sembilan belas

116 18 2
                                    

"Nggakk..." Mashiho teriak sambil menangis.

Dia ga suka, dia ga akan tau harus berbuat apa kalau sampai kata cerai yang terucap dari mulut haruto diucapkan dengan sungguh-sungguh.

Kata "cerai" yang dulu hampir setiap hari keluar dari mulut mashiho, kini adalah kata yang paling menakutkan bagi dia.

Dia tidak tau kenapa dalam jangka waktu yang sangat singkat dia bisa secinta ini sama haruto, dia bisa setergantungan ini pada haruto, dia bisa setakut ini kehilangan haruto.

"Haru kumohon maafin aku." Mashiho kini menggenggam lengan haruto dengan kedua tangannya. Berpindah kehadapan haruto dan menatap haruto dengan tatapan memohon dan penuh cinta.

Namun haruto seolah tidak peduli, dengan kasar dia menghempaskan tangan mashiho dan berjalan menjauhi mashiho ke arah pintu keluar.

"Kita cerai, gw bakalan urus semuanya. Rumah ini bisa buat lu. Jangan kasih tau orang tuaku dulu."

Haruto berkata tanpa menoleh kearah mashiho. Sementara itu mashiho kini sudah terduduk di lantai sambil menangis.

Ah.. bagaimana ini, mashiho sangat mencintai haruto, dia merasa seperti ingin mati saja saat ini. Kenapa dia terlalu bodoh tadi, mengapa dia lebih memilih egonya tadi.

"Mashi...."

Mashiho tidak mendengar saat jeongwoo yang sedari tadi tidak merasa tenang, kini telah memeluk tubuh bergetar mashiho.

Barusan jeongwoo sudah turun lagi dari kamar mashiho setelah samar mendengar tangis mashiho.

"Mashi.. jangan begini." Kata jeongwoo lagi sambil mengeratkan pelukannya ditubuh mungil mashiho.

Mashiho masih belum bergeming, dia masih asik menangis dan berharap haruto kembali padanya saat ini. Hanya haruto yang dia inginkan, dia tidak mau siapapun yang lain.

"Mashi, udah ya.. stop nangisnya." Jeongwoo kini sudah melepaskan pelukannya dan menatap sendu wajah mashiho.

"Lepasin gw.." kini mashiho malah meneriaki jeongwoo.

"Semua ini gara-gara kamu woo." Marah mashiho terbata-bata karena dia masih sambil menangis.

"Lu jahat bangat tau nggak sih." Mashiho masih betah dengan amarahnya, sementara jeongwoo sudah kembali memeluk mashiho sambil terus mengucapkan kata maaf.

"Kenapa lu ninggalin gw dulu woo. Kalau aku sama kamu, ibu ga akan nerima aku dijodohin sama haruto." Mashiho menarik nafas berat.

" Aku ga akan merasakan cinta yang teramat dalam seperti yang aku rasakan pada haruto. "

"Maaf mashi... Maaf..." Jeongwoo hanya bisa minta maaf.

"Aku benci kamu woo.. aku benci." Kini mashiho hanya berbicara dengan  suara pelan. Sambil memukul-mukul jeongwoo dengan kepalan tangan kecilnya.

Mereka berpelukan sampai beberapa saat sampai lama kelamaan isakan mashiho memelan dan akhirnya hilang.

Dia ketiduran dengan posisi masih menyenderkan kepalanya didada jeongwoo. Entahlah, mungkin dia merasa sangat kelelahan.

Jeongwoo membaringkan mashiho disofa, menyamankan posisi tidur mashiho.

Setelah dia rasa sudah nyaman, Jeongwoo mendudukkan dirinya dibawah sofa, memandangi wajah mashiho sambil mengusak lambut rambut mashiho.

"Maafkan aku." Bisik jeongwoo sambil kini menggenggam tangan mungil mashiho.

***
Mashiho duduk ditempat tidurnya, merenung, menatap kedinding dengan tatapan kosong. Dia terlihat kurus dan matanya terlihat merah dan bengkak, mungkin karena kebanyakan menangis.

Ini sudah hari ke-3, belum sedetikpun dia melihat haruto atau hanya sekedar mendengar suaranya. Haruto sama  sekali tidak pulang kerumah sejak terakhir kali mereka berantam.

Mashiho kini menatap layar ponsel nya, mengharapkan ada keajaiban hingga haruto membuka block nya. Ia, haruto bahkan memblock semua kontaknya. Bahkan nomor baru yang digunakan oleh mashiho untuk menghubungi haruto pun tidak pernah diangkat.

Mashiho tidak diam saja kok, dia bahkan tiap hari ke kantor haruto, tapi tidak pernah ketemu, kata sekretarisnya haruto kebanyakan meeting diluar, dia ke kantor hanya untuk setor muka dan itupun tidak pasti jam berapa.

"Haru.... Aku rindu. Hiksss" kini mashiho sudah kembali menangis.

"Kamu pembohong Haru, kamu bilang kamu ga akan pernah ninggalin aku. Hiks..."

"Ibu.. maahi mau ikut ibu."

Mashiho terlihat sangat putus asa. Dia tidak punya siapa siapa lagi dalam hidupnya, dia tidak punya keluarga lagi untuk tempat mengadu. Dia juga tidak punya sahabat yang bisa diajak berbagi. Dia hanya punya haruto, tapi sekarang harutopun sudah tidak peduli padanya lagi.

***
"Udah dong nangisnya mashi." Saat ini diruang tamu rumah mashiho dan haruto, mashiho terlihat sedang dipeluk dan ditenangkan karina, ryujin dan asahi.

Ia, ini seminggu sudah mashiho menjadi orang linglung karena tidak dengar kabar apapun dari haruto. Karena sudah hampir gila dan bahkan sempat terbersit dipikirannya untuk mengakhiri hidupnya, mashiho entah angin apa menuliskan "tolong... hiks." di group chat mereka ber-4.

Mashiho sangat butuh pertolongan dan satu-satunya yang terpikir oleh mashiho adalah mereka ber-3. Yang untungnya tanpa embel-embel menanyakan "ada apa" di group, karina ryujin dan asahi dengan cepat langsung datang kerumah mashiho dan haruto.

Haruto menceritakan semua nya kepada mereka, bagaimana haruto marah hanya karena mashiho izin ketemu mantannya. Bagaimana haruto tega mengangkat teleponnya saat ada gadis lain yang sedang mendesah karenanya. Bagaimana mashiho hilap berciuman dengan jengwoo dan apesnya kepergok sama haruto. Sampai bagaimana akhirnya haruto menggugat cerai mashiho.

"Jadi sebenarnya hubungan kamu sama jeongwoo itu apa mashi?" Tanya asahi sambil terus menggenggam tangan mashihk setelah mashiho sudah sedikit tenang.

"Pelanggan pertama ku."

***

Maaf pendek. Voment dunks... Biar semangat ngelanjutinnya. Mumpung RL author lagi ga terlalu rempong.

Btw, makasih buat yang masih baca.

✓ One step closer (Mashiruto, Harushiho)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang