TCR-30

859 64 4
                                    

Tidak ada yang baik-baik saja saat melihat sang kekasih berada di dalam apartemen bersama seorang wanita yang merupakan mantan kekasihnya. Pria itu bahkan sampai melupakan janji untuk pergi kencan, dan malah pergi bersama wanita lain tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepadanya.

Seharusnya ia tidak mudah membuka hatinya. Jika pada akhirnya ia kembali terluka. Luka kemarin saja belum sembuh, kini bertambah satu luka lagi.

Raya mencoba untuk tidak menangis, tapi melihat wajah Sania dan Aletta yang sangat khawatir kepadanya, akhirnya tangis itu pecah.

Sosok Devario menghampiri mereka bertiga yang berada di ruang tamu, dengan Sania memeluk Raya yang tengah menangis.

"Raya? Kenapa kamu menangis?" tanyanya.

Tidak ada yang menjawab, hanya suara tangis Raya yang terdengar.

Setelah perasaannya sedikit membaik, Raya melepaskan pelukan Sania, dan menghapus air mata di wajahnya.

"Ada apa sayang? Kenapa kamu menangis seperti itu?" tanya Devario dengan wajah yang sangat khawatir.

Alisa memijat pelipisnya. "Anakmu itu, berani sekali menyakiti calon menantuku!" kata Sania.

"Menyakiti apa? Apa maksudnya? Kenapa dengan Abi?" tanyanya penasaran. Ia sendiri tidak yakin, bagaimana mungkin Abimanyu menyakiti wanita yang sangat di cintainya itu.

"Papi tahu, anak itu pergi ke apartemennya dengan Gia. Lebih parahnya mereka disana hanya berdua. Anak Papi pergi begitu saja dari kantor tanpa memberitahu Raya, dan siapa sangka, ternyata ia pergi menemui wanita itu!" ucapnya kesal.

Devario terkejut, "Apa? Bagaimana bisa?"

"Tanyakan sendiri kepada anak Papi!" Sania masih saja sangat kesal.

Devario menghela napas, "Mi, mungkin saja Abi melakukan itu karena ada alasannya. Mami tidak boleh sembarangan--"

"Laki-laki dan perempuan berada di dalam satu apartemen, memangnya apa yang akan terjadi? Ayolah Pi, jangan terus membela Abi!"

Devario menyugar rambutnya ke belakang, "Mi--"

"Jika memang ada alasannya, harusnya sebelum pergi Abi memberitahu Raya. Bagaimana pun Raya adalah kekasihnya!"

"Mi--"

Devario hendak membuka mulutnya, namun lagi-lagi Sania menyela. "Apalagi? Papi masih mau membela Abi? Anak papi itu sudah gila, bagaimana bisa ia bersama wanita yang telah menghancurkan hidupnya! Terserah jika papi ingin membelanya, malam ini papi tidur di kamar Abi saja!"

Devario menelan saliva. Yaa, wanita memang seperti itu. Selamanya, ia tidak akan pernah menang berdebat dengan istrinya itu. “Iya, iya. Sekarang apa yang akan Mami lakukan?" tanyanya pasrah. Ia tidak ingin tidur di kamar terpisah dengan Sania.

"Mami  simpulnya.
“Mami mau liburan dengan Raya, dan Aletta!”
Kedua mata Devario melotot, "Apa? Kenapa Mami juga harus ikut?" tanyanya keberatan. Tidak bisa! Ia tidak mau di tinggal Sania!

"Memangnya kenapa Pi? Papi nggak usah lebay deh!” kali ini Aletta yang membuka suara, sedangkan Raya masih diam, dengan Sania yang menggenggam tangannya.

Devario memijat pelipisnya. "Aletta saja dan Raya yang pergi. Mami tetap di sini. Papi nggak kasih izin Mami untuk pergi. Big no!”

"Tapi, bagaimana dengan urusan kantor Pi?" tanya Raya, di sela-sela perdebatan suami, istri tersebut.

Devario menatap Raya, "Tidak usah di pikirkan, Leo akan mengurus semuanya. Mami, tetap tidak boleh ikut berlibur!" tegasnya.

Sania menggelengkan kepalanya. "Ayolah pi, Mami sudah lama tidak--"

"No! Tidak ada liburan untuk mami!" tegasnya.

Sania berdecak, "Menyebalkan!" umpatnya.

Devario melirik Raya dan Aletta, "Aletta, kamu bisa antar Raya pulang, dan mempersiapkan perlengkapan untuk berlibur. Biar Papi yang urus tiket, dan segala macamnya." titah Devario.

“Ke Bali, ya Pi?”
Devario mengangguk. “Siap. Papi akan meminta orang kepercayaan Papi menyiapkan semuanya.”

Aletta tersenyum senang, "Ayo kak!" serunya sembari memapah Raya meninggalkan kediaman keluarga Rafandi.

Sesaat setelah Aletta dan Raya pergi, tiba-tiba saja Devario terkejut saat Sania sudah berada di pangkuannya.

"Sayang, boleh ya?" ucapnya memohon.

Devario berdeham, Sania mengalungkan tangannya pada leher Devario, perlahan istrinya itu mengecup bibirnya.

"Boleh ya Sayang?”

Devario mengepalkan kedua tangannya di belakang tubuh Sania. Sial! Ia tidak boleh goyah. “Tidak Mami.”

Namun, Sania kembali menghujani ciuman di bibirnya, sial! Bagaimana Devario tidak goyah, jika istrinya sudah seperti ini?
Ia benar-benar goyah, ia memeluk pinggang Sania.

"Bagaimana? Sudah berubah pikiran?" tanyanya.

Devario mengangguk. "Boleh, dengan syarat mami harus mengirimkan foto setiap melakukan kegiatan. Sepakat?"

Sania tentu saja sangat senang, "Termasuk saat mandi?" godanya.

Devario mengerang, "Mami.” geramnya.

Sania tertawa.

"Jangan coba-coba memakai bikini, mengerti?" tanyanya.

Sania kembali mengangguk, "Ingin pergi ke kamar sekarang?" tawarnya.

Devario tentu saja tidak menolak, ia langsung membopong tubuh istrinya menuju kamar.

🍂🍂🍂

Setelah semua urusan selesai, Devario mengantar Sania, Aletta dan Raya ke bandara. Sedangkan ibunya sudah ada yang menjaga di rumah, tentu saja sebelum mereka pergi, Sania meminta ia untuk merahasiakan kepergian mereka dari Abimanyu, dan tidak memberitahu ke mana mereka pergi.

"Dah papi!" seru Aletta.

Devario melambaikan tangannya, kemudian Sania memeluknya dengan erat. "Selamat berlibur sayang.” kata Devario.

Sania mengangguk dalam pelukan sang suami, "Terima kasih sayang." balasnya.

Devario mengecup pucuk kepala Sania. Kemudian Sania melepaskan pelukannya berjalan ke arah Aletta, dan melambaikan tangannya.

Devario tersenyum lebar, membalas lambaian tangan mereka, dan setelah memastikan mereka semua sudah naik ke pesawat, ia bergegas pulang ke rumah.

Tapi, tiba-tiba ponselnya berdering, dengan nama Abimanyu yang tertera di layar ponselnya.

"Pi? Mami dimana? Kenapa tidak ada orang di rumah?" tanya Abimanyu dengan panik di seberang sana.

Devario menghela napas, "Papi tidak tahu, Papi sedang ada urusan di luar. Kenapa tiba-tiba menanyakan soal Mami?"

Terdengar erangan frustrasi dari Abimanyu. "Mami dan Aletta membawa Raya Pi.”

"Oh mungkin mereka pergi ke rumah Raya."

"Pi, jika ada kabar dari mami, tolong beritahu Abi ya.”

"Iya pasti.” katanya. Lalu Abimanyu memutuskan panggilan itu dengan sepihak.

Devario menghela napas. Ia sebenarnya tidak tega membohongi putranya, tapi ini permintaan Sania. Mau tidak mau, ia harus menurut.

Takdir Cinta Raya [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang