Tabitha kini merenung dengan mata yang seolah memperhatikan pembawa suara di depan sana. Setelah memberikan jas dan coklat hangat, keduanya kembali fokus pada kegiatan acara. Hingga waktu istirahat untuk makan tiba.
Ternyata diluar sana tengah hujan deras sehingga anggota BEM meminta semua tetap pada bangkunya masing-masing. Untuk makanan, mereka telah memesankannya dan menunggu hingga siap dibagikan.
Banyak orang yang menggunakan waktunya untuk saling berbincang. Tabitha berpikir, pastilah mereka telah akrab dengan masing-masing anggota mereka. Tidak seperti dirinya yang kemarin pingsan dan bahkan hari ini terlalu mengantuk untuk berbasa-basi.
Yang Tabitha kenal dalam kelompoknya hanyalah Reihan. Dan Tabitha tidak ada niat untuk berbicara dengan Reihan.
Reygan bangkit dari tempat duduknya hingga membuat Tabitha reflek mendongak. Tabitha tidak bertanya dan Reygan tidak menginformasikan. Sehingga keduanya hening dengan Tabitha yang menatap langkah Reygan.
"Hai." Tabitha menoleh kesampingnya dan terdapat sesosok perempuan yang satu kelompok dengannya. Sosok yang memiliki wajah tegas. Tabitha menduga bahwa perempuan di depan matanya ini pastilah sosok atlet yang kuat. Entah benar atau tidak.
Tabitha tersenyum ramah membalas sapaan perempuan itu. "Halo."
"Kenalin. Gue Clara. Panggil aja Cla atau Lara, bebas." Sambil mengulurkan tangannya.
Tabitha menyambut uluran tangan Clara. Terasa kulit tangan Clara yang cukup kasar namun masih cukup nyaman digenggam.
"Gila sih, kulit lo lembut banget. Gak kaya gue yang macam kuli." Clara berkomentar dengan wajah yang cukup datar namun ramah diwaktu yang bersamaan. Membuat Tabitha tak tersinggung sama sekali.
"Lo pasti gemar ngelakuin aktivitas yang menggunakan keterampilan tangan. Kan? Wajar kalau jadi kasar." Tabitha berusaha menyenangkan lawan bicaranya.
"Hahaha mungkin kali ya. Gue kapten basket putri sewaktu high school. Gak cuma gue sih. Sebelah gue kebetulan tim gue dulu. Namanya Olivia." Tabitha memiringkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan Olivia yang ikut menoleh dan tersenyum.
Pantas saja keduanya tinggi. Ternyata mereka anggota basket. Sudah Tabitha duga bahwa ketiga perempuan di kelompoknya, pastilah atlet atau model. Benar saja dugaannya. "Halo, gue Tabitha." Tabitha dengan ramah mengulurkan tangannya meski harus melewati tubuh Clara.
Olivia pun tak kalah ramah menyambut Tabitha. "gue Olivia. Panggil gue Olive."
Baru saja Tabitha merasa tidak mengenal anggotanya. Kini akhirnya dirinya mampu berkenalan. "Oh ya, kalau yang ujung siapa?" Tabitha mencoba bertanya perihal sosok anggota perempuan terakhir yang dirinya tak kenal.
Clara dan Olivia menggeleng. "Kita gak tau. Dia susah diajak ngomong soalnya dia baru belajar bahasa Indonesia." Jawab Clara. Dirinya kemarin hari sudah mencoba mengajak berkenalan namun sulit karena perbedaan bahasa. Sehingga kini Clara dan Olivia tidak berani mengajak perempuan itu berbicara.
Tabitha menautkan alisnya iba. Pastilah perempuan itu kesepian karena tak memiliki teman. Bila dirinya berbahasa asing. Berarti dirinya bukanlah asal negara yang sama. Wah, pasti semakin sulit untuk beradaptasi. "Memangnya dia orang mana?"
Olivia, "kemarin kalau gak salah denger dari salah satu anggota BEM, dia asal Russia."
Pantas saja memiliki tubuh tinggi, langsing, semampai.
Bersyukur Tabitha memiliki seluruh bakat berkat pembelian dari sistemnya. Mengetahui berbagai bahasa sangatlah mudah.
Akhirnya dengan berani, Tabitha berdeham kecil.
*(anggap bahasa rusia)
"(Halo yang duduk disana.)" Tabitha semakin memajukan tubuhnya agar mampu melihat sosok perempuan itu lebih jelas.
Mendengar bahasa yang dikenalnya. Perempuan itu dengan cepat menoleh dan terkejut karena ternyata dikelompoknya ada yang fasih berbahasa rusia. Sungguh dirinya senang saat ini. "(apa kau berbicara denganku?)"
Tabitha mengangguk. "(Ya. Salam kenal. Aku Tabitha. Siapa namamu?)"
Dengan senyuman lebar nan cantik, perempuan itu langsung berdiri dan mendekati Tabitha, berdiri di depannya. Bersyukur waktu sedang istirahat sehingga tak mempermasalahkan bila ada yang berdiri maupun berjalan kemanapun selama tidak menimbulkan kerusuhan.
"(Aku Sashenka Oxana asal Rusia. Senang berkenalan denganmu. Akhirnya aku memiliki teman yang mampu mengerti ucapanku.)" Sashenka dengan antusias meraih tangan Tabitha dan seketika terbelalak. "(Kenapa kulitmu sangat dingin? Apa kamu sakit?)"
Tabitha tertawa kecil dengan ke antusiasan Sashenka. Nama yang cukup sulit di ucapkan namun cukup cantik di dengar. "(Aku hanya kedinginan. Tapi ketua kelompok kita sudah meminjamkan jas nya untukku. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku.)"
"(Ekhem! Kembalilah ke tempat dudukmu. Makanan akan mulai dibagikan)" Tiba-tiba Reygan sudah kembali dengan dus yang cukup besar. Terlihat itu adalah kotak makanan.
Semua justru fokus pada makanan yang dibagikan, melupakan Reygan yang ternyata fasih juga berbahasa rusia.
Sashenka tanpa membantah langsung kembali duduk disisi Olivia.
Reygan membagikan nasi kotak yang cukup besar pada setiap anggotanya. Mereka cukup puas karena isi makanannya tampak menggiurkan.
Tabitha sendiri hanya dapat menunggu gilirannya. Namun, hingga dus yang dibawa Reygan habis, Tabitha tidak mendapatkan apapun. "Loh kak, punyaku mana?" Tabitha sudah kelaparan dan dirinya tak mendapatkan apapun?
Dengan wajah datar, Reygan menjetik kening putih Tabitha. "Kamu tidak bisa memakannya. Untukmu tunggu sebentar lagi."
Seketika Tabitha baru tersadar bahwa memang dirinya berbeda. Dirinya hampir melupakan itu.
Seseorang datang dan memberikan dua kotak kepada Reygan, yang langsung diberikan anggukan sebagai symbol terimakasih ala Reygan.
Reygan duduk dan memberikan satu kotak pada Tabitha, yang langsung diterima oleh sang empu.
Dengan cepat Tabitha membuka kotaknya dan terisi berbagai macam sayuran kukus tanpa adanya saus maupun mayonesse karena itu tak sehat. Orang lain melihat makanan Tabitha pastilah tak selera. Begitupun Tabitha. Namun Tabitha hanya mampu tersenyum paksa. Sudah lama sekali dirinya tidak merasakan makanan gurih dan pedas. Lidahnya mulai mati rasa menyantap makanan hambar yang katanya penuh gizi itu.
Tabitha melirik kotak makan yang dibuka oleh Reygan dan matanya membulat karena makanan Reygan sama persis seperti miliknya. "Kakak kenapa tidak makan daging panggang seperti yang lainnya?"
Reygan tanpa ragu memakan sayuran kukus dan mengunyahnya. Setelah tertelan, Reygan hanya melirik singkat pada Tabitha. "Kamu tidak sendirian." Lalu mulai memakannya lagi.
Tabitha membeku sesaat hingga akhirnya tersenyum menatap Reygan yang lahap memakan makanan hambar itu. Dengan gemetar karena menahan perasaan membuncah di hatinya, Tabitha ikut melahap isi kotak makannya.
Air mata menetes begitu saja dari sudut matanya namun mulutnya tersenyum meski penuh dengan sayuran yang dimasukkan rakus olehnya. "Hmm tidak buruk." Cicit Tabitha menahan rasa tercekat di tenggorokannya.
Clara dan Olivia yang cukup dekat dengan Tabitha merasa bingung namun tersentuh di waktu yang bersamaan.
Keduanya berpikir bahwa Tabitha sedang berdiet. Namun melihat betapa sendunya Tabitha menatap makanannya. Mereka mulai berasumsi lain yang cukup tidak menyenangkan. Bahkan reaksi Tabitha ketika Reygan menemaninya makan makanan yang sama. Membuat mereka entah mengapa terharu.
Di belakang Tabitha dan Reygan. Lagi-lagi Reihan merasa menjadi penonton drama romansa yang cukup menjengkelkan.
Ketika istirahat dirinya ingin menyapa namun terlalu gengsi karena takut tidak diacuhkan. Reihan memilih menunggu ketika Tabitha hanya sendiri. Tapi kini menyaksikan hal menyebalkan lagi.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0.2
FantasySuara Tabitha terdengar kembali, "lihatlah, saya meninggalkan semuanya disini, saya tidak membawa uang sepersenpun milik kalian, saya hanya meminta pakaian yang melekat pada saya sekarang, nyonya Hartigan dapat mengecek dalaman saya bila khawatir sa...