TCR-15

869 66 0
                                    

Setelah tangis mereka mereda, Raya lantas menatap sang adik. "Dek? Darimana kamu tahu, jika dia sudah menikah?" tanyanya.

Arabella menghela napas, "Aku melihatnya di sebuah cafe beberapa hari lalu. Ia bersama seorang wanita, dan sedang membicarakan soal anak. Ternyata wanita itu tinggal di dekat rumah teman sekolahku, ia juga mengatakan jika Mas Arya dan wanita itu sudah menikah." Jujur, awalnya ia juga tidak percaya dengan semua itu. Namun ternyata Arabella sempat menghampiri wanita yang di duga istri Arya itu ke toilet, ia juga bertanya apa wanita itu istri dari Arya, dan tentu saja wanita itu mengaku karena Arabella mengaku adalah kerabat Arya seraya menunjukkan beberapa foto selfienya dengan Arya dulu.

"Apa itu sebabnya waktu itu kamu meminta Mbak menelepon Arya?"

Arabella mengangguk.

Raya kembali berkaca-kaca, "Kenapa kamu tidak memberitahu Mbak?"

"Apa Mbak akan percaya?" kini Arabella balik bertanya.

Raya terdiam. Benar, ia tidak akan percaya apa yang di katakan oleh Bella. Karena ia masih berpikir, jika Arya adalah pria yang sangat mencintai dirinya. Tapi ternyata, orang yang ia pikir paling mencintainya adalah orang yang menggoreskan luka dalam pada hatinya.

"Sudah. Sekarang, lebih baik kamu beristirahat Ray. " titah ibunya.

Raya memeluk sang ibu, "Ibu maaf .... " lirihnya.

Sang ibu balas memeluknya, "Tidak apa-apa. Ini semua bukan salah kamu, tidak perlu meminta maaf," katanya. "Bella, antar Mbak ke kamarnya ya," tambahnya.

Arabella mengangguk, dan memapah tubuh lemah kakaknya menaiki satu persatu anak tangga, menuju ke kamarnya.

"Bell, malam ini apa Mbak boleh tidur di kamar kamu?" pinta sang kakak.

Arabella mengangguk tanpa ragu. "Boleh, kasur Bella juga sama besarnya dari milik Mbak,"

Raya tersenyum tipis, "Terima kasih, Bella .... "

"Ugh! Jangan berbicara seperti itu, aku rasanya ingin menangis,"

Raya terkekeh pelan, dan Bella juga melakukannya. Tanpa mereka sadari, sang ibu kembali menangis akan kejadian hari ini. Ia bahkan tidak bisa membayangkan seberapa hancurnya perasaan Raya saat mengetahui semua itu.

Kenapa Arya begitu tega menyakiti Raya? Apa salah Raya padanya sampai ia tega menyakitinya?

K

emudian sang suami datang, dan sang ibu menceritakan semua yang terjadi kepada suaminya, sembari menangis. Sebagai ayah, dan orang tua tentu saja ia murka mendengar semua itu.

"Kurang ajar! Ayah akan mencari anak itu--"

"Ayah jangan. Pliis, Raya pasti tidak setuju dengan tidakan ayah." cegah sang istri.

Suaminya mendengkus. "Tapi bu, anak itu sudah menyakiti Raya. Ayah tidak bisa diam saja!" Sungguh, rasanya ia ingin menghajar Arya, memberikan balasan atas rasa sakit yang di rasakan oleh putrinya.

Sekali lagi, sang istri menahan langkah suaminya. "Ayah, pliis dengarkan ibu. Tolong jangan lakukan apa pun, Raya akan membenci kita."katanya.

Sang suami memejamkan mata, dan menghela napas, lalu menarik sang istri ke dalam pelukannya.

Semua yang terjadi kepada Raya benar-benar membuat keduanya sama-sama sakit dan terluka.

Tapi, mereka tidak bisa melakukan apa pun untuk membalaskan rasa sakit mereka karena pengkhianatan yang di lakukan oleh Arya.

🍂🍂🍂

Abimanyu sudah di rumah sakit, setelah menempuh perjalanan yang cukup macet. Ia di buat terkejut dengan sosok dokter Gia yang berada di dalam kamar rawat neneknya yang tengah menatapnya dengan tajam.

"Kenapa menatapku seperti itu?" katanya sembari melewati tubuh Gia. Membuat dokter itu mendengkus sebal, namun lagi-lagi Abimanyu mengabaikannya dan menghampiri sang nenek."Hai nenek, apa nenek sudah merasa membaik?"

Sang nenek mengangguk, "Sudah. Kamu darimana saja?"

Abi tersenyum lembut, "Kenapa nek, apakah nenek sihir ini memarahi nenek?" katanya sembari menatap Gia.

Gia langsung mencubit pinggang Abimanyu, hingga pria itu meringis. "Nenek sihir matamu! Nenek lihat, cucu nenek ini sangat kejam kepadaku," adunya.

Sang nenek terkekeh melihat kelakuan dua orang di hadapannya itu. "Ayolah, kenapa kalian selalu bertengkar? Kalau kalian ingin bertengkar, lebih baik di luar saja. Nenek ingin tidur."

Abimanyu menghela napas, "Istirahatlah nek, mama dan papa akan datang besok." katanya.

Sang nenek hanya bergumam.

Gia kemudian menarik Abimanyu keluar, dan lagi-lagi menatapnya dengan sangat lekat. "Kenapa wajahmu tersenyum seperti itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi antara kamu dan Raya?"

"Sesuatu apa?" sangkalnya.

Gia berdecak pelan, "Ayolah, kamu pikir aku tidak melihat jika di atas kepalamu, banyak simbol cinta yang melayang-layang?"

Abimanyu tertawa, mendengar ucapan Gia barusan. "Jangan konyol, mana ada yang seperti itu? Kau pikir ini dunia kartun? Ck!"

Tatapan Gia tiba-tiba melunak. "Abi, kamu tidak ingin mencoba membuka hati untuk wanita lain?"

Tawa Abimanyu terhenti. "Kenapa tiba-tiba mengatakan itu? Aku sudah bilang, untuk tidak membahasnya!" serunya.

"Abi, aku tahu jika kamu menyukai Raya, kan?"

Abimanyu terdiam. Ia memang menyukai Raya, tapi ia tidak tahu apakah dirinya pantas? Belum lagi, keadaan Raya saat ini sedang sangat terpukul karena pengkhianatan Arya.

"Abi, cobalah untuk mencintai wanita lain. Kamu berhak untuk bahagia .... "

"Aku memang menyukainya. Tapi Gia, keadaan Raya sedang tidak baik. Aku tidak yakin, apakah lukanya akan sembuh, atau malah meninggalkan trauma" ratapnya. Karena bagaimana pun, ia pernah berada di posisi yang sama dengan Raya. Ia tidak mau malah menambah luka pada Raya.

Ia tahu persis, jika luka akibat kehilangan dan pengkhianatan, akan sangat membekas di relung hati yang tengah merasakanya.

Gia mengerti, meski tidak tahu persis apa yang sedang terjadi kepada Raya. "Perlahan saja, kamu tidak harus mengakuinya secara langsung. Tapi, lakukan dengan perlahan-lahan, sampai ia merasa membaik."

Abimanyu mengangguk, lagipula sekarang ia memiliki Arabella, yang akan menjadi sang informan untuknya. Selama Rayandi liburkan, ah mengingat adik Raya, membuatnya tersenyum ingat akan tingkahnya yang sangat ekspresif.

Dokter Gua tersenyum melihat Abimanyu yang tampak bahagia. "Tapi, hari ini aku melihat jika hubungan kalian sudah cukup membaik. Bukan begitu Abi?"

Abimanyu mengangguk, "Iya, sedikit. Aku akan melakukannya seperti apa katamu. Gia terima kasih karena selalu ada untukku."

Gia menepuk bahu Abimanyu, "Aku akan terus mendukungmu, sampai kamu menemukan kebahagiaanmu." katanya.

Gia merasa sangat bersalah atas Abimanyu. Karena dirinya, pria itu sulit untuk membuka hatinya kembali. Karena itu, ia akan terus berusaha menjadi teman yang baik untuknya, setidaknya sampai anak itu mendapatkan kebahagiaannya.

"Abimanyu, aku harus pulang. Suamiku sudah ada di depan." pamitnya.

"Hm, berhati-hatilah."

Gia mengangguk. "Sampai jumpa lagi!" serunya.

Abimanyu mengangguk dan melambaikan tangannya, sampai sosok Gia sudah tidak terlihat lagi di matanya. Sepeninggal Gia, ia merasa kesepian karena tidak ada teman untuk berbicara, sedangkan neneknya sudah tidur.

Ia memutuskan masuk ke ruang rawat sang nenek, dan duduk di kursi yang berada pada samping ranjang rawat neneknya.

Takdir Cinta Raya [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang