Tabitha yang baru saja menyelesaikan acara masak dan makannya pun, kini tengah duduk di balkon menatap kerlap kerlip kota yang cukup indah baginya.
Tabitha, "Zee? Malam-malam begini, enaknya gue ngapain ya?"
"Tidur, nona."
Jawaban 0.2 membuat Tabitha mencebik kesal, "Ya selain tidur maksudnya, Zee."
"Tapi kan ini sudah malam dan malam itu waktunya untuk tubuh beristirahat."
Tabitha memejamkan matanya untuk menenangkan emosinya yang terkuras sebab batas kesabaran yang begitu tipis itu. "Tapi ini masih jam Sembilan. Gue bukan anak SD yang jam Sembilan udah harus bobo di kasurnya sama bonyoknya."
"Kalau begitu saya juga tidak tahu, enaknya anda harus melakukan apa."
Tabitha, "yaudah lah percuma nanya kalau begini caranya. Tapi Zee, kira-kira ada misi gak yang buat gue bisa ningkatin poin gue? Kan lumayan bisa diduitin semua poinnya."
"Untuk mendapatkan poin ya harus menunggu misi, nona. Tapi ada misi sampingan yang bisa nona kerjakan untuk menambah poin walau tidak banyak."
Tabitha langsung berbinar-binar. Beruntung dirinya tinggal di penthouse sehingga tidak ada yang mungkin dapat melihatnya kecuali orang itu berada di penthouse seberang. "Apa itu?"
"Menjadi manusia baik. Alias, dengan melakukan satu kebaikkan, nona akan mendapatkan satu poin."
Alis Tabitha langsung berkerut. "Kebaikkan macam apa yang dimaksud?"
"Apa saja, nona. Bahkan sekedar membuang sampah pada tempatnya saja, anda sudah dapat satu poin."
Tabitha menggaruk kepalanya dengan kikuk. "Tapi bukannya gue jadi munafik namanya? Baik karena imbalan?"
"Itu bukan munafik melainkan membiasakan diri menjadi baik. Seperti seorang anak kecil yang akan diberikan hadiah oleh ibunya bila melakukan satu hal baik, bukan berarti dia menjadikan anaknya munafik, melainkan membiarkan anaknya membentuk karakter yang baik, nona. Munafik adalah ketika anda melakukan hal baik untuk pujian orang lain namun sesungguhnya hati anda tidak ikhlas dan tidak senang."
Tabitha terdiam sesaat. "Bener sih, sekalipun gue kerjain karena poin tapi kan yang penting gue ikhlas. Dan lagi gue juga bukan buat pencitraan tapi emang karena poin. Anggap aja poin itu pahala. Ya Zee ya?"
"Anggap saja begitu. Yang penting nona melakukannya tanpa perlu menggemborkan kepada orang lain. Cukup nona, saya, dan semesta yang tahu."
Tabitha terkekeh dengan ucapan 0.2 namun tak ayal menyetujuinya. "Kalau begitu, gimana kalau malam ini, kita coba cek, apa ada orang diluar sana yang memerlukan bantuan?"
"Pemikiran yang bagus, nona."
Dengan semangat, Tabitha langsung mengganti pakaiannya secepat kilat. Membawa dompet dan saat sudah siap, dirinya berhenti. "Zee, kayanya gue perlu mobil deh, biar mudahin gue buat berpergian."
"Bisa, nona. Ingin mobil apa, nona?"
Tabitha mengetuk dagunya untuk berpikir sesaat, "gue mau mobil SUV saja."
"Anda ingin merk apa?"
Tabitha menggeleng, "kurang paham juga, tapi yang paling bagus biar kalau ketemu keluarga dajjal, mereka nganga deh."
"Baiklah kalau begitu saya bantu pilihkan. Rolls Royce Cullinan, seharga 2.000 poin. Apa nona keberatan?"
Mata Tabitha seketika melotot horror. "Mahal sekali!! Mobil apa itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0.2
FantasySuara Tabitha terdengar kembali, "lihatlah, saya meninggalkan semuanya disini, saya tidak membawa uang sepersenpun milik kalian, saya hanya meminta pakaian yang melekat pada saya sekarang, nyonya Hartigan dapat mengecek dalaman saya bila khawatir sa...