Bab 24

12 1 0
                                    

Hi mate! Ciz kembali. Ada yang kangen? Aha, aku tahu. Tidak. But, that's okay. I am okay :') haha.

Enjoy here, and here we go

.
.
.


Malam itu, di pertengahan musim gugur setelah makan malam, badai lebat melanda Backharat. Dirinya yang biasanya pulang di akhir pertengahan malam, terpaksa harus kembali lebih awal. Karena terlambat sedikit saja, Cavrine harus pulang dalam keadaan basah kuyup.

Kedua sepatunya telah terisi air hujan. Demikian bajunya yang telah basah sempurna bukan lagi lembab. Namun, ia sama sekali tidak merasa kegigilan. Elrest memberikan kehangatan dalam dirinya.
Saat tangannya meraih lubang kunci, pintu tidak terkunci. Spontan tangannya langsung memutar kenop pintu.

Pintu terbuka, menampilkan pemandangan seisi ruangan yang gelap gulita. Cavrine merasakan hawa keberadaan orang lain. Dan ketika petir menyambar, kilatan cahaya putih memenuhi sepenjuru ruangan selama sepersekian detik.

Di sana, di ranjang yang biasa terisi kosong, seseorang tengah berdiri menghadap ke arahnya. Ekspresi di wajahnya ketara sekali ketakutan.

Oh, Cavrine tahu, pasti ia terkejut melihat kedua matanya yang berbeda warna. Cavrine lantas menyembunyikan penglihatan Elrest dan mengembalikan manik matanya seperti semula.

Pemuda di depan sana bergeming, sebelum bergerak mengambil sesuatu.
Sebuah handuk jatuh di hadapannya dengan sopan. Dahinya berkernyit merengut.

Apakah dia baru saja memberikannya dengan melempar? batinnya kesal.

"Sebaiknya kau mengeringkan tubuhmu terlebih dahulu," ucap pemuda di depan sana tanpa rasa bersalah.

Cavrine mulai bergerak melepaskan sepatunya yang telah banjir terisi air. Harga dirinya sedikit tercoreng. Setelahnya, ia kemudian mengelap sedikit tubuhnya yang basah.

Pemuda itu lalu mengambil lilin yang berada di nakas samping ranjang sebelum menyalakannya di sudut ruangan.

"Siapa kau?" Tanyanya dingin terdengar tidak senang.

Cavrine dapat merasakan kegugupan pemuda di depan sana tanpa melihat. Pemuda itu terdengar sedikit berdeham sebelum menjawab dengan nada yang terkesan ganjil di telinganya.

"Hai, aku Fredinand Josefint, teman baru sekamarmu."

Ini pasti ulah mereka. Padahal dirinya sudah berusaha membayar lebih kepada pihak panitia untuk memberikannya kamar pribadi seorang diri selama menempuh pendidikan. Ia harus memberikan mereka pelajaran nanti.

"Bagaimana dengannya?"

"Tuan, sebaiknya Tuan Abarnese harus segera diamankan. Ini sudah yang ketiga kalinya beliau tidak bisa mengontrol dirinya. Jika terus begini, orang-orang akan merasa terganggu."

Cavrine mengangguk setuju "Sampaikan permintaanku pada Tuan Caleb."

"Baik, Tuan."

Malam itu, ketika ia berhasil menangkap salah satu dari para pembelot tersebut.

"Aku akan mengampunimu jika kau mau jujur dan bersumpah," katanya menatap pemuda di hadapannya dengan tenang.

Namun, raut wajahnya tidak seiras dengan aura yang dikeluarkannya. Pemuda itu bergetar ketakutan. Sejujurnya, ia hanya ikut-ikutan sayembara tersebut karena diiming-imingkan hadiah besar dan juga hasutan dari teman lainnya.

"Bagaimana? apa kau menolak?"

"Ma-maafkan saya, Yang Mulia! mohon a-ampuni saya!" katanya ketakutan.

BACKHARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang