Part 1

19.2K 1K 65
                                    

Seorang gadis dengan seragam sekolah menatap datar bangunan megah yang tidak lain adalah 'rumah'nya. Memandang sinis tanpa minat, gadis itu membenarkan topi dan masker yang di kenakannya, memastikan bahwa wajahnya tidak akan terlihat.

Ketika masuk, suara tawa yang begitu hangat terdengar. Bila saja orang luar yang mendengar pasti akan mengira bahwa keluarga ini begitu harmonis. Ya memang harmonis bila saja tidak ada dirinya. Berdecak malas gadis itu melangkah masuk menanti drama yang sudah diberitahukan padanya.

"Kak, kok baru pulang udah jam segini?" suara lembut namun terdengar begitu menjijikan bagi gadis itu. Malas menanggapi, suara celetukan seseorang membuatnya berhenti.

"Udah cupu, bego, sekarang juga bisu" suara laki-laki yang menjengkelkan namun berstatus kakaknya itu pun juga tak digubrisnya.

"Dasar kurang ajar, tidak tau tata krama" suara dalam pria paruh baya kali ini yang menyindirnya.

Senyuman tipis terbit di bibir yang terhalangi masker itu, kali ini dirinya langsung membalik badan dan berjalan kearah 'keluarga'nya berkumpul, tanpa basa basi langsung duduk di sofa yang terletak bersebrangan dengan manusia yang berstatus ayah, ibu, kakak, dan adik angkatnya.

"Baik, silahkan bertanyalah" ucapnya santai menatap remeh seluruh anggota keluarganya yang menatapnya sedikit bingung karena perubahannya. Ya, biasanya seorang Tabitha Eira Hartigan hanya akan menunduk takut tapi tidak untuk kali ini, Tabitha sekarang dengan berani menatap semuanya tanpa gemetar.

"Ngapain duduk disana? Ngerusak suasana aja, jijik tau gak liat muka lu itu"

Alis Tabitha terangkat sebelah, tangannya kini bersedekap "kalian ingin bertanya bukan? Nanti diacuhkan ngamuk, sekarang dengan baik hati saya akan menanggapi apa yang ingin kalian tanyakan agar tidak main sindir menyindir. Terlalu kekanakkan. Saya bahkan duduk menatap kalian, tanda tata krama, bukan?"

Semua terdiam sesaat dengan balasan yang pertama kali mereka dapatkan dari Tabitha. Ah mari berkenalan singkat terlebih dahulu,

1. Alvin Basman Hartigan – Kepala keluarga Hartigan a.k.a ayah Tabitha (45th)

2. Davina Fawnia Hartigan – ibu Tabitha (43th)

3. Simon Baskara Hartigan – kakak pertama Tabitha (17th)

4. Theo Baskara Hartigan – kakak kedua Tabitha (17th)

5. Tabitha Eira Hartigan – (16th)

6. Ririn Dafhina Hartigan – adik angkat (15th)

Ucapan Tabitha tidak ada yang menyautnya membuat Tabitha mendengus "jika tidak ada yang ingin berbicara maka saya anggap tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, saya permisi" baru hendak berdiri suara sinis seorang ibu membuatnya geli. Tabitha yakin pasti semua orang terpancing emosi karena dirinya yang menggunakan bahasa formal seakan justru tidak menghargai mereka sebagai 'keluarga' melainkan orang asing. So What? Bukankah seharusnya mereka senang?

"Begini cara kamu berbicara sama orangtua hah? Ck! Dosa apa saya sampai bisa memiliki anak seperti kamu. Lihatlah Ririn, dia cantik, pintar, dan anak yang baik, tidak seperti kamu"

Ririn menyunggingkan senyumnya kecil tanpa menyadari bahwa ada 2 orang yang melihat senyum itu.

Lagi mereka dikejutkan dengan reaksi Tabitha, bukannya menangis seperti biasa namun kini justru terkekeh sinis "ekhem tuan dan nyonya Hartigan yang terhormat serta para tuan muda dan nona muda penerusnya, saya ingin bertanya, apakah saya keluarga kalian?"

"Cih gak sudi gue punya adik burik dan bego kaya lu, cuma bikin malu" ketus Theo memandang jijik Tabitha.

Tabitha hanya mengangguk kecil lalu melirik Alvin dan Davina "bagaimana dengan kalian?"

New Me : 0.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang