surat. Jika anda benar-benar menerima tawaran ini, silahkan masukkan balasan anda ke dalam tenpat sampah di sebelah kanan anda. Jika tidak, masukkan saja ke dalam tempat sampah yang berisi sayuran di seberang jalan tempat anda duduk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKHARAT
FantasyBetapa menyenangkannya terjebak di dalam gudang penyimpanan roti di samping universitas. Berhari-hari aku terperangkap di dalamnya. Apa? tentu saja aku mencoba banyak cara kekerasan agar bisa keluar. Ketika pintu itu akhirnya berhasil terbuka, pada...