"Dia tinggal bersamamu?" tanya tante jasmin.
"Hemm.. ." Kenan hanya berdehem.
"Wah ... , kalau begitu sisa uang dari penjualan rumah ini bisa di bagi ke kita saja. Kalau dia tinggal bersamamu hidungnya akan terjamin, bukan begitu?." tanya tante Amel.
"Benar itu! Lagian Kenan ngapain si kamu susa - susa mau ngurus tu anak, banyak nyusainnya tau?" tanya bibi Isa.
"Kamu juga kan gak punya oran tua , mending tante aja yang mengasuh kamu Kenan." titanya lagi.
"Aku tidak butuh kalian asuh, aku masih memiliki pengasuh yang menyayangiku dan tulus tidak seperti kalian ." ucap Kenan dingin dan penuh penenkanan.
"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu Kenan? sangat tidak sopan ." jawab paman Dani.
"Apa perkataanku ada yang salah paman ? Kalian begitu antusian ingin merawatku. Tapi kalian lihat, di sini ada anak kecil yang butuh bantuan kalian tpi kalian tidak ada yang mau merawatnya." Tita kenan.
"Bu - bukan begitu kenan, ini itu- - - -."
"Ini itu apa paman ? Kalian ingin sekali merawatku karna uangku bukan. Sedangkan kalian tidak mau merawat Abel karna dia tak punya uang sepertiku bukan , jadi kalian tidak bisa memanfaatkanya lagi ? " tanya Kenan dengan sorot mata yang menusuk.
"it - itu kami . . !! " ucap paman dan bibi dengan terbata bata. Seakan mereka sekarang tertangkap basah , tak berani menjawab perkataan Kenan.
"Jangan pernah sekali - kali kalian berfikir untuk memanfaatkanku , aku tak sebodoh yang kalian fikirkan."
"Dan ya.. Satu lagi, rumah ini tak akan pernah di jual. Rumah ini tetap milik Abel , aku yang akan melunasi semua hutang - hutang om Bima ayah Abel . Nanti biar pengacara keluargaku yang akan mengurusnya." ucapnya lagi .
"nggak bisa begitu dong. . ."
"Terus gimana om ?" tanta Kenan penuh selidik.
" kalian ini lucu sekali, padahal semasa hidup orang tua Abel selalu membantu kalian, sedangkan saat beliau tidak ada kalian lepas tangan ." sindir Kenan.
Mereka semua terdiam, tak ada yang berani bersuara lagi.
"Abell, cepat kemas barang - barangmu lalu kita segera pergi dari sini ." tita Kenan pada Abel.
Abel terdiam sembari meremas tanganya sendiru, dia bingung dengan situasi saat ini.
"Abel , apa yang kamu fikirkan . Cepatlah bergegas kita segera pergi."
" emm . . Kak Kenan , a - aku sebaiknya tinggal di panti asuhan saja ya kak. Aku takut merepotkan kakak . " ucap Abel dengan suara yang lirih dan sedit bergetar.
"Nggak ada kata penolakan, cepat atau aku tinggal ." ancam Kenan.
Abel bergegas masuk ke dalam kamarnya lagi untuk berkemas.
Ada rasa sedih sekaligus senang di hatinya, sedih lantaran harus meninggalkan rumah ini dan senangnya sekarang dia tidak sendiri lagi. Sedikit senyum menghiasi bibir mungilnya itu.
Ya meskipun dia dan Kenan tak begitu dekat, tpi dia tetep senang karna Kenan datang untuk membawanya, sejujurnya ia juga tidak mau tinggal di panti asuhan. Setidaknya masi ada yang peduli dengannya, dan ia berjanji tidak akan menyusahkan, ia akan patuh pada kakak sepupunya itu.
Setelah ia selesai dengan barang bawaanya , ia bergegas kembali ke ruang tenga . Dimana Kenan sedang menunggunya.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah Abel memecah keheningan di ruangan itu.
"sudah ?" tanya Kenan.
"Hem... ," jawab abel dengan anggukan.
Kenan berdiri dan menghampiri Abel, ia mengambil barang bawaan Abel yang cukup banyak itu
"Ayo . . ." ajak Kenan.
"sebentar kak, Abel mau pamitan sama mereka." tita Abel yang di angguki oleh Kenan.
" Paman, bibi, Om, tante . Abel pamit ya, maaf kalau Abel banyak nyusain kalian." tita Abel dengan kepala merunduk .
Mereka semua membuang muka , mereka tak senang bila Abel tinggal dengan Kenan . mereka iri, karna mereka di tolah menta - mentah oleg Kenan untuk jadi pengasuhnya.sedangjan Abel? Gagal sudah untuk menikmati kekayaan orang tua kenan .
"sudah , ayok." tita Kenan dengan menggandeng tangan Abel untuk ia ajak segera pergi dari sana .
※ ※ ※ ※
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak sepupu pelindungku
Novela JuvenilWarning !!! banyak mengandung adegan 21+++ Abellia putri ( 10 ) memiliki nasib yang begitu malang , kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan . Abel tumbuh besar bersama kakak sepupunya Kenan Aditama (18) karna tak ada satu kerabatpun yang ing...