"Dimana orangnya, Zee?" tanya Tabitha pada 0.2.
Saat ini dirinya tengah berada di escalator turun untuk menuju lobby Rumah Sakit karena mendapatkan misi dari 0.2.
"Itu yang sendirian memakai jas kantor berwarna biru navy, nona."
Tabitha mengedarkan pandangannya pada para kursi yang berjejer sepi karena waktu memang menunjukkan pukul 2 pagi.
Terlihatlah seorang pemuda tampan yang tengah duduk sembari bersedekap tangan di depan mata, tak lupa matanya yang tertutup. Posisinya seperti orang yang tidur namun dengan tampilan keren dimata Tabitha. "Itu Reygan? Cakep bener. Kalau gini mah gue sebagai Tabitha lebih milih dia lah di banding adek bajingannya."
"Sebaiknya nona segera menghampirinya dan mengalihkan pemikirannya dari perselingkuhan ibunya itu sekarang. Dia sudah bersiap akan pergi."
Ya, misi Tabitha saat ini adalah mengalihkan pemikiran rumit Reygan yang melihat dengan mata kepalanya sendiri dimana sang ibu bercumbu dengan pria lain selain ayahnya dan bahkan Reygan mendengar bahwa ibunya yang baginya itu sudah 'tua', tengah hamil anak selingkuhannya. Tabitha dibuat terkejut dengan fakta itu. Oh malangnya nasib Reygan. Namun disisi lain juga heran dengan Reihan. Mengapa menurunkan sifat ibunya yang gemar berselingkuh.
Sebenarnya tidak dapat dikatakan 'gemar'. Hanya pernah sekali berselingkuh darinya dan itu dengan mantan adik angkatnya sendiri itu.
Baiklah, demi menuntaskan misinya karena hadiahnya cukup berharga. Maka, Tabitha langsung saja mengubah ekspresinya untuk melakukan drama kecil.
"Loh Reihan? Ngapain lo disini?" Tabitha menyapa, berpura-pura bahwa salah mengenal sosok itu sebagai mantan kekasih dajjalnya.
Mata Reygan terbuka dan melirik kepada sosok Tabitha.
Cantik
Reygan tak menampik bahwa sosok perempuan di depannya sangatlah cantik namun hatinya terlalu beku untuk luluh semudah itu. Hatinya tidak mudah disentuh hanya karena paras semata.
Reygan tak menjawab sapaan Tabitha karena merasa dirinya bukan Reihan. Reygan mencoba memahami bahwa sosok perempuan di depannya itu salah mengenalnya sebagai adiknya. Memang dirinya dan Reihan bila dilihat sekilas, cukup mirip. Namun bila diperhatikan lebih dalam, tentu lebih tampan Reygan, terbukti dari persentase ketampanan dan daya tariknya.
"Sombong banget mentang-mentang udah berhasil tunangan sama selingkuhan." Ledek Tabitha sembari duduk tanpa malu di sisi kanan Reygan.
Alis sebelah Reygan terangkat, dirinya memang tak tahu perihal masalah percintaan sang adik. Dia tidak sedekat itu dengan adiknya karena memang dirinya tumbuh besar di Kanada.
Tabitha terkekeh sinis. "Setelah nyelingkuhin gue secara terang-terangan dan sekarang belaga gamau ngomong sama gue. Ternyata lo se brengsek itu ya, Rei. Gue bersyukur bisa lepas dari hubungan toxic sama lo. Semoga lo gak di selingkuhin sama Ririn karena lo tau? Karma is real, dude."
Tabitha berdiri dan hendak pergi namun tiba-tiba pergelangan tangannya di cekal oleh Reygan dan itu membuat Tabitha tersenyum kecil tanpa terlihat. Dengan cepat Tabitha menepis tangan Reygan karena masih berpura-pura bahwa Reygan adalah Reihan. "Ga usah sentuh gue, kulit gue terlalu berharga untuk bersentuhan sama orang kaya lo."
Terlihat bahwa Reygan terkejut. Sungguh terkejut karena ini adalah pertama kalinya dirinya diperlakukan demikian terlebih oleh kaum hawa yang biasanya begitu mendamba pada dirinya. Reygan jadi penasaran dengan sosok Ririn. Seberapa cantik kah Ririn hingga menyelingkuhi sosok sangat cantik di depannya itu. Bila dirinya menjadi Reihan, maka dirinya akan merasa bangga mendapatkan perempuan spek maksimal seperti perempuan di depannya.
"Gue Reygan." Ucap Reygan dengan ekspresi datarnya, mendongak menatap Tabitha yang memang sudah berdiri.
Tabitha terdiam, berpura-pura bingung lalu seketika matanya membulat dengan mulut menganga lebar. Itu sangat konyol namun berkat daya tarik dan kecantikan yang sempurna. Perbuatannya cukup terlihat menggemaskan bagi orang lain.
"Kakaknya Reihan? Yang di Kanada itu?" tanya Tabitha terlihat ragu.
Reygan mengangguk singkat. "Hm."
Tabitha langsung berkikuk ria sembari terkekeh hambar. "Oh maaf udah ngerusuh. Dikirain tadi si bajingan itu. Eh maksudnya adiknya kakak."
Reygan mendengus. "Panggil nama aja, umur kita tidak begitu jauh berbeda, kan?"
Tabitha mengangguk saja. "Yaudah kalau gitu maaf ganggu, saya pamit dulu ka.. eh Rey."
"Duduk dulu sebentar, temani saya." Reygan merasa sedang membutuhkan teman saat ini sehingga makhluk cantik tak diundang di depannya menjadi salah satu pelampiasan, sepertinya tidak masalah. Lagipula tadi juga Tabitha yang melampiaskan amarahnya lebih dulu, jadi anggap saja timbal balik.
Kedatangan Tabitha dengan cerocosannya mampu membuat Reygan berpaling pemikiran dari kejadian memalukan yang dilakukan ibunya. Meski mungkin hanya sesaat.
Tabitha yang memang sedang melakukan misi, langsung menuruti permintaan Reygan.
Beberapa menit tak ada pembahasan hingga Tabitha jenuh sendiri. "Ini kita cuma duduk diem ya? Ini udah jam 2 loh. Saya ngantuk banget ini. Gak liat saya pake baju pasien? Gak boleh tidur terlalu larut." Cerocos Tabitha berusaha berbicara sopan semi formal namun lidahnya cukup gatal dan sedikit geli ketika berbicara bukan 'gue-lo'.
Lagi, Reygan cukup merasa unik dengan Tabitha. Meski cantik namun terlihat sama sekali tak menjaga image. Setidaknya bersikap lebih anggun sedikit dan bila bicara tidak terus menerus seperti kereta api. Tapi, Reygan akui dirinya cukup terhibur meski Tabitha tidak sedang menghiburnya.
Reygan, "kamu kalau bicara apa tidak bisa pelan ya? Selalu menyerocos seperti tadi?"
"Hah?" Tabitha yang di komentari menjadi bingung harus bereaksi bagaimana dan yang reflek lidahnya ucapkan justru kata 'hah'.
Reygan menekan dagu Tabitha ke arah atas agar mulut yang menganga itu menjadi tertutup. "Bahkan tak ada anggun-anggunnya. Mungkin itu sebabnya kamu diselingkuhi."
Kali ini mata Tabitha melotot. Perempat siku seperti muncul di kepala Tabitha. "Zee, boleh digetok aja palanya gak sih? Ngajak ribut dia!"
"Sabar, nona. Mulutnya memang pedas namun hatinya tak sepedas itu."
"Kalau selingkuh karena kekurangan saya, itu berarti memang dia nya aja yang nganggap ada manusia sempurna bak malaikat diluar sana. Laki kan emang gak pernah puas." Protes Tabitha dengan mata julid tak terkontrol lagi ketika menatap Reygan.
Kali ini Reygan ikut mendelik tak terima. "Jangan sama ratakan semua lelaki itu sama. Sekalipun saya tidak puas dengan kekasih saya di masa depan, pantang bagi saya berselingkuh."
Tabitha memutar bola matanya malas. "Sekarang ngomong gitu, entar juga berubah pas liat perempuan lain memiliki kelebihan yang jadi kekurangan pasangannya."
Mata Reygan melotot kesal. "Heh makin kemana-mana aja kamu fitnahnya. Terus kamu pikir orang yang punya kelebihan dari kekurangan pasangan itu tak punya kekurangan? Semua orang punya kekurangan dan kelebihan."
"Loh kok jadi ngamuk? Kan disini situ duluan yang nyari perkara sama saya pake acara ngehina keanggunan saya. Mending kakak pulang sana dan omelin tu adeknya. Nasehatin. Semua kata-kata kakak cocoknya buat dia. Udah ah, saya mau tidur aja. Disini bisa-bisa saya nambah satu penyakit, darah tinggi. Bye." Lalu Tabitha pergi begitu saja meninggalkan Reygan yang mengulum senyum. Dirinya sangat terhibur. Melihat Tabitha kesal, sepertinya cukup menyenangkan bagi Reygan.
"Hah~ bukankah dia cukup antik untuk disia-siakan? Apa Ririn lebih langka lagi?" tanya Reygan pada dirinya sendiri. Lebih tepatnya berkomat-kamit sendiri.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0.2
FantasySuara Tabitha terdengar kembali, "lihatlah, saya meninggalkan semuanya disini, saya tidak membawa uang sepersenpun milik kalian, saya hanya meminta pakaian yang melekat pada saya sekarang, nyonya Hartigan dapat mengecek dalaman saya bila khawatir sa...