Bab 21

8 1 0
                                    

Malam teman-teman. Aku ga tahu, mengapa akhir-akhir ini rasanya gairah menulisku menjadi turun. Kayak, baru nulis 300 kata aja, udah capek. Ide yang tadinya udah tersimpan di otak, entah mengapa tidak bisa tertuang dengan luwes di atas tinta. Apa ini yang dinamakan writer block? Well, kupikir aku hanya sedang tidak mood menulis, atau barangkali malas :')

Tapi, akan aku usahakan pokoknya buat nulis setiap hari selama liburan musim panas ini.

Sebagai penyenang hati buat naikin mood, boleh tekan tombol bintang jika sudah mampir yaa :D

Enjoy the story, kiss muach ❤️

.
.
.

Pematik api dinyalakan, dan disuguhkan kepada sumbu lilin yang tercancang di atas badan putihnya. Cahaya mulai beriak-riak bagai kobaran badai api yang melalap laron.
Seseorang mengetuk selama beberapa kali, dan pemuda itu lantas bangkit dari tempat duduknya.

"Tuan," panggil orang tersebut ketika Cavrine baru saja membuka pintu.

"Apa ada masalah, Tuan Salazar?" tanya Cavrine menatapnya lurus.

Pria itu mengangguk, dan menjawab.

"Benar, Tuan. Ini mengenai Tuan Abarnese."

"Baiklah, masuklah dulu."

Mereka berjalan menuju sofa yang berada di dalam ruangan tersebut. Cavrine lantas menduduki dirinya di salah satu sofa single. 

"Kabar tentang sayembara itu semakin meluas," jelasnya dengan raut gelisah. Cavrine diam mendengarkan kelanjutan yang hendak pria itu sampaikan.

"Dan semakin meluasnya kabar itu, semakin banyak pula orang-orang sudah mulai ikut terhasut. Sore tadi, selepas Saya baru saja membantu Tuan Abarnese untuk berlatih, beliau lagi-lagi mendapat kabar."

Alis pemuda itu sedikit terangkat.  

"Kabar?" tanyanya mulai penasaran.

Pria itu tampak menelan ludahnya, dan mengembus napas. Sebelum menyampaikan, Ia mengangguk.

"Tuan Abarnese mengatakan, dalam minggu ini, akan ada satu lagi dalang yang berulah, seseorang yang ikut dalam sayembara."

Cavrine menatap gejolak api yang menari tertiup angin. Bahkan api lilin yang kecil itu pun sudah cukup bisa memancarkan cahayanya menerangi sepenjuru ruangan. Mungkin barangkali, jika terus dibiarkan, bakal menjadi kobaran api raksasa. Sama halnya seperti orang-orang itu. Ia menghela napas, dan kembali menatap Caleb dengan kepala sedikit meneleng.

"Kalau begitu, kita harus mencegahnya." Cavrine lantas bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah cermin. Dari dalam cermin, Caleb tampak tengah menatapnya dari belakang.

"Jika korban kembali jatuh, niscaya mereka akan benar-benar meyakini ini adalah kasus pembunuhan masal, bukan kecelakaan. Kematian Simon Alfonso sudah hampir meyakinkan mereka semua tentang itu."

Dan jika hal itu terjadi, Akademi Volna akan ditutup untuk beberapa waktu, hingga dalang kasus ini tertangkap. Sementara para bangsawan dan orang-orang kaya Backharat yang menyekolahkan anak mereka di sini pasti akan memberikan tuntutan pada raja melalui aparat untuk menuntut ganti rugi atas kematian korban yang telah terjadi. Bagi beberapa bangsawan yang licik, mereka akan memanfaatkan kesempatan ini demi keuntungan.

Selain itu, citra baik dari akademi akan tercoreng, mengingat keamanannya yang tidak seperti diharapkan. Ketika semua ini terjadi, pada akhirnya, Snawalker akan bergerak lebih leluasa akibat keretakan tersebut dan barangkali entah memberikan ancaman apa lagi untuk memaksakan pemerintah agar turun. 

BACKHARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang