Happy reading!!
Siang ini queen ingin mengajak naren untuk bertemu Kaka dan abangnya,
Dan kini queen dan naren baru saja tiba di halaman monsion queen.Saat queen baru membuka pintunya, dia melihat Vian yang sedang duduk dan melihat kearahnya dan naren.
Queen terkejut melihat abangnya sudah menatapnya dengan dingin, sedangkan naren tak mengeluarkan eksperesi.
Naren menggenggam tangan queen seakan memberi semangat, queen menatap tanganya yang di pegang naren dan queen melirik naren yang tersenyum manis kearahnya.
Naya yang baru keluar dari dapur melihat kearah pintu utama dan melihat adiknya telah tiba.
"Queen" ucapnya tersenyum dan membuka tanganya seakan menyuruh memeluk dirinya.
Queen yang mendengar suara kakanya langsung mengalihkan pandanganya dari naren, dan berlari kepelukan Naya.
Sedangkan naren mengikuti queen dari belakang.
Nayapun tersenyum dan mengacak-acak rambut queen dengan gemas.
"Masih inget rumah hm?" Ucap Vian yang menghampiri queen dan Naya
Naya yang mendengar ucapan Vian pun langsung memelototinya, berani sekali pikirnya.
Queen langsung gelagapan saat mendengar ucapan abangnya, queen melirik naren meminta bantuannya, tapi naren tak menanggapinya malah tersenyum konyol.
"Sialan awas aja" batinnya menatap tajam naren
"Sudah-sudah, naren ayo silakan duduk" ucapnya tersenyum kearah naren, narenpun menganghuk.
Queen yang mendengar ucapan Yana pun mengerutkan keningnya, kakanya mengenal naren pikirnya
"Kaka ke-" ucapnya di potong naya
"Nanti Kaka jelasin, ayo duduk dulu" ucapnya yang mengerti arah pembicaraan adenya itu
Queenpun menggembungkan pipinya dan menghentakkan kakinya, ia kesel karna omonganya di selang.
Naren dan Vian terkekeh melihat tingkah lucu Adek dan kekasihnya.
"Sinii" ucap naren dan queenpun menurut
Setelahnya naya menjelaskan semuah perihal, naren yang meminta izin untuk menculik queen dan tinggal di monsion Alexander.
Naren yang membantu perusahaan Vian yang hampir bangkrut, dan naren yang menyelidiki kasus orang tuannya yang meninggal karna dibunuh musuh orang tuanya.
Hingga naren menangkap dan membongkar kebusukan orang tersebut hingga mengambil alih perusahaan yang sempet di rebut oleh keluarga Pratama.
Queen yang mendengar pun menangis, ia tidak tau naren diam-diam membantu keluarganya, ia tidak tau naren yang sudah menjaga keluarganya.
Queen menatap naren yang sedang menatapnya juga, naren hanya tersenyum tipis, sedangkan queen langsung memeluknya dan menangis di pelukan naren.
"Kamu emang ga heran apa?, Kaka yang ga pernah nyuruh kamu pulang?" Tanya naya
"Hikss enggaa " ucapnya yang masih menangis
"Queen hiks kira kalian u-udah ga sayang lagi huaaaa"ucapnya menjeritt
Naren menggelangkan kepalanya melihat tingkah queen, naren juga mengusap-usap punggung queen, seakan menenangkan queen.
"Ga mungkin lah, kamu itu kesayangan kita, permata keluarga maheswara" sahut Vian yang sedari diem menyimak percakapan tersebut.
"Huaa abanggg" pekiknya menghambur kepelukan Vian,Vian yang mendapatkan pelukan mendadakpun tak siap, untuk dirinya masih menyandar di sofa.
"Kita juga percaya kalo queen akan di jaga dengan baik oleh keluarga Alexander" ucap Naya yang membuat queen tersenyum.
Setelah acara nangis-nangis tadi, kini naren sedang berada di kamar queen, sedangkan queen dibawah dengan kaka dan abangnya.
Naren menduduki bokongnya ke kursi yang ada di dalam kamar queen, dan naren memejamkan matanya sambil menunggu queen.
Queen yang baru saja membuka pintu kamarnya melotot sempurna, bagaimana tidak, naren tidur dengan baju yang tidak di kancing dan memperlihatkan roti sobeknya.
Queen memberanikan diri mendekati naren yang masih setia memejamkan matanya.Sungguh mata queen seakan tak mau berhenti untuk tak menatap perut naren, entah keberanian dapat darimana, tangan queen telurur ingin memegang roti sobek tersebut.
Setelah menyentuhnya tangan queen seakan kaku, lembut dan sedikit keras menurut queen.
Tangan queen telurut ingin kembali menyentuh perut tersebut, tapi sebuah tangan memegang tanganya.
Naren membuka matanya, dan melihat Queen sedang menatapnya dengan tatapan bodohnya.
Naren pun mengangkat queen ke pangkuannya, queen tentu terkejut dan langsung memeluk teher naren.
"Kenapa hmm?" Tanyanya dengan suara yang rendah
"Ko bisa p-perut naren ada kotak-kotaknya" pertanyaan bodoh yang tiba-tiba terlintas di otak kecil queen
Narenpun terkekeh "karna naren selalu olah raga" sahutnya memainkan rambut queen
"Olah raga apa?, perut queen ko ga kaya naren, padahal queen sering olah raga" pertanyaan polosnya.
"Mau tau?" Tanyanya sambil mengangkat satu alisnya
Sontak queen pun mengguk dengan cepat dan tidak lupa dengan cengiran yang memperlihatkan deretan gigi putih milih queen.
Naren mendekatkan kepalanya dan menahan Tengku queen, sontak queen melotot saat ia menyadari jaraknya dan naren dekat sekali, sampai bisa mencium nafas berbau min itu.
Naren memiringkan kepalanya dan mencium bibir queen dengan secara perlahan.
Queen yang masih bergelut dengan pikirannya pun tersentak, susatu dalam mulutnya yang menuntut untuk di balas.
Queen pun perlahan membalas ciuman naren tersebut, naren yang mendapat balasan pun makan bergairah.
Tangan naren tak tinggal diam ia mengelus-elus bokong queen dengan gerakan seksualnya.
Ciuman mereka semakin ganas, naren berdiri dan berjalan kearah kasur tanpa memutuskan ciuman mereka.
Naren meniduri tubuh queen di kasur dan melanjutkan ciuman mereka, queen sudah di mabuk ciuman naren.
Naren menyudahi ciuman mereka dan mulai menciumi leher jenjang milik queen.
Tangan naren membuka kancing baju milik queen, tatapi mulutnya masih mencium bibir queen.
Setelah naren membuka baju milik queen, naren mencium kembali leher jenjang milik Queen.
"J-jangan" ucap queen saat tangan naren ingin membuka teng topnya.
"Percaya sama akuu" sahut naren menatap mata queen.
Queen bisa melihat mata naren yang mulai sayu dan nafasnya yang sudah tak beraturan.
.
.
.
Haloo gimana ceritanya semoga suka ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Queensha
Teen FictionQUEENSHA DIANDRA AILENE seorang model yang membuat seorang mafia tergila-gila kepadanya, bagaimana kelanjutan kisah queensha dengan mafia tersebut, silakan di baca #karyasendiri