Part 10

9.2K 788 23
                                    

Kali ini Tabitha memgikuti ujian seperti biasanya, karena Tabitha tidak mau lagi merasakan masuk rumah sakit dengan meminta penyakit pada 0.2. biarlah bertemu dengan para tokoh, selama dirinya tak berinteraksi lebih, seharusnya semua baik-baik saja, kan?

Tabitha sama sekali tak berniat merusak hubungan Reihan dan Ririn. Tabitha hanya ingin hidup bahagia dengan caranya sendiri namun bila mereka yang lebih dulu mengusiknya, itu akan menjadi perkara lain.

Sepanjang jalan, seluruh pasang mata menatapnya kagum dan bingung. Mereka dapat merasakan bahwa sosok gadis dengan masker itu pastilah cantik. Namun, mereka sulit menebak siapakah sosok gadis itu karena seingat mereka, tak ada perempuan dengan penampilan fisik seperti itu.

"BITHA!!" teriak Diaz dengan teramat kencang. Membuat suasana seketika hening mendadak karena mereka tengah mencerna keadaan.

Tabitha sendiri merutuk dalam hati karena tingkah Diaz yang membuat dirinya kini menjadi pusat perhatian lebih intens lagi. Bila sebelumnya mereka hanya melihat dan menerka secara selewat, kini mereka lebih memperhatikan dan menilai secara jelas. Membuat Tabitha risih dengan tatapan mereka semua.

Diaz berlari menghampiri Tabitha dengan nafas sedikit tersengal. "Lo ngapain masuk sekolah? Udah sembuh emangnya?"

Ucapan Diaz, semakin membuat semua orang disana, menerka-nerkea. Sebenarnya ada apa dengan Tabitha? Dan apa hubungan yang dimiliki Tabitha dan Diaz? Mengapa mereka terlihat begitu akrab?

Tidak berbeda dengan empat orang lainnya yang menatap Tabitha dengan ekspresi rumit. Mereka adalah Reihan, Ririn, Simon, dan Theo.

Ririn melirik kearah sang tunangan dan kedua kakak angkatnya. Melihat mereka memandang Tabitha dengan tatapan bukan benci, membuat Ririn tak suka. Ririn merasa harus melakukan sesuatu untuk membuat Tabitha sadar posisinya dan jangan merebut perhatian semua orang karena hal yang baik.

"Loh itu Tabitha, kan? Ayo kita hampiri." Ririn dengan tanpa persetujuan ketiganya, menarik tangan Reihan dan Theo. Theo yang tersentak kaget, reflek ikut menarik Simon.

Tabitha yang melihat melalui ekor matanya sosok para tokoh utama, second lead, dan figuran tengah menghampirinya dibuat menggerutu kesal. "Ck! Ngapain sih pake teriak? Bikin malu aja." Sentak Tabitha pada tangan Diaz yang terulur pada keningnya.

Diaz mendengus kesal, "dasar lo ya, dikhawatirin malah begini. Nyesel gue merhatiin jadinya."

Tabitha memutarkan bola matanya malas. "Gak ada yang minta diperhatiin kok."

"Ck! Sayangnya udah gak bisa. Lo terlalu cantik buat gak diperhatiin." Ucap Diaz dengan wajah datarnya, membuat Tabitha bingung harus bereaksi tersipu atau mungkin marah.

"Kakak.." suara yang sangat Tabitha kesalkan justru kini menyapanya dengan membawa pasukan berkuda putihnya.

Tabitha dengan terpaksa menoleh karena ingin memberi peringatan untuk yang pertama dan terakhir kalinya. "Nona muda Hartigan, tolong kedepannya jangan pernah memanggil saya kakak karena saya bukanlah kakak anda. Dan tolong jangan pula kedepannya menyapa saya karena kita hanya orang asing. Apabila kedepannya anda tetap bersikeras mencari perkara dengan menyapa saya dan berakhir saya mendiamkan anda, mohon jangan tersinggung karena sejak saat ini telah saya berikan peringatan untuk pertama dan terakhir kalinya."

Tabitha sengaja mengingatkan dengan suara yang cukup lantang agar semua orang dapat menjadi saksi bila kedepannya Ririn bersikeras terus menghampirinya untuk memprovokasi.

"Maksud lo apa ngomong gitu sama Ririn. Masih syukur lo disapa." Desis Theo tak suka dengan kalimat Tabitha dan bahkan terpancing ketika mengatakan 'orang asing', entah mengapa dirinya tersindir dan tersinggung.

Tabitha menghela nafasnya berat dan itu terdengar oleh semua orang, seolah menyiratkan dirinya enggan untuk berkomunikasi. "Dan ucapan saya berlaku untuk anda juga tuan muda Hartigan. Ah! Lebih tepatnya pada semua orang. Jangan sok kenal sok dekat karena kita tidak pernah mengenal apalagi dekat."

Diaz melotot tak terima. "Heh, gue sama Steven gak termasuk, kan? Kita udah bestie kan sejak kemaren?"

Tabitha memandang Diaz dengan tatapan geli. Kemana sifat acuh tak acuh seorang Diaz? Kenapa jadi begini? Dan pemikiran itu tak hanya ada pada Tabitha melainkan pada Reihan, Ririn, Simon, Theo, dan bahkan seluruh penonton saat itu. "Lo kaya gini sih gue gak kenal."

Diaz langsung tersenyum lebar sebelum berdeham dan mengubah ekspresinya datar kembali. Benar-benar terlihat seperti memiliki dua kepribadian. Tabitha bahkan sampai bergidik ngeri. "Yaudah masuk kelas sana, udah mau bel." Ucap Diaz sembari mengusak rambut Tabitha.

Tabitha dengan tak menjaga kelembutannya, memukul tangan Diaz dengan sangat keras. "Gue lebih tua ya daripada lo. Jangan buat gue mecat lo jadi temen, ya!"

Diaz terkekeh dan langsung mendorong lembut tubuh Tabitha. Tabitha yang mengerti maksud Diaz langsung pergi tanpa menoleh kepada sosok mantan kekasih maupun mantan keluarganya itu.

"Gue belom selesai ngomong!" pekik Theo tak terima.

Ketika Theo hendak mengejar Tabitha. Diaz langsung memasang badan menghalanginya. "Jangan ganggu Bitha lagi."

Theo mengernyitkan alisnya dengan tatapan penuh ketidak setujuan pada Diaz. "Ini bukan urusan lo. Ini urusan keluarga gue."

Diaz terkekeh sinis. "Bukannya Tabitha udah gak punya nama Hartigan? Dia bukan lagi keluarga kalian dan sejak saat itu. Gue sama Steven yang bakal jadi keluarga buat dia. Jadi, gue harap lo tau batasan lo kalau mau ngusik sodara gue." Bisik Diaz karena memang tak ada seorangpun yang tahu bahwa Tabitha adalah adik dari si kembar, Simon dan Theo.

Deg

Kalimat Diaz membuat Simon dan Theo mematung. Berbeda dengan Ririn yang tersenyum senang dan Reihan yang menatap rumit.

Melihat kebungkamam Theo. Diaz tersenyum puas dan menepuk pundak Theo sekaligus mendorong pelan agar dirinya dapat lewat. Namun sebelum benar-benar pergi, Diaz kembali berujar yang membuat hati si kembar jadi gelisah tak karuan.

Diaz, "bukannya kalian gak pernah ngakuin dia? So, harapan kalian terkabul saat ini. bahkan, Bitha udah buat Kartu Keluarga baru tanpa ada kalian semua di dalamnya. Dia bener-bener muak pasti makanya sampe kaya gitu. Ck ck ck, jadi gak usah bersikap kaya lo emang pernah jadi kakak buat dia. Menggelikan. Ah, dan asal lo tau, Bitha udah bener-bener benci dan jijik sama kalian semua. Bersyukurlah untuk itu karena mulai saat ini, Bitha gak bakal lagi ada di hidup kalian." Dan tanpa menunggu reaksi Theo, Diaz langsung melenggang pergi meninggalkan semuanya dalam keheningan.

"Kenapa kakak Tabitha begitu. Gimanapun dia masih lahir dari Hartigan." Ucap Ririn berpura-pura sedih.

"Gak usah komentarin dia. Mulai saat ini dengerin aja apa kata dia. Gak usah kita usik dia lagi." Ucap Simon yang sedari tadi diam menyimak, kini memilih pergi meninggalkan kembaran, sahabat, dan adik angkatnya. Perasaannya kini tengah kacau. Dan maksud dari mendengarkan perkataan Tabitha adalah semata-mata karena tidak ingin menimbulkan konflik baru bagi adiknya, Tabitha.

Hah~ adik. Simon bahkan sadar diri bahwa dirinya tidak sepantas itu dengan status kakak kandung yang tersemat padanya.  



To Be Continued

***

Nah udah 10 chapter nih. 

Seru?

Sekedar info kalau ada yang mau baca duluan. di KK udah sampai Part 76. Judulnya sama dan username penulis juga sama >_<




Love, 

Mizha

New Me : 0.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang