Ali dan Prilly berniat meninggalkan area club namun teman-teman mereka justru memaksa mereka untuk bergabung dan mabuk bersama. Mereka berdalih ingin merayakan kemenangan Ali dan Prilly dengan mabuk bersama.Dengan berat hati, Ali dan Prilly menarik kursi lalu duduk bersampingan yang kembali membuat teman-teman mereka bersorak heboh menggoda 'pasangan baru' itu. Ali hanya diam sambil menyesap alkohol miliknya berbeda dengan Prilly yang ikut nimbrung dalam godaan tak jelas itu.
"Gimana rasanya ciuman sama cowok ganteng?" Tanya salah satu teman Prilly yang membuat Prilly relfeks menoleh menatap Ali yang sedang menegak minumannya.
Senyuman Prilly terbit tanpa sadar, ia kembali fokus pada temannya yang sudah mulai mabuk itu. "Enak pastinya!" Jawab Prilly sebelum menyesap minuman di gelasnya.
Sorakan teman Prilly kembali terdengar membuat Ali menoleh dan menatap gadis-gadis cantik yang super heboh itu. Tatapan Ali hanya fokus pada seorang gadis yang tersenyum kecil sambil menyesap minumannya.
Ali segera mengalihkan pandangannya sebelum Prilly menangkap basah dirinya. Ali mulai berpikir bagaimana jadinya jika mereka benar-benar menikah, mereka sama-sama mengenal di club dan rasanya cerita itu sedikit memalukan untuk diceritakan pada anak-anak mereka nanti.
Pikiran Ali memang sudah sejauh itu berbeda dengan Prilly yang walaupun ingin menikahi Ali namun ia sama sekali tidak berpikir sampai mereka akan punya anak.
"Lo kok bisa akrab sama si bintang sih Al?" Tanya salah seorang teman Ali dengan sedikit berbisik meksipun suara bisikan mereka nyaris menyerupai orang berteriak jika mereka tidak berada didalam sana. Suara musik yang berdentum keras membuat mereka harus extra berteriak jika ingin berbicara.
"Takdir!" Jawab Ali asal sebelum kembali menegak minumannya. Sejujurnya, Ali tidak berpikir dirinya akan terjebak seperti ini dengan gadis ini namun rasanya ia jauh lebih nyaman bersama gadis ini daripada Ibunya sendiri.
Ia menyukai jiwa bebas Prilly, berbeda dengan Ibunya yang terus mengekang dan mengatur kehidupannya bahkan sampai urusan hati, Ibunya masih tidak membiarkan dirinya memilih.
Ali melirik sekilas kearah Prilly yang juga sedang melirik kearahnya ternyata. Mereka sama-sama mengerti dan paham dengan arti lirikan itu sehingga keduanya serempak beranjak membuat teman-teman mereka menoleh lalu mendongak menatap pasangan itu.
"Kami ada urusan penting jadi untuk malam ini kami akan pamit terlebih dahulu." Ujar Ali lalu meraih tangan Prilly dan menggenggamnya pelan. Prilly membalas genggaman Ali mengabaikan tatapan penuh tanda tanya dari teman-temannya.
Mereka segera beranjak meninggalkan teman-teman mereka juga cek 100 juta diatas meja. Ali dan Prilly sama-sama tidak memperdulikan hadiah itu.
Teman-temannya masih fokus pada punggung tegap Ali juga punggung kecil Prilly yang melangkah keluar dari area club.
"Ternyata jodoh ada cerminan diri." Celetuk salah satu teman Ali yang membuat semuanya menoleh kearahnya. "Lah kan benar? Ali ganteng dapat jodoh cantik luar biasa, bukankah itu definisi jodoh adalah cerminan diri sendiri?" Jelas temannya yang membuat mereka yang ada dimeja tampak mengangukkan kepalanya.
"Benar juga. Prilly cantik luar biasa dapat jodoh tampan paripurna." Sambung teman Prilly yang lagi-lagi meyakinkan mereka jika jodoh memang cerminan diri sendiri.
***
"Mobil saya." Prilly menunjuk kearah mobilnya lalu menyerahkan kunci mobil kesayangannya pada Ali.
Dengan senang hati pria itu menerima kunci mobil merah menyala itu, lalu menghubungi salah satu temannya yang masih di dalam club untuk membawa pulang mobilnya nanti.
Setelah membereskan urusan mobilnya, kini Ali dan Prilly sudah duduk nyaman di dalam mobil yang dikemudikan oleh Ali. Keduanya tampak sama-sama terdiam dengan jantung yang mulai berdebar kencang. Prilly melirik kearah Ali yang fokus menatap jalanan di depannya.
Dilihat dari samping pun ketampanan pria itu juga sungguh luar biasa. Merasa diperhatikan Ali ikut menoleh dan kini tatapan mereka bertemu satu sama lain.
"Ada yang salah?" Tanya Ali yang dijawab gelengan kepala oleh Prilly. "Pekerjaan kamu apa?" Tanya Prilly dengan tatapan masih fokus pada Ali.
"Medis."
"Kamu Dokter?"
Ali mengangukkan kepalanya, laki-laki itu sudah kembali fokus pada jalanan didepannya, ia sedikit grogi ditatap sedalam itu oleh gadis di sebelahnya.
"Nama kamu?"
"Ali."
"Oh, saya Prilly."
"Ya."
Keheningan merajai saat Prilly ikut mendiamkan Ali. Wanita itu mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil yang kebetulan malam ini tidak ia buka atapnya.
"Saya ingin mengganti hadiah saya dengan yang lain." Tiba-tiba suara berat Ali terdengar membuat Prilly menoleh kearah pria itu. "Yang lain?" Tanya Prilly memastikan, dengan perlahan Ali mengangukkan kepalanya.
"Apa?" Tanya Prilly lagi.
Ali tak langsung menjawab pria itu memilih menepikan mobilnya disebuah toko yang sudah tutup, karena sudah lewat tengah malam suasana di jalanan mulai sepi sehingga Ali bisa memarkirkan mobilnya dimana saja.
Jantung Prilly sontak berdebar kencang, ia memang nakal dan kerap memiliki fantasi liar namun melakukan itu di dalam mobil sungguh tak pernah sekalipun terlintas dibenaknya.
"Disini menurut saya terlalu---"
"Menikahlah dengan saya."
"YA?!"
Prilly sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat tiba-tiba pria ini mengajaknya menikah. "Me--nikah?" Ulang Prilly tepatnya ia sedang memastikan pada dirinya sendiri jika apa yang dia inginkan siang tadi ternyata terkabulkan dalam hitungan jam.
"Saya tahu ini bukan waktu yang tepat mengingat pertemuan kita hanya berlangsung dua kali tanpa interaksi yang lebih." Jelas Ali pelan, ia tidak bermaksud mengejutkan gadis ini namun ia tidak bisa lagi menunda waktu.
Prilly menatap Ali dalam, hembusan nafas keduanya terdengar berat. "Ayok!"
"Ya?" Kali ini Ali yang dibuat terkejut dengan jawaban Prilly.
Dengan cepat Prilly meraih leher Ali lalu mendekatkan wajah mereka hingga bibir keduanya kembali bertemu. Malam ini mereka kembali berciuman untuk kedua kalinya dengan kondisi yang tak jauh berbeda.
Prilly sangat menyukai lumatan panas yang pria ini berikan. Keduanya terus bercumbu sampai akhirnya Prilly menyerah karena mulai kehabisan oksigen. Ali melepaskan cumbuannya membuat Prilly menghirup oksigen dengan rakus.
"Kamu yakin dengan jawaban kamu?"
"Dan kamu yakin dengan permintaan kamu?" Prilly balik bertanya yang membuat Ali menyeringai kecil padanya.
Prilly tidak mengira jika Ali kembali 'menyerang' dirinya. Keduanya kembali bercumbu dengan begitu panasnya di dalam mobil Prilly.
"Maaf atas lamaran yang tidak romantis ini tapi saya berjanji akan berusaha menjadi suami yang baik untuk kamu." Bisik Ali disela ciumannya.
Prilly hanya tersenyum dengan kedua lengan mulai mengalung kembali di leher Ali dan bersiap menerima cumbuan panas dari pria tampan ini.
"Tidak masalah, saya juga tidak begitu menyukai hal-hal seperti itu yang jelas kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang kamu katakan malam ini." Balas Prilly dengan nafas terengah-engah.
Ali memejamkan matanya, nafas mereka beradu dengan kening yang menyatu. Posisi mereka begitu dekat hingga dengan mudah Ali kembali meraih bibir Prilly dan melumatnya lagi.
Malam ini, keduanya sama-sama merasa senang atas keputusan yang mereka ambil. Diam-diam mereka menghela nafas lega karena apa yang mereka inginkan tercapai dengan begitu mudah.
Syukurlah...
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Marry Me Dokter!
ChickLitCerita terbaru setelah My Light selesai, Insyaallah alur ceritanya nggak kalah menarik dari cerita-cerita sebelumnya. Jangan lupa baca yaa, vote dan komennya yaaa♥️