Bab 16

1.9K 216 13
                                        


Pagi ini cuaca tidak secerah biasanya, mendung sudah terlihat sejak subuh tadi dan sekarang disaat orang-orang ingin beraktivitas, rintik air dari langit mulai turun membasahi bumi. Suasana berubah sejuk dan syahdu membuat siapa saja lebih memilih bergelung dibawah selimut daripada beraktivitas termasuk Prilly.

Namun sayangnya ia memiliki tanggung jawab besar sehingga dirinya harus memaksakan diri untuk tetap beranjak dari ranjang dan bersiap-siap untuk bekerja. Butuh sekitar setengah jam untuk wanita itu membersihkan dirinya dan sekarang ia terlihat lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.

Prilly memiliki kebiasaan keramas di setiap pagi sehingga hujan seperti inipun gadis itu tetap membasahi rambutnya. Prilly berjalan cepat menuju ruangan kecil yang ada disebelah kamar mandinya, ruangan dimana segala keperluannya ada disana. Prilly membuka lemari kaca dihadapannya lalu memilih pakaian yang ingin ia kenakan hari ini.

Untuk set pakaian dalam ia sedang suka-sukanya mengenakan pakaian dalam dengan warna merah menyala jadi hampir setiap hari ia mengenakan pakaian dalam dengan warna mentereng seperti itu.

Prilly tipe wanita yang menyukai sesuatu yang menonjol termasuk dalam pemilihan warna pakaian bahkan sampai warna mobilnya saja harus mencolok meskipun begitu ia juga menyukai warna-warna netral lainnya.

Setelah selesai dengan pakaiannya, kini Prilly beralih pada rak makeup. Prilly mengenakan blazer warna hitam dipadu dengan tank top warna putih serta celana kain model mengembang kebawah, di bagian depan celananya terdapat sedikit belahan hingga memperlihatkan kulit kaki Prilly yang begitu mulus.

Hari ini dirinya akan menghadiri rapat penting juga akan meninjau bagian Utara kebun sawit Ayahnya. Sejak Burhan mempercayai dirinya sebagai kaki tangan Prilly benar-benar harus bekerja ekstra supaya tidak mengecewakan Ayahnya.

Sekitar jam setengah 8 Prilly sudah siap dan mulai menuruni tangga menuju ruang makan. Disana sudah ada Ibu dan Ayahnya yang sedang menunggu dirinya.

"Papa mau kemana kok udah rapi aja?" Tanya Prilly saat melihat Ayahnya sudah rapi lengkap dengan jas kerjanya. "Udah lama kali enggak liat Papa pakai jas." Sambung Prilly lagi yang membuat Burhan terkekeh pelan.

Burhan memang sudah cukup lama tidak mengenakan pakaian kantornya, karena ketika meninjau pabrik atau sesekali menginjakkan kakinya di kantor, pria itu lebih suka tampil sederhana dengan pakaian casual kebanggaannya.

"Iya Mama juga sampai pangling liat Papa pakai jas lagi." Intan ikut berkomentar. Kembali Burhan tertawa mendengar percakapan istri dan putrinya.

"Hitung-hitung Papa membiasakan diri lagi nanti kan saat pesta pernikahan putri Papa, Papa harus pakai jas juga." Burhan berkata sambil mengusap lembut kepala putrinya.

Prilly tertawa sementara Intan tampak menelisik wajah putrinya, ia ingin melihat Prilly tertawa karena bahagia atau hanya ingin menyenangkan Ayahnya namun saat melihat tawa lepas serta mata putrinya yang berbinar akhirnya Intan yakin jika putrinya memang sudah jatuh cinta pada calon suaminya.

"Kan masih lama juga Pa." Sahut Prilly sebelum meneguk susu coklat kesukaannya.

"Kalau Papa minta kalian menikah dalam waktu dekat bagaimana?" Tanya Burhan hati-hati. Intan dan Prilly saling berpandangan sebelum keduanya serempak menolehkan kepalanya menatap Burhan yang terlihat biasa saja padahal saat ini pria itu sedang gugup.

"Kenapa Papa pengen cepat-cepat aku nikah?" Todong Prilly dengan tatapan penuh selidiknya.

Burhan kembali memperdengarkan tawanya berusaha tetap tenang meskipun jantungnya terasa berdebar.

"Papa sudah tidak sabar ingin menggendong cucu bukan begitu Ma?" Burhan melemparkan pertanyaan pada Intan yang ternyata juga sedang menelisik dirinya. Seketika Intan berseru dan mulai membicarakan perihal cucu yang membuat wajah putrinya merona.

Diam-diam Burhan menghela nafas lega, pria itu menoleh dan menatap lembut putrinya namun tersirat kesenduan disana. Burhan ingin putrinya segera menikah dan berharap ketika hari bahagia itu datang dirinya masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menyaksikan senyuman kebahagiaan putrinya.

***

Ali baru saja selesai mengunjungi salah satu pasiennya yang semalam ia operasi untuk memantau perkembangan pasien tersebut. Ali berjalan beriringan dengan perawat juga beberapa Dokter koas yang berada dibawah tanggung jawab Ali.

"Kondisi pasien semakin membaik Dok. Gejala yang dia derita mulai berkurang menurut penjelasan keluarganya." Jelas salah satu mahasiswa koas sambil berjalan di belakang Ali.

"Bagaimana kamu tahu kondisinya membaik?" Tanya Ali yang langsung dijawab oleh mahasiswa koas itu dengan detail karena mereka sangat tahu bagaimana tegasnya Dokter Ali ini.

Ali terus berjalan menuju ruangannya namun saat akan membelok kearah ruangannya tiba-tiba ia melihat sosok laki-laki yang ia kenali sedang berbicara dengan Direktur rumah sakit. Relfeks Ali menghentikan langkahnya membuat mahasiswa di belakangnya juga perawat pendampingnya ikut menghentikan langkahnya.

"Ada apa Dok?" Tanya Perawat itu pada Ali. "Enggak. Saya ada urusan kamu pantau mereka dan kumpulkan semua tugas yang saya minta nanti sore!"

"Baik Dok!"

Ali beranjak menyusul laki-laki yang ia kenal itu sementara mahasiswa sudah berjalan bersama Perawat tadi.

"Selamat pagi Pa."

Burhan sontak terkejut saat mendapati calon menantunya berdiri disebelahnya. Ya Tuhan, ia lupa jika Ali bekerja disini.

"Oh ya selamat pagi Nak Ali." Balas Burhan sambil mengusap lembut pundak calon menantunya.

Direktur rumah sakit terlihat bingung saat mendapati interaksi Ali dan Burhan yang begitu akrab.

"Jadi Dokter Ali kenal dengan Pak Burhan?" Dokter Amrul tersenyum kecil.

Ali dan Burhan menoleh menatap Dokter Amrul yang terlihat sangat penasaran dengan hubungan antara Ali dan pemilik kebun sawit ini.

"Dokter Ali calon menantu saya Dokter Amrul." Jawab Burhan sambil memeluk bahu Ali.

Ali hanya tersenyum, hatinya merasa bahagia sekaligus bangga saat Burhan mengakui dirinya seperti itu. Sepertinya Ali mulai lupa dengan perjanjian awalnya menikahi Prilly tetapi seperti ini lebih baik setidaknya ia bisa memegang janjinya pada Burhan dan Intan untuk selalu membahagiakan putri kesayangan mereka.

"Wah! Saya benar-benar tidak tahu tentang kabar baik ini Pak Burhan." Dokter Amrul menjabat tangan Pak Burhan lalu Ali. "Selamat untuk Dokter Ali semoga diberi kemudahan dalam setiap jalannya." Ucap Dokter Amrul yang diaminkan oleh Ali juga Burhan.

"Jadi perihal kondisi Pak Burhan." Dokter Amrul mulai kembali melanjutkan pembahasan mereka sebelumnya namun Burhan merasa takut jika Ali sampai membocorkan hal ini pada Intan juga Prilly.

Seolah mengerti perasaan calon mertuanya, Ali berdehem pelan menghentikan pembicaraan Dokter Amrul. "Sebelumnya, saya memang khawatir dengan kondisi Papa tetapi jika Papa tidak nyaman saya bisa pergi dan---"

"Tidak Nak Ali disini saja." Potong Burhan sebelum helaan nafas panjangnya terdengar. "Tapi tolong jangan beritahu siapapun terutama Mama dan Prilly." Ali merasa berat untuk menyanggupi permintaan Burhan namun untuk memberi ketenangan pada Ayah mertuanya terpaksa ia mengangukkan kepalanya.

"Bagaimana kalau kita bicarakan hal ini di ruangan saya saja?" Dokter Amrul menawarkan, Burhan menoleh menatap calon menantunya seolah menanyakan persetujuan Ali.

"Saya boleh saja Dokter kebetulan saya sudah selesai bekerja." Jawab Ali yang sontak membuat Burhan tersenyum kecil. Bersama dengan Ali ia merasa dirinya akan jauh lebih baik setidaknya ia memiliki Ali sekarang.

"Ayo Pa." Ajak Ali yang diangguki oleh Burhan. Mereka berjalan menuju ruangan Dokter Amrul namun sepanjang perjalanan hanya keheningan yang melanda.

Diam-diam Ali mulai memikirkan Prilly, bagaimana jika gadis itu tahu tentang kondisi Ayahnya? Jika ia ikut menyembunyikan perihal kondisi mertuanya bagaimana jika nanti Prilly tahu? Akankah gadis itu membencinya?

*****

Please, Marry Me Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang