Bab 2

7.6K 48 0
                                        

Bak bola yang di lempar ke sana ke mari. Tak ada satu pun yang mau nerawat Abel dengan tulus.

"Sudah jangan ribut lagi , brisik ." lerai tante jasmin ,adik dari mendiang ibu Abel .

"kalian ini benar - benar ya .... Abel itu keponakan kalian, kenapa kalian tidak mau merawatnya?" ucap Jasmin lagi.

" hei .. Kamu juga tantenya, kamu juga pasti perna di bantu kedua orang tua Abel kan. Kenap bukan kamu saja yang merawat Abel." ucap tante Amel.

" Aku sibuk , gak ada waktu buat ngurus Abel. Aku juga tinggal di luar negri dan besok harus kembali.  itu sangat merepotkan kalo Abel iku aku , dia juga belom punya paspor dan surat penting lainnya." jawab tante jasmin.

"Alah. . . bilang aja kalo kamu juga gak mau merawat Abel , kebanyakan alasan." jawab bibi Isa dengan sinis.

" begini saja, bagaimana kalo Abel kita titipkan saja di panti asuhan. Terus rumah ini kita jual buat bayar hutang Mas Bima?" usul Jasmin.

"boleh juga ide kamu." jawab om David.

"iya udah, gitu aja biar gak ribet kita juga ." ucap bibi Isa.

Tanpa ada yang menyadari oleh mereka semua, sejak tadi ada yang diam diam menyimak obrolan mereka dari balik pintu ruang tamu itu. Badan kecil, kotor ,dekil ,,, ya.. dia adalah Abellia putri . Yang sejak tadi menjadi topik pembicaraan mereka.

Gadis itu menahan tangis hingga badannya bergetar , sakit ... Sakit sekali rasanya setelah tau bahwa tidak ada satu orang pun yang mau merawatnya .

"Kenapa mereka jadi begini , kenapa mereka jahat sekarang ." gumam Abel sambil menangis dalam diam.

Pasalnya dulu sewaktu kedua orang tuanya masi hidup, mereka semu baik padanya , sayang padanya. Kenapa setelah kedua orang tuanya meninggal mereka jadi begini, Abel bingung dengan pemikiranya sendiri.

Akhirnya Abel memberanikan diri masuk kedalam rumah sambil menundukkan kepalanya.

Tap

Tap

Tap

Abel masuk dengan langkah gontai, dengan basah kuyub dan badanya yang kotor karna terkena tanah di pemakaman. Sesampai.nya di dalam langkah Abel terhenti karena semua mata tertuju padanya.

Dia memlintir ujung banjunya , tanda ia sedang gugup saat ini.

Tes

Tes

Tes

Tetesan air hujan di tubuhnya mengotori lantai di ruang tamu . Semua orang melihat ke arah Abel yang berdiri terpaku.

Tubuhnya begitu kotor dan bau terkena lumpur tanah dari makam kedua orang tuanya.

"Nah itu dia yang di tunggu - tunggu sudah datang." cibir sang tante dengan sinis.

"Apa - Apaan ini Abel ! Kamu ini bukan balita lagi, kenapa main hujan - hujanan seperti ini." ucap om David yang marah melihat kondisi Abel dengan keadaan basa kuyub dan sangat kotor.

"Ma - maaf ." ucap Abel dengan suara lirih dan bergetar karna menahan tangis.

"Sudah - sudah jangan ribut lagi." lerai tante jasmin.

"Abel sekarang kamu masuk , bersihkan badanmu yang kotor dan basah itu . Setelah itu cepat kembali ke sini , ada yang ingin kita bicarakan denganmu." Ucap tante Jasmin.

" Hemm. . . Baik tante ." ucap Abel dengan kepalanya yang masi setia menunsuk.

Ia pangsung melangkah dengan langka yang sedikit ia percepat , agar ia lebi cepat sampai kamarnya.

Di bawa air guyuran shower , Abel menangis sejadi - jadinya . Ia menumpahkan semua air matanya yang ia tahan sedari tadi

Ia terduduk sambil memeluk lututnya sendiri.

"tuhan . . Kenapa cobaanmu begitu berat , apa tidak cukup kedua orang tuaku kau ambil . Sekarang apa? semua keluargaku tak ada yang mau merawatku . Sekarang Aku harus bagai mana , apa aku harus berahir di panti asuhan."

"hiks .  . Hiks . .  Ayah , bunda aku ikut kalian saja , aku tak mau sendirian. Aku juga tidak mau tinggal di panti asuhan, aku takut bunda . Tolong jemput aku ." tangis Abel bergema memenuhi ruanagan kamar mandi.

Kakak sepupu pelindungkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang