TCR-35

774 54 3
                                    

"Raya? Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Abimanyu dengan heran. Dari mana kiranya wanita itu tahu jika ia sedang berada di bar?
Raya menatapnya dengan khawatir, "Kamu kenapa di sini?" katanya balik bertanya.
Abimanyu mengusap hidungnya pelan, sesuatu yang sering ia lakukan ketika ia sedang menyembunyikan sesuatu.

"Mas?" panggil Raya lagi.

"Aku hanya ingin minum.” singkatnya.

Wanita di hadapannya itu menghela napas pelan, dan lalu duduk di sampingnya. "Kamu marah?" tanyanya.

Abimanyu menggelengkan kepalanya, "Tidak. Kenapa harus marah? hubungan kita tidak ada masalah, bukan?" katanya sembari meminum alkohol di gelasnya. Bersikap masa bodo dengan Raya yang tengah menatapnya.

"Kamu bisa terus terang jika memang marah. Kenapa harus mabuk?"

Abimanyu mendengkus kasar. "Aku tidak marah, Raya Fatarisa.” tekannya.

Lalu, keduanya saling terdiam selama beberapa saat. Sampai akhirnya Abimanyu menenggak habis minuman pada gelas miliknya. "Ray."

Raya menatapnya.

"Kita break dulu. Untuk beberapa hari, kita hidup masing-masing saja dulu, sampai--"

"Kenapa tiba-tiba seperti ini, Mas? Kamu marah? Aku akan minta maaf--"

"Raya, plis .... " selanya.

Raya masih menatap wajah Abimanyu dengan lekat. "Kamu marah, karena aku selalu mengalihkan topik pembicaraanmu soal pernikahan. Iya, kan?"

Abimanyu tidak merespons ucapannya. Pria itu tampak mengalihkan tatapannya ke arah lain, enggan menatap wajah Raya yang terlihat penuh sesal.

"Tidak Raya, ini bukanlah kesalahanmu. Ini salahku, selama ini aku merasa belum menjadi kekasih yang baik untukmu. Selama beberapa hari itu, aku akan mencoba introspeksi diri,"

Raya menggeleng. "Tidak Mas, selama ini kamu sudah menjadi kekasih terbaik. Pria yang tidak akan pernah ku temui dimana pun. Plis Mas, jangan memintaku untuk menyetujui saranmu," pintanya.

Abimanyu memijat pelipisnya, ia melepaskan jas miliknya, kemudian berdiri dan memakaikan jas itu ke tubuh Raya yang hanya memakai kemeja di cuaca dingin. "Aku akan pulang. Kamu juga harus pulang," katanya.

"Mas .... " lirihnya.

Abimanyu menggelengkan kepalanya. "Tidak Raya, keputusanku sudah bulat," katanya, sembari mengusap pucuk kepala Raya dengan lembut.

Tangis Raya tumpah di hadapan Abimanyu. “Mas .... " isaknya.

Abimanyu melepaskan tangannya dari pucuk kepala Raya, lalu pria itu melangkah mundur beberapa langkah dari Raya.

Raya semakin menangis, "Mas .... " panggilnya.

"Mas Abi!" teriaknya, tapi sosok Abimanyu berbalik arah dan meninggalkannya yang menangis sendirian di bar.

Apa Abimanyu sudah menyerah?

Sembari menangis, Raya turun dari kursi dan berlari mengejar sosok Abimanyu. "Mas Abi!" ia kembali berteriak memanggil sosok pria yang berjalan jauh di depannya.

"Mas!" teriaknya, tapi sosok itu masih tidak menghiraukan teriakannya.

Raya putus asa, tenaga, hingga suaranya terasa habis karena memanggil dan menangisi sosok pria itu. "Mas Abi .... " isaknya pelan, sambil menatap punggung Abimanyu yang menjauh dan memasuki mobil, meninggalkan dirinya yang menangis sendirian.

Abimanyu benar-benar menyerah. Bahkan pria itu tidak mencoba menghapus air matanya lagi seperti dulu, semua ini karena keegoisan dirinya. Ia tidak ingin kehilangan lagi untuk yang ke sekian kalinya.

Takdir Cinta Raya [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang