"Weh gila gila. Liat nih! Wuis udah ceklis biru aja." Diaz dengan semangat menunjukan ponselnya pada Tabitha dan Steven.
Keduanya kompak menoleh dan mata Tabitha membulat terkejut, sekaligus senang. "Itu beneran gue? Serius? Kok gue gak tahu? Bentar!" Dengan cepat Tabitha merogoh sakunya dan mengambil ponsel miliknya.
Membuka icon Instagram dan benar saja, dirinya sudah verified. Dengan girang dirinya melompat-lompat dan bahkan memeluk Steven. "Ahhhh liat liat Josh. Gue ceklis biru. Kok bisa?"
"Padahal gue yang kasih tau kenapa yang dipeluk si Steve coba. Ck!" Keluh Diaz karena melihat Tabitha dan Steven semakin lengket. Padahal Diaz duluan yang lebih dulu dekat dengan Tabitha.
Bukannya merasa bersalah, Tabitha justru menunjukan senyum lebarnya pada Diaz. "Josh kan sodara gue. Tapi skip. Intinya kenapa gue bisa tiba-tiba dapet ceklis biru? Perasaan gue bukan artis dan gue juga gak ajuin verified."
Diaz, "lah lo gak sadar lo viral gara-gara nyanyi? Video lo pas ospek itu diliat banyak orang. Dan bukannya lo juga upload video di akun youtube pertama lo ya? Itu kan view nya udah sepuluh juta anjir dalam tiga hari. Buat lo yang bukan artis, itu pencapaian gede sih. Hebat hebat!!"
"Emang iya? Gue gak liat lagi setelah upload." Tak ayal tangan Tabitha bergulir membuka aplikasi youtube kali ini dan benar saja perkataan Diaz. "Weh beneran dong. Bahkan subscribers gue udah tiga juta. Ini gak salah? Seriusan? Kok bisa? Gak heran sih ya gue udah cantik juga berbakat. Bangga dong kalian." Tabitha menaik turunkan alisnya dengan pongah.
Diaz mendengus. "Tadi aja sok ga paham. Sekarang malah sombong ni anak."
Tabitha terkekeh sedangkan Steven hanya menggelengkan kepalanya.
Ketika baru memasuki koridor kampus, suara familiar memanggil. "Bitha."
Reflek ketiga manusia yang berjalan bersama itu menoleh dan mendapati sosok Reygan yang menghampiri.
"Oh pagi kak." Tabitha tersenyum manis. Diaz dan Steven pun menyapa biasa tanpa ekspresi berarti.
Reygan tidak peduli dengan keberadaan Diaz dan Steven, dan hanya fokus pada Tabitha. "Cuaca cukup berangin dan tadi aku pikir kamu tidak mengenakan pakaian hangat. Oleh sebab itu, aku membawakan sweater dan syal. Tapi ternyata tidak diperlukan."
Tabitha langsung melirik kearah tangan Reygan yang ternyata tengah menjinjing dustbag.
"Nona, sebaiknya diterima saja. Figuran Reygan cukup berkorban untuk membawakan syal itu. Mulanya figuran Reygan telah berkendara menuju Universitas. Namun ketika menyadari bahwa udara cukup dingin untuk tubuh nona, figuran Reygan rela berbalik pulang, hanya untuk mengambil sweater dan syal."
Mendengar ucapan 0.2, tentu saja Tabitha terharu.
"Aku memang udah pakai sweater dan bahkan coat ini cukup tebal. Tapi leherku belum terlalu hangat. Mungkin boleh aku pinjam syal nya?" Ujar Tabitha.
Reygan tanpa ragu langsung membuka dustbag nya dan mengambil syal berwarna biru tua, yang sangat kebetulan sangat serasi dengan coat yang dikenakan Tabitha.
Tanpa diminta, Reygan melilitkan syal pada leher Tabitha. "Cantik."
Wajah Tabitha langsung merona. Dengan malu menunduk hingga setengah wajahnya terbenam dalam lilitan syal yang tebal.
Diaz dan Steven memutar bola matanya malas.
"Ekhem, sepertinya kita sudah harus ke kelas karena jam pelajaran akan segera dimulai." Steven yang sudah bosan dianggap tak kasat mata. Mencoba memisahkan dua sejoli yang terlihat saling kasmaran itu.
Diaz mengangguk membenarkan. "Ya. Kita bertiga harus masuk kelas."
Tabitha yang merasa belum puas berbicara dengan Reygan, menatap sinis pada kedua pemuda yang lebih cocok dikatakan sebagai bodyguard Tabitha.
"Baiklah. Saya juga ada kelas." Reygan membalas kalimat Steven dan Diaz, sebelum tangannya bergerak mengusap lembut kepala Tabitha. "Aku pergi dulu. Selamat belajar." Tak menunggu jawaban Tabitha. Reygan langsung melenggang pergi.
"Ahhhh baper~" Lirih Tabitha yang masih di dengar Steven dan Diaz.
"Yeeeh si kutil kuda. Ayo lah ke kelas. Daritadi gue ma Steve udah dijadiin kambing congek. Jangan sampe makin gemes pengen bejek-bejek lo karena senyam senyum gak jelas." Diaz menarik tangan Tabitha yang masih terpaku menatap punggung Reygan yang menjauh.
Meski terlihat menarik hingga tubuh Tabitha 'terseret'. Faktanya, Diaz menarik Tabitha dengan lembut. Memang Tabithanya saja yang tengah pasrah karena pikirannya tengah terbayang adegan romantis bersama Reygan di masa depan.
"Berhenti mengkhayal dan wujudkan saja, nona."
Seketika imajinasi Tabitha runtuh semua, mendengar suara mekanik 0.2. "Ganggu khayalan aja lo."
Sistem bukannya menjawab, justru memberikan informasi yang tampaknya penting untuk alur cerita. "Antagonis Alexandria telah bangun dari komanya, nona."
Senyuman malu-malu Tabitha langsung berubah total. Beruntung tak ada satupun yang menyadarinya. "Gimana keadaannya sekarang?"
"Sangat baik. Tubuhnya menerima seluruh organ yang nona berikan dengan baik."
"Syukurlah." Tabitha menghela nafas lega.
"Kenapa? Lo cape?" Steven yang pendengarannya cukup tajam, menoleh ketika mendengar helaan nafas Tabitha. Steven kira bahwa Tabitha tengah mengatur nafas akibat lelah karena terlalu banyak berjalan.
"Hah?" Tabitha yang masih mencerna, dikejutkan dengan Steven yang tiba-tiba berjongkok di depannya, menunjukan punggung lebarnya. "Sini gue gendong. Kita masih perlu naik tangga ke lantai dua. Lift kampus gak berenti di lantai dua soalnya. Jadi, kita cuma bisa jalan."
Menyadari tindakannya, Tabitha terkekeh dengan kesigapan Steven. Diaz juga reflek berhenti berjalan ketika mendengar pertanyaan Steven di awal. "Iya naik aja. Steve kuat." Diaz menyetujui.
Rasanya Tabitha ingin menolak. Namun Steven sudah sampai berjongkok di depannya, membuat Tabitha tak enak hati dan terpaksa menerima itu. Dengan pelan, Tabitha memeluk leher Steven dan memasrahkan tubuhnya pada punggung kokoh Steven. "Maaf ya kalo ngerepotin, Josh."
Steven bangkit berdiri dengan Tabitha di gendongannya. "Santai aja. Gak berat sama sekali."
"Ngomong-ngomong kenapa lo gak nawarin punggung lo juga?" Julid Tabitha menatap Diaz yang kini meraih tas Tabitha.
Sungguh Tabitha berasa nona muda manja yang dilayani kakak-kakak super protektif dan super posesif.
"Lo gak liat tubuh gue cungkring gak kaya Steve. Yang ada bukannya selamat tapi kita guling barengan di tangga." Meski sulit mengakui namun Diaz sadar diri dengan kapasitas kekuatannya. Terlebih bila nekad dan justru membahayakan Tabitha, bisa-bisa Diaz ditebas oleh keluarga Kiehls dan mungkin, Reygan?
Interaksi ketiganya ternyata dilihat oleh banyak orang namun ketiganya tak peduli. Bahkan sosok Reihan dan Ririn yang ternyata juga searah, terus memperhatikan sejak kedatangan Reygan.
Tak hanya sepasang tunangan itu. Simon dan Theo yang sudah datang pun menyaksikan itu. Entah kenapa perasaan keduanya diliputi rasa cemburu.
Bila Theo melampiaskannya dengan dengusan seolah kesal. Berbanding dengan Simon yang menatap punggung sang adik dengan sendu. "Harusnya gue yang gendong lo. Harusnya lo manja ke gue. Tapi gue sadar, interaksi kaya gitu, gak mungkin pernah ada diantara kita. Ta, kalo gue minta maaf, apa lo bakal maafin gue? Dan nganggep gue kakak lo lagi?"
To Be Continued
***
Haiyaaa meski voting cerita ini buruk. Gpp, demi pembaca setiaku, aku tetep update hehe.
Love yaaaaa
>_<
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0.2
FantasySuara Tabitha terdengar kembali, "lihatlah, saya meninggalkan semuanya disini, saya tidak membawa uang sepersenpun milik kalian, saya hanya meminta pakaian yang melekat pada saya sekarang, nyonya Hartigan dapat mengecek dalaman saya bila khawatir sa...