Cerita sebelah belum bisa ku update. Mari mampir ke Backharat dulu yang super dingin ini hihi...
Salamat membaca, dan jangan lupa tekan bintang di bawah 🙈
.
.
.Freya terperanjat saat seseorang masuk melalui jendela dengan santai tanpa aba-aba. Ia hampir saja melempar gelas yang tengah dipegangnta saat itu jika sinar lilin tidak berhasil membantunya mengenali wajah tersebut.
Segera gadis itu menghela napas lega. Teramat lega untuk membayangkan sepintas pemikiran buruk yang tak sengaja hinggap di kepalanya tadi.
Tumben sekali alligator itu kembali. Padahal akan menambah hari bahagianya lagi selama sehari jika malam ini ia kembali dapat menikmati kamar ini seorang diri tanpa kehadiran pihak lain.
Sosok di seberang sana menatapnya dengan kening berkerut tidak suka.
"Ada apa dengan ekspresimu?" tanyanya kesal.Sekesal-kesalnya Cavrine, jauh lebih kesal gadis itu yang harus terganggu dengan kehadirannya.
Gadis itu hanya dapat diam-diam mengembuskan napas jengahnya dan segera membuang pandang, melengos ke arah meja makan.
"Bukan apa-apa," jawabnya menuju ke arah kursi di depan sana. Freya lalu meraih sesuatu di dalam tempat makannya.
Setelahnya, mengambil seragam baru yang akan ia kenakan malam ini untuk makan malam seperti biasanya. Saat tangannya telah meraih seragam tersebut dan menyampirkannya ke sebelah lengan, Cavrine tiba-tiba berkata.
"Tidak akan ada makan malam di aula hari ini."
Freya terhenti, dan segera menoleh ke arahnya dengan tatapan bertanya.
"Apa?"
Tiba-tiba, ketukan pintu dari luar terdengar, dan segera Freya meraih kenop pintu dan membukanya.
Pria yang dulu malam-malam mengecek kamar asrama mereka satu persatu saat kematian Simon. Ia berdiri dengan tegap di hadapannya, bersama dua orang koki akademi di balik punggungnya.
"Permisi, Tuan Josefint. Akademi baru saja menetapkan kepada seluruh murid untuk melakukan diam diri di asrama selama beberapa hari ke depan terhitung mulai malam ini. Maka segala pembelajaran akan dilakukan secara mandiri terlebih dahulu sembari menunggu info selanjutnya dari Dewan," jelasnya.
Dan kedua koki yang berada di belakangnya pun mulai maju seraya menyerahkan troli berisi berbagai macam hidangan lezat, terbukti dari aroma sedapnya yang menguar di udara.
"Para koki akan mengantarkan makanan sesuai jadwal makan selama aturan ini ditetapkan, jadi para murid tidak perlu cemas akan kelaparan selama tidak diizinkan keluar. Akan ada sanksi yang dikenakan jika ada murid yang sengaja maupun tidak sengaja keluar dan melanggar ketetapan ini."
Setelah kedua troli yang diserahkan oleh para koki itu telah ditaruh di dalam, mereka pun pergi dan kembali melanjutkan hal yang sama pada kamar yang lainnya.
Freya menutup pintu, dan menoleh ke dalam."Apa alasan mereka melakukan ini?"
Cavrine tidak menyahut. Pemuda itu beralih pada salah-satu troli yang ada dan mendorongnya ke arah meja makan. Ia lalu menyantapnya dengan tenang.
Sia-sia Freya sekamar dengan calon penguasa negerinya. Entah pemuda itu tahu, atau mungkin juga tidak, Apa salahnya membalas? Pemuda itu benar-benar tidak menggunakan aset yang diberikan Tuhan dengan benar. Paling-paling hanya digunakan untuk makan, memerintah, mengancam, dan mengumpat.
Cavrine tampak bodo amat dan mengacuhkannya dengan fokus menyantap makan malam yang baru saja diberikan oleh koki. Pemuda itu terlihat begitu menikmati hidangannya. Dan semakin membuat kadar kejengkelan Freya meningkat pesat.
"Makanlah," kata pemuda itu menyuruh. Terlihat malas untuk berdebat lebih panjang.
Freya mengacuhkannya dan hendak masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mengenakan pakaian rumahan, ia lantas duduk di kursi yang berseberangan dengan pemuda itu. Tanpa menunggu lama, ia lantas menyantap makan malamnya seperti yang dilakukan sosok di hadapannya.
Jam di sudut ruangan menunjukkan pukul tiga dini hari. Sesuatu terasa menepuk pipinya dengan pelan, membuat gadis itu mau tak mau terbangun dari tidurnya. Freya mengerjab, dan mengusap matanya pelan.
Cavrine tampak tengah menatapnya dari dekat, menunggunya hingga sadar sepenuhnya. Gadis itu lantas sedikit tersentak dan memundurkan tubuhnya ketika melihat sang empu yang membangunkannya berada tepat di hadapannya.
"Ada apa kau membangunkanku?" tanyanya tidak mood. Dibangunkan secara paksa di subuh-subuh buta begini bukanlah perkara yang ia senangi. Di dalam hatinya yang teramat jujur,Freya niscaya akan mengakui jika ini sangat menganggu waktu tidur nyenyaknya yang agung. Inilah mengapa ia benci berada satu kamar dengan penghuni lain, terutama Cavrine.
"Cepat bersiap," perintah pemuda itu dan menyerahkan satu set pakaian serba hitam yang persis seperti yang ia kenakan. Cavrine lalu bangkit, dan keluar menuju balkon yang tampak terbuka. Freya sedikit mengintip dari tempat tidurnya.
Ia merasakan kehadiran seseorang di balik tirai balkon itu yang menari dengan lembut tersapu udara. Ada sedikit pembicaraan, tetapi ia tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Sama sekali tidak.
Pandangannya kembali beralih pada pakaian yang diberikan Cavrine padanya. Mau tak mau ia pun bangkit dengan memaksakan diri berjalan ke arah kamar mandi untuk berganti pakaian dan bersiap.
Tak berapa lama, saat Freya telah keluar dari bilik kecil itu, Cavrine tampak tengah bersandar di pintu balkon, memandang ke arahnya dengan tajam seolah sudah menunggu lama.
"Kau tampak persis seperti pria tulen," cibirnya.Lah, memang itukan tujuannya? Tetapi, itu berhasil membuat Freya merasa sedikit kesal. Gadis itu lantas mengendikkan bahunya acuh dan membalas dengan pongah.
"Tentu saja, akui saja aku lebih tampan darimu." Cavrien tak membalas, dan langsung berbalik. Pemuda itu terdiam selama beberapa saat di depan pintu balkon tersebut, sebelum berbalik sekilas ke belakang dengan tampang sedikit ganjil.
"Tunggu apa lagi? cepat kemari!" perintahnya ketus dan tajam seperti biasa.
Sedangkan Freya yang mendengarnya hanya berdecak malas dan berjalan dengan ogah-ogahan.
Setelah tiba di sana, pemuda itu membukakan pintu balkon semakin lebar hingga angin dari luar yang bertiup berhasil menyerbu ke dalam kamar tersebut.
"Kita hendak ke mana?"
Cavrine tiba-tiba menodongkan sebuah syal tebal bewarna hijau tua.
"Pakai ini. Jangan sampai kau mengacaukan rencanaku," katanya. Freya hanya mengambil syal tersebut tanpa banyak protes. Lama kelamaan ia jadi mulai terbiasa dengan sikap aligator ini yang memang dasarnya kurang ajar dan seenaknya.
"Jadi, kita akan kemana?" tanyanya lagi mengulang pertanyaan yang sama.
"Kita akan mengumpan musuh." Freya melongo sesaat pemuda itu mengatakan niat mereka nanti.
"Apa?" tanyanya tak pecaya. Mengumpan musuh katanya? Siapa musuh yang akan mereka umpan? Apakah WL?
"Siapa yang akan kita umpan?"
Cavrine tersenyum sinis. Tatapannya menajam menatap tepat ke manik gadis itu, seperti melihat sesuatu yang lain di dalam sana.
"Seorang pembelot," balasnya.
"Dan kau akan menjadi umpannya. Jadi, bersiaplah. Jadilah berguna."
Freya menelan ludahnya dengan susah payah. Dalam hati ia telah menjerit-jerit minta tolong. Akan tetapi, mau minta tolong pada siapa?
Saat Cavrine mulai meraih belakang lututnya hingga membuatnya melayang, Freya hampir memekik keras. Cavrine menggendongnya, dan spontan gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher pemuda itu yang telah tertutupi syal sewarna dirinya, lembut dan hangat. Posisi mereka patut di salahpahami jika seseorang berhasil memergoki. Seperti dua pemuda penyuka sesama jenis yang sedang kawin lari.
Dan ketika Cavrine menginjak pagar pembatas balkon dan melompat dari sana dengan enteng. Freya hanya dapat melakukan hal terakhir yang bisa ia lakukan. Gadis itu berdoa dalam hati dengan teramat hikmat.
Tuhan, tolong terima aku di surgamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKHARAT
FantasyBetapa menyenangkannya terjebak di dalam gudang penyimpanan roti di samping universitas. Berhari-hari aku terperangkap di dalamnya. Apa? tentu saja aku mencoba banyak cara kekerasan agar bisa keluar. Ketika pintu itu akhirnya berhasil terbuka, pada...