Author POV
Gita melangkahkan kakinya dengan pelan menyusuri labirin. Ia kuatkan pendengaran dan penglihatannya untuk berjaga-jaga jika ia berada dekat dengan posisi minotaur itu.
"Fate, kau mencium baunya?" bisik Gita.
"Tidak, sebuah sihir menghalangi penciumanku." jawab Fate.
Gita menghela nafas kasar. Satu-satunya hal yang bisa ia andalkan adalah penciuman Fate, namun itu tidak bisa digunakan sekarang.
"Berdoa saja teman-temanmu bisa bertahan sampai nanti kalian bertemu. Semoga saja kalian bisa bertemu sebelum malam." ucap Fate.
Gita mengangguk. Dari cerita Indira kemarin, ia bisa menyimpulkan kalau minotaur itu kuat. Kemungkinan besar, mereka tidak akan bisa melawan dia sendirian.
Kalau mereka bertemu minotaur itu sebelum bertemu satu sama lain, bisa dipastikan mereka tidak akan selamat.
Tak terasa dirinya melangkah mundur ketika mendengar teriakan kesakitan yang begitu pilu diikuti suara banteng.
Setelah menetralkan keterkejutannya Gita berlari mengitari labirin. Tidak peduli kemanapun dia berbelok, yang ia pikirkan hanya menjauhi suara itu, berharap teman-teman yang mendengarnya melakukan hal yang sama.
Gita yang berhasil membuat chemistry dengan Fate, meyakinkan dirinya jika langkah kakinya tidak terdengar sebagaimana Fate menyembunyikan langkahnya.
Kathrina, gadis itu berbalik ketika mendengar suara teriakan yang begitu dekat dengannya. Dia tidak bisa menaiki Aaron karena jarak antar tembok labirin raksasa ini tidaklah terlalu lebar, tidak memungkinkan untuk tubuh miliknya. Jika ia berlari menaiki Aga-pun, langkah rusa itu sangat cukup untuk terdengar oleh sang Minotaur.
Beruntungnya, Kathrina tidak cukup bodoh untuk sok jagoan dan menghampiri suara itu.
Sepanjang pelariannya, ia mengumpat. Belokan-belokan di labirin ini ia sangat yakin tidak bisa menjamin dirinya aman dari minotaur yang hapal denah labirin ini.
Suara teriakan selanjutnya membuat Oniel terpaku di tempatnya. Suaranya lebih keras dari yang tadi, suara yang menggambarkan seberapa menderitanya korban ke dua ini.
Oniel terkejut ketika sebuah tangan menepuk pundaknya. Dengan ragu ia menoleh, ia menghela nafas lega ketika Gracia-lah yang berada di belakangnya.
"Hei, jangan hanya diam di sini. Kita harus menjauhi suara itu." ucap Gracia.
Oniel mengangguk lalu mengikuti langkah Gracia untuk menjauhi tempat itu walau ia sendiri yakin tidak ada satupun dari mereka yang tahu jalan keluar dari tempat ini. Tapi setidaknya, dia tidak sendirian lagi.
Indah, seperti air yang berkepribadian tenang, terus melangkah menjauhi asal suara. Satu-satunya hal yang ia pikirkan hanya bertemu dengan adiknya
Dalam setiap langkahnya, ia berdoa mengharapkan keselamatan adiknya, dia juga berharap mereka semua bisa bertahan sampai bertemu satu sama lain.
*Brukk*
Indah terkejut ketika ia tidak sengaja bertabrakan dengan Shani, bertepatan dengan suara teriakan selanjutnya.
Shani membantu Indah untuk berdiri, namun tatapan matanya menatap langit dengan datar.
"Sudah tiga orang, kuharap yang lainnya masih baik-baik saja." gumam Shani.
Shani khawatir jika suara itu adalah suara dari salah satu teman-temannya.
Shani menggenggam tangan Indah, membawa gadis itu melangkah menyusuri labirin. Indah-pun akhirnya berjalan mengikuti Shani yang melangkah perlahan dan hati-hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Descendent Of The Royal
FantasyDia tidak mengerti mengapa dia ada di sana dengan segala kerumitannya. Harusnya ia masih di rumahnya, menjalani kehidupannya yang menyedihkan. Bukan di tempat antah berantah yang bahkan tidak ia ketahui di mana. Ia masih berada di tubuh yang sama, n...