TCR-19

752 70 1
                                    

"Mr. Chen, terima kasih banyak untuk traktirannya," kata Abimanyu.

Mr. Chen terkekeh, sembari menepuk bahu Abimanyu. "Sama-sama, lain kali kalian berdua yang mentraktir aku.” godanya.

Abimanyu tertawa, "Siap! Kapan pun anda ingin makan, bisa langsung menghubungiku," katanya.

Mr. Chen beralih menatap Raya. "Raya, jangan terlalu di pikirkan. Tersenyumlah seperti biasa.”katanya.

Abimanyu menghentikan tawanya, dengan kening yang mengerut, ia menatap Mr. Chen dan Raya yang sedang membicarakan sesuatu yang tidak ia ketahui.

Memangnya apa yang mereka berdua bicarakan? Dan apakah itu rahasia di antara mereka berdua?

Raya mengangguk, "Terima kasih, Mr. Chen.” katanya.

"Kalau begitu, kami pamit undur diri," pamit Abimanyu.

Mr. Chen mengangguk, "Berhati-hatilah dalam perjalanan," pesannya.

"Anda juga,"

Kemudian Abimanyu dan Raya melambaikan tangan kepada Mr. Chen dan meninggalkan restoran jepang itu. Setelah keduanya meninggalkan restoran jepang itu, suasana di antara mereka tiba-tiba saja mendadak canggung. Padahal sebelumnya hubungan mereka sudah membaik.

"Ray," panggil Abimanyu sembari mengemudikan mobilnya.

Raya tidak menyahut, wanita itu tampak memalingkan wajahnya ke jendela tepat di sampingnya.

"Ray? Kamu baik-baik saja?" tanyanya. Ia merasa heran, mengapa tiba-tiba saja Raya berubah seperti ini.

Lagi-lagi Raya tidak menjawab.

"Ray .... "

Tapi, Raya tidak pernah menjawab apa pun yang di katakan oleh Abimanyu sampai akhirnya keduanya sama-sama terdiam, hingga sampai di kediaman Raya.

Wanita itu turun dari mobilnya lebih dulu tanpa berkata apa pun sama sekali.

"Raya, kamu sudah pulang? Eh--mobil siapa ini?" kata sosok sang ibu.

Abimanyu akhirnya keluar dari mobil, dan menyapa ibu dari Raya. "Hallo tante," sapanya.

"Bu, ini pak Abi. Bos di tempat Raya bekerja.” jelas Raya.

Sang ibu mengangguk, "Hallo, masuk dulu pak Abi.” tawarnya.

"Panggil Abi saja tante," katanya.

Raya menatap Abimanyu, "Bapak mau masuk dulu?" tanya Raya.

Wajah sang ibu dari Raya itu terlihat sangat ramah, dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Menghantarkan perasaan nyaman saat menatap kedua mata teduh itu.

"Ah, lain kali saja tante. Saya masih--"

"Mas Abi!" teriak Arabella yang tampak baru pulang dari sekolah. Anak itu masih mengenakan seragam putih abu-abunya.

"Lho? Kamu kenal dengan nak Abi?" tanya sang ibu. Begitu Bella menyapa Abimanyu dengan sebutan 'Mas', yang menandakan jika putrinya itu mengenal sosok bis Raya dengan akrab.

Arabella mengangguk. "Bu, Mas Abi sering kok mengantarkan Mbak Raya pulang.” Jelasnya, bibirnya tersenyum lebar kepada Abimanyu yang tampak kikuk itu.

Sang ibu beralih menatap Raya, "Lho, tapi kamu tidak pernah bercerita, jika nak Abi sering kemari. Apa jangan-jangan, kamu tidak pernah menyuruhnya mampir?" tuding sang ibu.

Raya berdeham, sudah cukup menjawab jika ia memang tidak pernah meminta Abimanyu mampir.

Sang ibu berdecak. Kemudian menatap Abimanyu dengan penuh rasa bersalah. "Ya Tuhan, kamu ini bagaimana sih. Nak Abi, ayo masuk." ajak ibunya.

Abimanyu sempat melirik ke arah Raya lagi, kemudian wanita itu mengangguk pelan. Mengizinkan dirinya masuk ke dalam rumah, bersama dengan Arabella dan juga ibunya. Abimanyu tersenyum, melihat keluarga Raya yang begitu sangat hangat, dan memperlakukannya dengan baik.
Meski, sampai dirinya masuk ke dalam rumah, Raya masih saja tidak berbicara kepadanya, Abimanyu tetap senang karena bisa akrab dengan keluarga Raya.
"Mas, bagaimana ceritanya Mas bisa pulang bersama Mbak?" bisiknya, saat ibu dan sang kakak tengah menyiapkan sesuatu di dapur.
Abimanyu terkekeh pelan, adiknya Raya ini begitu sangat antusias, dan tidak sabar. Ah, ia jadi ingin menggodanya. "Ya begitu ceritanya,"
Arabella mendengkus kasar, "Begitu bagaimana maksudnya?"
"Ya intinya begitu." kekehnya, yang membuat wajah Arabella kembali kesal.
Lagi-lagi Abimanyu tertawa. Kemudian Abimanyu menceritakan semuanya pelan-pelan kepada anak yang masih memakai seragam sekolah itu.
"Ciee .... " godanya.
"Ssst, jangan berisik. Nanti Raya bisa dengar," sahut Abimanyu.
Mereka tidak menyadari, bahwa Raya sedang memperhatikan mereka berdua dari arah dapur.
"Arabella memang anak yang mudah akrab ya.” ucap sang ibu.
Raya tidak menjawab, ia masih memperhatikan Abimanyu yang tengah bercanda dengan adiknya. Seluruh pikirannya tertuju pada pembicaraannya dengan Mr. Chen tentang kalung yang di kenakannya itu ternyata dari Abimanyu.

"Memangnya, sejak kapan mereka sedekat itu?" gumamnya.

Sang ibu menoleh. “Kenapa Ray? Kamu barusan bilang apa Ray?" tanya sang ibu.

Raya berdeham, "Raya hanya bilang, seharusnya Bella pergi mengganti seragam sekolahnya." kilahnya.

"Oh, biar saja. Besok kan, ia memakai batik Ray.” jawab sang ibu, sembari membawa 3 gelas berisi jus jeruk dengan es batu.

Raya mengekori ibunya, membawa sepiring kue macaroon pembelian Arabella semalam. Ia sempat heran, mengapa akhir-akhir ini anak itu sering membelikannya makanan?

"Nak Abi, ini di minum dulu jus jeruknya.” pinta sang ibu.

Abimanyu mengangguk, sembari menatap Raya yang meletakkan sepiring macaroon di atas meja di hadapannya.

"Raya ke kamar dulu sebentar," pamitnya.

Abimanyu menatap kepergian Raya, ia bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan Raya? Kenapa tiba-tiba sikapnya berubah dingin seperti itu?

"Nak Abi, silakan di makan Nak." ucap ibu Raya.

Abimanyu mengangguk, dan berbincang-bincang bersama dengan ibu dari Raya.

Sampai akhirnya, ia pamit untuk pulang, lalu sosok Raya akhirnya turun dengan membawa sebuah papper bag kecil di tangannya.

"Raya akan mengantar pak Abi sampai depan.” izin Raya kepada sang ibu.

Abimanyu dan Arabella saling berpandangan selama beberapa saat, sebelum akhirnya Abimanyu kembali berpamitan kepada Ibu Raya dan juga Arabella.

"Hati-hati ya, nak Abi.” sahut ibu Raya.

Abimanyu mengangguk, dan keluar dengan Raya yang mengekor di belakangnya.

Begitu sampai di depan mobil Abimanyu, tiba-tiba saja Raya memberikan papper bag kecil itu kepada Abimanyu.

"Bawa pulang itu. Saya tidak membutuhkan barang-barang itu!" serunya.

"Apa ini Raya?" tanya Abimanyu. Ia sungguh tidak mengerti dengan apa yang di katakan oleh Raya.

Abimanyu lantas mengambil pemberian itu dari Raya, dan melihat isi di dalamnya. Ada dua buah kotak kecil beludru berwarna merah maroon, ia ingat pernah memberikan itu semua kepada Raya.

"Kenapa kamu memberikannya kepada saya? Ini pemberian dari--"

"Tidak. Itu sebenarnya pemberian dari bapak, kan? Kenapa bapak berbohong kepada saya? Bapak bahkan tidak tahu betapa bodohnya saya memakai salah satu dari kalung itu di hadapan Mr. Chen, dan mengatakan jika kalung itu adalah pemberiannya!" teriaknya.

Abimanyu terdiam. Jadi, sikap Raya berubah gara-gara ini? Ah sial, ia bahkan tidak sadar jika Raya memakai kalung itu saat mereka bertemu dengan Mr. Chen.

"Ray--"

"Pak, kenapa bapak berbohong?" selanya, masih dengan intonasi yang sedikit tinggi.

Abimanyu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ray, jika saya mengatakan yang sebenarnya, apa kamu akan menerimanya? Saya tahu, seberapa bencinya kamu terhadap saya." papar Abimanyu.

Hah? Apa maksud dari perkataan Abimanyu barusan?
“Tapi, kenapa bapak memberikannya kepada saya? Apa bapak menyukai saya?"

Abimanyu terdiam beberapa saat, kemudian menghela napas, sembari menatap Raya dengan serius.

"Saya boleh jujur sekarang?" tanyanya.

Raya mengangguk. "Tentu saja,"

Abimanyu terdiam cukup lama, sampai akhirnya ia menghela napas dan menatap Raya dengan lekat. "Iya, saya menyukai kamu." katanya.

Raya sedikit terkejut, "Bapak bercanda?"

"Kamu meminta saya untuk jujur, kan? Lantas, untuk apa saya berbohong?"

Raya lantas memalingkan wajah, memutuskan pandangan Abimanyu yang menatapnya. Ia mengusap wajah, dan kembali menatap Abimanyu.

"Pak, kenapa saya?" tanya raya sengit.

"Kenapa? Apakah kita bisa memilih untuk jatuh cinta kepada siapa? Apakah mencintai harus ada alasannya? Tidak ada Raya," jawabnya.

Raya benar-benar tidak percaya dengan semua yang di katakan oleh Abimanyu. Bagaimana bisa pria itu menyukainya?

"Ray--"

"Bapak, silakan pulang. Tinggalkan rumah saya sekarang juga. Saya tidak ingin melihat wajah bapak untuk sekarang," tekannya. Demi Tuhan, ini semua benar-benar sangat tidak masuk akal.

Abimanyu tiba-tiba terkekeh hambar, membuat Raya terpaksa melihat ke arah pria itu.

"Apakah, setelah pengakuan ini kamu akan menghindari saya, dan tetap akan resign?" ucapnya frustrasi.

Raya lagi-lagi mematung. Lidahnya tiba-tiba saja mendadak kelu, mendengar nada bicara Abimanyu yang frustrasi seperti itu, membuat hatinya sedikit berdenyut.

"Baiklah, saya tidak akan memaksa kamu untuk terus bekerja di perusahaan saya, setelah pengakuan tidak tahu diri dari saya. Saya tidak akan menghalangi kamu lagi, jika ingin resign.” katanya. Lalu pria itu membuang papper bag di tangannya ke tempat sampah di depan rumah Raya.

Lalu, tanpa mengatakan apa-apa pria itu memasuki mobilnya dan langsung mengendarainya meninggalkan kediaman Raya.


Takdir Cinta Raya [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang