dua puluh satu

96 12 3
                                    

"kamu kelihatan capek bangat Haru"

Saat ini mashiho sedang duduk dibawah sofa sambil menyederkan wajahnya di sofa agar bisa melihat wajah Haruto dari dekat.

Ini udah seminggu semenjak haruto pulang ke rumah. Sudah seminggu pula haruto memaksa mashiho menandatangani surat cerai mereka dan tentu saja selalu mashiho tolak.

Sudah seminggu ini pula haruto memperlakukan mashiho seperti tidak ada selain saat meyuruh mashiho menandatangani surat cerai mereka.

Sudah seminggu juga haruto selalu tidur di sofa dan selalu pulang larut dalam keadaan bau alkohol.

Dan sudah seminggu pula mashiho selalu melakukan hal ini, mengusap sayang wajah haruto yang sedang tidur terlelap. Mengecup seluruh wajah haruto dengan tulus. Dan tidur sejenak disamping haruto agar bisa memeluknya.

Mashiho sangat merindukan haruto, dan hanya saat haruto tidur terlelaplah mashiho bisa mengobati rasa rindunya dengan menatap haruto dari dekat.

Karena jika haruto bangun, jangankan memeluknya, tak sengaja melihat mata mashihopun, haruto sudah langsung membuang muka.

"Haru... Sebenci itukan kamu samaku? Haru, aku tau aku salah, tapi kenapa kamu egois bangat sih? Aku tau kamu sering nge-sex sama junkyu, kamu sering jalan sama dia, kamu sering ke apartment nya sebelum pulang kesini. Itu bahkan kamnu lakukan saat hubungan kita baik-baik saja, kamu seolah tidak puas dengan adanya aku. Tapi aku gpp, aku ga marah walaupun hati aku tuh sakit bangat. Saking cinta nya aku sama kamu Haru. Tapi kenapa dengan tau masa laluku dengan jeongwoo kenapa kamu semarah itu Haru? Dan soal kamu mergokin aku ciuman sama jeongwoo, aku tau itu salah tapi ga se salah kamu ngesex sama junkyu kan?"

Mashiho terisak dan menyembunyikan kepalanya didada haruto, sekarang dia sudah tiduran disamping haruto.

"Hiksss, kenapa dengerin detak jantung kamu nenangin bangat sih haru. Hiskkk. Trus kalau kita nanti cerai, wajah siapa coba nanti yang bakal aku pandangi setiap aku bangun, hikss.. siapa yang bakalan aku kiss-kiss tipis, hufhhhh, detak jantung siapa yang bisa gw dengerin yang bisa bikin gw tenang."

Mashiho makin bergetar, dia bahkan sambil memukul pelan dada haruto saat ini, bodo amatlah kalau haruto bakalan bangun

"Kamu jahat haru, kamu jahat bangat.. tapi aku beneran sayang dan cinta bangat sama kamu Haru. Kamu nggak ya? Kamu sama sekali ga sayang sama aku?"

Mashi... Mashi... Sok manja bangat sih lu, harutonya tidur gitu.

"Bawel.."

"Eh..." Mashiho kaget saat mendengar suara serak haruto, dia bahkan sampai lupa kalau tidak ada sisa tempat lagi dibelakangnya, jadi gerak dikit aja dia pasti akan jatuh kebelakang.

Untungnya dengan sigap haruto menahan pinggang mashiho dan menarik tubuh mashiho makin dekat ke dia.

"Udah tau gw jahat kanapa ga tanda tanganin aja sih surat cerainya?"

Mata mashiho berlinang, dia menatap haruto yang baru berbicara sambil masih memejamkan matanya.

"Brengsek..." Mashiho teriak sambil memukul dada haruto sedikit kencang yang mengakibatkan haruto membuka matanya dan melihat betapa sayu nya tatapan penuh emosi mashiho.

"Gampang ya buat kamu bilang cerai sekarang? Setelah bikin aku jatuh cinta sama kamu? Brengsekk... Brengsek... Brengsek..." Emosi mashiho semakin tidak terkendali, baru kali ini haruto melihat mashiho setantrum ini.

Mashiho teriak, menangis, memaki haruto memukul dada haruto. Awalnya haruto hanya diam melihat mashiho, namun tidak lagi saat mashiho sudah mulai memukuli dirinya sendiri. Entah apa yang ada dipikiran mashiho saat ini. Disatu sisi dia tidak ingin kehilangan haruto, disisi lain dia juga sangat lelah diperlakukan selalu salah oleh haruto, akhir-akhir ini dia selalu merasa dadanya sesak saat melihat haruto, dia sangat takut ditagih terus nanda tangani surat perceraian mereka. Dia ingin bertahan tapi semuanya sangat menyakitkan dan melelahkan. Dia ingin menyerah, tapi dia tidak bisa kehilangan haruto. Dia sudah terlanjur sangat cinta pada haruto.

Haruto meraih lengan mashiho untuk menghentikannya, namun mashiho masih terus berontak.

Akhirnya haruto membalik tubuh mashiho dan mengukungnya dengan kedua tangan mashiho dia kunci disamping kepalan mashiho.

Namun dengan begitu pun mashiho masih terus berontak dan berteriak seolah semua makian ingin dia lontarkan pada haruto.

"Enghhhh" satu satunya cara yang terpikirkan haruto saat ini adalah dengan membungkam mulut mashiho dengan bibirnya.

Dan benar saja, saat ini mashiho sudah kembali tenang, hanya isakan yang keluar dari mulutnya yang sedari tadi teriak dan air mata dari matanya yang saat ini terpejam.

Haruto melepaskan genggamannya ditangan mashiho setelah dia rasa mashiho sudah tenang dan dalam hitungan detik tangan mashiho sudah berganti  tempat di keleher haruto.

Haruto menyesap bibir mashiho sambil mendudukkan dirinya dengan turut membawa tubuh mashiho duduk dipangguannya.

"Shhh.. Haru." Sepertinya isakan mashiho kini sudah sepenuhnya berganti dengan desahan saat bibir haruto kini sudah memanjakan lehernya dan tangan haruto sedang bermain dengan dadanya.

"Ehh???" Mashiho kaget saat tiba-tiba haruto menghentikan semua kegiatannya tadi. Dan menatap mashiho dengan mata sayu.

"Did my father do better then me?"

Mashiho semakin kaget, tubuhnya menegang, jika tadi tubuhnya menegang karena kenikmatan dari setiap sentuhan haruto, kali ini tubuhnya menegang karena rasa takutnya. Rahasia yang ingin dia tutupi dari haruto seumur hidupnya kini sudah terbongkar.

Haruto sudah tau kalau salah satu pelanggan mashiho adalah ayah haruto, papa mertuanya sendiri. Dan kini mashiho tidak bisa berbuat apa-apa lagi, haruto pasti  makin sangat membencinya saat ini dan tidak akan bisa memaafkannya.

"Arghhhhh.." haruto menangis frustasi. Kepalanya terjatuh kepundak mashiho.

"Sekarang siapa yang lebih jahat mashi? Gw apa lu? Disaat gw sudah mutusin buat milih lu ketimbang junkyu, hati gw malah lu hancurin saat gw tau jeongwoo, sahabat gw sendiri adalah salah satu pelanggan lu. Kenapa harus sahabat gw sih mashi?"

Haruto masih menangis dengan kepalanya kini sudah sembunyi dileher mashiho, haruto bahkan mengeratkan pelukannya di pinggang mashiho.

"Disaat gw udah mutusin buat berlapang dada buat ngasih lu kesempatan, hati gw malah makin hancur sehancur-hancurnya saat papa gw juga ada di daftar sekian banyak sugar daddy lue."

Mashiho merasakan haruto semakin bergetar, mungkin karena menahan emosi nya yang mungkin sangat ingin membunuh mashiho saat ini. Mashiho merasakan dadanya semakin sesak, tidak ada lagi pembelaan yang bisa dia lontarkan saat ini.

"Lu ga kasihan sama mama? Mama udah sayang bangat sama lu, bahkan udah nganggap lu kayak anak sendiri."

"Kumohon mashi, ayo bercerai saja. Bahkan saat menyentuhmu pun terasa menyakitkan bagiku mashi, bayangan jeongwoo dan papa selalu hadir."

"Huaah...." Haruto membuang nafas kasar, mencoba menenangkan dirinya, menurunkan mashiho dari pangkuannya. Dan beranjak dari duduknya.

"Itu surat cerainya. Besok akan gw ambil. Gw harap besok udah ada tanda tangan lu disana." Haruto berkata sambil menunjuk surat di atas meja tanpa melihat kearah mashiho, setelahnya mashiho hanya bisa mengikuti kepergian haruto keluar rumah.

Mashiho kacau, bingung, takut dan tidak tau harus melakukan apa-apa. Dia merasa kalau semua ini adalah salahnya dan memeng salahnya.

Dia mengambil surat cerai yang dimaksud haruto, sudah ada tanda tangan haruto disana. Mashiho memerhatikan kertas itu sampai beberpa menit.

Mashiho merasa kosong, pikirannya, hatinya, jiwanya bahkan raganya juga dia rasakan sangat kosong. Menangispun rasanya airmatanya udah kering.

Sampai beberapa saat kemudian dia dikagetkan dengan ponselnya yang berbunyi. Ada panggilan dari nomor yang tidak terdaftar, dia mengangkat namun tidak mengatakan sepatah katapun.

"Hallo mashi. Ini junkyu."

Tubuh mashiho sedikit bereaksi saat mendengar orang yang disebrang sana menyebut namanya junkyu. Suara itu terdengar sangat sendu, membuat mashiho semakin takut memikirkan kemungkinan yang terjadi, karena dia sama sekali tidak pernah berhubungan dengan junkyu.

"Mashi.. gw hamil. Anak Haruto."

TBC

✓ One step closer (Mashiruto, Harushiho)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang