Saat memasuki wilayah Universitas. Terlihat banyak sekali pemuda pemudi yang masih memakai seragam high school nya, Tidak berbeda dengan Tabitha, Diaz, dan Steven yang memakai seragam khusus high school mereka juga.
"Nona, anda memiliki misi."
Alis Tabitha berkerut samar. Sudah lama dirinya tidak mendapatkan misi. "Apa misinya, Zee?"
"Misi membuat ketua BEM menjadi ketua kelompok nona.
Hadiah : mendapatkan energi tubuh sebesar 25%"
Jika tidak ada Diaz dan Steven, pastilah mulut Tabitha menganga terbuka dengan tidak elitnya. "Misinya kok ngaco? Satu, yang gue tahu, ketua BEM hampir mustahil turut serta jadi ketua kelompok, kerjaan dia udah banyak! Dua, gak ada hadiah yang lebih aneh lagi? kemarin ngasih perusahaan bangkrut dan sekarang hal beginian?" protes Tabitha dalam hatinya.
"Nona, kalau begitu mudah maka itu bukan misi. Lakukan segala cara agar ketua BEM berniat menawarkan diri menjadi ketua kelompok, nona. Untuk hadiahnya sendiri, ini sangat berguna untuk kondisi tubuh nona saat ini. Berdasarkan persentase kesehatan yang hanya 10%, anda akan mudah pingsan karena kondisi tubuh lemah tak berenergi akibat efek samping donor organ berlebihan nona. Dengan pemberian energy ini, setidaknya anda tidak akan mudah pingsan hanya karena kepanasan dan kedinginan ringan, tidak seperti sekarang."
Tabitha kali ini diam. Bila menimbang kondisi tubuhnya saat ini, memang hadiah ini sangat berguna. Sedikit-sedikit pingsan juga merepotkan terlebih dirinya yang akan resmi menjadi mahasiswi, tidak mungkin tidak terkena panas ataupun dingin meski tak berlebihan tapi tetap cukup membuatnya tumbang. "Baiklah, akan aku usahakan menjalankan misinya."
"Semoga berhasil, nona. Tapi meski tidak begitu mudah, itu juga tidak terlalu sulit. Anda akan mengerti nanti."
Hendak mengajukan pertanyaan, Tabitha urungkan karena mobil telah terparkir apik di parkiran Universitas.
"Ayo turun." Diaz membukakan pintu untuk Tabitha membuat Tabitha tersenyum. "Berasa tuan putri gue. Sering-sering ya mas supir." Kekeh Tabitha jemawa.
Diaz memutar bola matanya malas sedangkan Steven tersenyum kecil, mengacak rambut Tabitha.
"Ish, jangan di acak. Udah cantik-cantik biar ada senior yang ke gaet." Protes Tabitha dengan bibir mengerucut kesal.
Dengan tak bersalah, Diaz menarik bibir Tabitha hingga membuat sang empu terpekik melotot. "Monyong-monyong kaya bebek gini, siapa juga yang mau." Julid Diaz.
Steven langsung menepis tangan jail Diaz dan terlihat kulit di atas dan bawah bibir Tabitha memerah. Maklum saja, Tabitha begitu putih dan sensitive. "Sakit tauuu. Steve liat nih sahabat lo bikin bibir gue merah-merah." Adu Tabitha sembari menunjuk bibirnya pada Steven.
Steven hanya menggeleng pelan dengan tingkah kekanakan Diaz dan Tabitha. "Udah gak papa, ayo." Sembari mengusap pelan bibir Tabitha sebelum merangkul leher Tabitha.
Ketiganya tak menyadari bahwa sedari turun dari mobil, telah menjadi pusat perhatian. Bahkan di satu sisi parkiran, ternyata terdapat sosok Reihan, Ririn, Simon, dan Theo. Bagaimanapun, Universitas yang kini mereka pijak adalah Universitas terbaik dan terpopuler. Wajar saja bila para pemeran memilih melanjutkan pendidikannya di Universitas ternama ini.
Ririn sendiri meski baru berusia 15 tahun namun tak dipungkiri memiliki kepintaran diatas rata-rata sehingga dapat melalui jalur akselerasi dan menjadi seangkatan dengan sang kekasih dan kakak-kakaknya. Berbeda dengan Reihan, Simon, dan Theo, yang memang tidak naik kelas karena kenakalannya itu.
"Itu Tabitha kan? Sejak kapan dia dekat dengan Diaz dan Steven? Itu lagi minta dicium sama Steven di depan umum." Ucap Ririn. Memang dari sudut pandang mereka ketika melihat Tabitha menunjukkan bibir majunya pada Steven, itu seperti meminta sebuah ciuman.
Reihan yang semula terpesona dengan kecantikan Tabitha, dibuat kesal ketika Tabitha bersikap manja pada orang lain. Entah mengapa, dirinya merasa tidak nyaman melihat itu.
"Ck! Emang dasarnya murahan ya gitu. Diaz sama Steven udah kepelet kali." Celetuk Theo dengan mulut pedasnya.
Simon langsung memandang tajam Theo. "Jaga mulut lo. Dia masih adek kandung lo." Dan langsung berlalu pergi karena kesal dengan ucapan tak pantas dari kembarannya.
"Arghh! Kenapa juga bisa satu kampus. Sialan!" decak Theo yang berpikir bahwa kerenggangan hubungannya dengan kembaran itu karena Tabitha. Simon menjadi sangat sensitive bila berhubungan dengan Tabitha sejak saat Tabitha meminta keluar dari keluarga Hartigan.
Ririn menatap puas karena Theo masih dipihaknya. Meski Simon terlihat mulai membela Tabitha namun sikapnya pada Ririn tidak berubah. Masih sama. Tidak dingin namun masih memberikan perhatian kecil.
Kini mata Ririn menoleh pada Reihan dan seketika dadanya merasa panas karena terlihat pancaran kecemburuan di mata Reihan. Mencoba mengontrol ekspresinya, Ririn menggapai kepalan tangan Reihan dan menggenggamnya lembut.
"Ayo kak kita susul kak Simon." Dan tangan lainnya mengamit lengan Theo.
***
Semua calon mahasiswa dan mahasiswi berkumpul di lapangan yang begitu luas, mereka menunggu instruksi dari para anggota BEM atau yang disebut dengan Badan Eksekutif Mahasiswa alias OSIS nya dunia perkuliahan.
Matahari mulai meninggi dan membuat Tabitha sontak melepaskan sweater nya. Padatnya manusia, membuat suasana semakin panas dan sudah banyak orang mengeluh.
"Ini kemana sih BEMnya?"
"Iya nih bukannya mulainya jam delapan? Kenapa udah jam sembilan tapi belom mulai juga?"
"Tadi sih gue dengernya katanya anggota BEM nunggu ketua komite kampus dateng buat buka acara ospeknya. Nah, tapi yang bersangkutan belom juga dateng."
"Emang siapa sih ketua komitenya? Macam presiden aja sampe buat kita nunggu lama gini."
"Bahkan presiden aja nunggu dia kali. Lo gatau kalau ketua komite di kampus ini tu tuan Timotius Rafael Sanjaya? Pengusaha sukses nomor satu cuk. Berperan besar dalam perekonomian negara secara tidak langsung."
"Hah? Serius? Kenapa lo baru bilang? Anjir lah, gue harus touch up nih biar gak buluk pas gak sengaja papasan."
"Tapi kok bisa dia jadi ketua komite? Bukannya komite itu ditunjuk dari salah satu orangtua mahasiswa atau mahasiswi di kampus?"
"Lah lo tinggal di peradaban mana sih? Kan putra pertamanya emang lanjut studi disini setelah tujuh belas tahun tinggal di Kanada. Eh tapi ga salah juga sih kalo lo pada gatau soalnya emang sengaja disembunyiin dari media biar putranya bisa fokus belajar katanya."
"Kalo disembunyiin kenapa lo bisa tau? Lo hoax daritadi?"
"Sembarangan! Nyokap gue professor disini jadinya tau deh."
Mendengar pembicaraan calon mahasiswa mahasiswi itu, Tabitha tidak bisa tidak tertarik. Timotius? Tabitha ingat bahwa tuan Timotius itu adalah ayah dari Reygan dan Reihan. Tapi bukan itu yang membuatnya tertarik, melainkan perihal putra pertama yang berkuliah disini juga.
"Zee, jangan bilang ketua BEM yang lo maksud itu kak Reygan?" tanya Tabitha pada 0.2
"Benar sekali. Misinya tidak begitu sulit, kan?"
Tabitha menghela nafasnya, "sulit lah! Orang macam kulkas gitu. Terakhir misi soal dia aja bikin gue darah tinggi. Dan pas beberapa kali ketemu setelahnya juga tetep aja datar macam kaya orang gak kesentuh gitu. Gimana bujuknya coba? Eiishhh!"
"Saya berikan sedikit clue. Figuran Reygan tidak bisa melihat wajah pucat nona. Jadi, bagaimana bila nona hapus liptint nona?"
Alis Tabitha bertaut. "Kenapa juga dia gak bisa liat wajah pucet gue? Ah~ dia orangnya gak tegaan ya? Okelah kalo gitu gue manfaatin dulu kelemahan gue biar misinya sukses."
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0.2
FantasySuara Tabitha terdengar kembali, "lihatlah, saya meninggalkan semuanya disini, saya tidak membawa uang sepersenpun milik kalian, saya hanya meminta pakaian yang melekat pada saya sekarang, nyonya Hartigan dapat mengecek dalaman saya bila khawatir sa...