Bab 25

1.9K 224 15
                                        


Rasanya seperti mimpi bagi Prilly saat melihat tubuh Ayahnya tergeletak tak berdaya di lantai kamarnya. Suara tangisan Intan semakin membuatnya panik namun Prilly bersyukur ia masih bisa berpikir jernih hingga akhirnya ia berhasil membawa Ayahnya ke rumah sakit.

Kepala Prilly tertunduk dalam saat Ayahnya masih ditangani oleh tim medis. Kondisi Intan juga tak kalah menyedihkan sejak tadi air mata wanita kesayangan Prilly tidak berhenti mengalir sesekali terdengar gumaman Intan memanggil suaminya.

Prilly sudah menghubungi Ali dan yang semakin membuatnya menyesal adalah tindakan bodohnya membawa pulang mobil laki-laki itu sehingga Ali harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari taksi online.

"Papa akan baik-baik aja kan Nak?" Suara lemah Intan terdengar lemah membuat hati Prilly semakin remuk. Ibunya yang kerap kali memarahi dirinya kini terlihat sangat tidak berdaya.

Prilly meraih tangan Ibunya lalu mengenggamnya erat. "Papa laki-laki kuat. Aku yakin Papa akan baik-baik saja." Prilly menguatkan Ibunya sekaligus menguatkan dirinya sendiri.

Intan tiba-tiba memeluk putrinya dan dalam dekapan Prilly ia menumpahkan kembali tangisannya. Intan merasa bersalah dan sangat menyesal karena selama ini ia terlalu abai dengan kondisi suaminya, seharusnya ia bisa lebih memperhatikan suaminya. Jika terjadi sesuatu pada Burhan sungguh sampai mati Intan tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki yang berjalan cepat menuju kearah mereka hingga membuat Prilly dan Ibunya melepaskan pelukan mereka. Air mata Prilly sontak berderai saat melihat Ali yang sedang berjalan cepat kearahnya, penampilan pria itu terlihat acak-acakan menandakan jika Ali memang terburu-buru menghampiri dirinya.

"Saya disini." Bisik Ali setelah mendekap erat tubuh calon istrinya. Dalam dekapan Ali tangisan Prilly terdengar meskipun begitu lirih namun Ali tahu betapa besar rasa takut yang sedang Prilly tanggung.

Intan mengusap air matanya lalu tersenyum kecil pada calon menantunya. Ali ikut tersenyum sambil menundukkan sedikit kepalanya. Setelah puas menumpahkan tangisannya perlahan Prilly melepaskan pelukannya bertepatan dengan pintu ruangan darurat terbuka.

"Selamat pagi Dokter Ali." Dokter yang menangani Burhan langsung menyapa Ali, ternyata Prilly baru sadar jika dirinya membawa sang Ayah ke rumah sakit dimana calon suaminya bekerja.

"Selamat pagi Dokter Azka." Balas Ali sebelah tangannya tampak terus mengenggam tangan calon istrinya yang terasa begitu dingin.

"Bagaimana kondisi mertua saya?" Tanya Ali langsung. Intan bergerak mendekati menantunya dan kini Ali diapit oleh dua wanita yang berharga dalam hidupnya.

"Kondisi Pak Burhan baik." Dokter Azka seolah paham maksud lirikan mata Ali sehingga beliau urung menceritakan secara detail pada Intan dan Prilly. Ternyata kabar tentang Dokter Ali akan menikah benar adanya,pikir Dokter Azka.

Prilly segera mendekati Ibunya lalu memeluk Ibunya dengan perasaan begitu lega sementara Ali berjalan mendekati Dokter Azka dan mengatakan jika sebentar lagi dirinya dan Direktur rumah sakit akan menjumpai Dokter Azka.

"Saya tunggu Dokter Ali dan Dokter Amrul diruangan saya." Ujar Dokter Azka sebelum pamit pergi meninggalkan Ali yang akan mengurus semuanya.

Burhan masih belum sadar ketika dipindahkan ke ruang rawat inap. Ali meminta perawat menyediakan kamar paling nyaman di rumah sakit ini untuk Ayah mertuanya. Ruangan yang lebih mirip kamar hotel itu menjadi tempat pemulihan untuk Burhan.

Dan Prilly merasa sangat bersyukur karena keberadaan Ali disisinya. Pria itu sungguh bisa diandalkan sehingga dirinya tidak perlu mengurus apapun. Intan dan Prilly hanya tunggu beres dan semua Ali yang mengurusinya.

"Mama istirahat saja dulu disamping Papa." Maksud Ali di kasur yang ada didekat ranjang Burhan dibaringkan. Intan segera beranjak menyusul suaminya. "Baiklah Nak. Terima kasih untuk bantuan Nak Ali hari ini." Intan mengenggam lembut tangan besar Ali.

Ali tersenyum lalu mengangukkan kepalanya. "Tidak perlu berterimakasih, saya menyayangi Mama dan Papa seperti orang tua kandung saya sendiri." Jawab Ali yang membuat Prilly kembali terharu.

Sepeninggalan Intan, Ali dan Prilly menempati sofa yang terletak di ruangan yang disekat sehingga mereka tidak bisa melihat kearah ranjang begitupula dengan orang yang tidur diranjang tidak bisa leluasa menatap mereka.

"Kamu pasti sangat ketakutan tadi ya?" Prilly mengangukkan kepalanya dengan lemah. Ia segera menyusupkan diri ke dalam pelukan calon suaminya. "Aku pikir pagi ini aku benar-benar akan kehilangan Papa." Adu Prilly dengan suara begitu lirih. Ali sangat mengerti bagaimana ketakutan Prilly saat itu sehingga ia mendekap erat pujaan hatinya.

"Lain kali kalau mau kemana-mana bangunin saya. Jangan pergi begitu saja bukannya saya marah hanya saja saya tidak mau kamu menghadapi kejadian seperti tadi sendirian. Saya ingin kamu selalu dalam kondisi baik." Urai Ali yang membuat perasaan Prilly semakin menghangat. Ia sungguh beruntung memiliki Ali di dalam hidupnya.

***

Kondisi kesehatan Burhan semakin mengkhawatirkan, satu-satunya yang harus mereka tempuh sekarang adalah operasi. Dokter Amrul dan Ali serta Dokter Azka yang sudah tahu tentang kondisi calon mertua Ali itu tampak berunding, saling bertukar pikiran juga pendapat mereka berdasarkan ilmu-ilmu kedokteran yang telah mereka pelajari.

Namun seperti Ali katakan satu-satunya cara hanyalah operasi dan yang membuat Ali bingung adalah bagaimana ia menyampaikan kabar ini pada Prilly juga Intan?

"Saya sependapat dengan Dokter Ali jika semakin didiamkan takutnya kondisi Pak Burhan akan semakin memburuk." Ucap Dokter Azka sambil meletakkan catatan medisnya diatas meja.

Ali sendiri hanya bungkam sejak tadi ia terus memeras otaknya untuk mencari cara supaya Burhan bisa segera dioperasi namun Prilly dan Intan tidak perlu tahu tentang penyakit yang diderita oleh Ayah mertua Ali itu.

"Kita hanya memiliki satu dua hari bukan?" Akhirnya Ali bersuara yang diangguki oleh Dokter Amrul dan Dokter Azka. Helaan nafas Ali terdengar sebelum pria itu beranjak untuk menemui calon istrinya.

"Dokter Ali tunggu!" Suara Dokter Azka membuat Ali menghentikan langkahnya. "Tadi saat ditangani Pak Burhan sempat sadar dan beliau berpesan jika beliau masih menunggu kabar baik dari Dokter Ali juga putrinya."

Ali sudah mengerti kemana arah pembicaraan ini namun ia masih bingung haruskah ia menikahi Prilly di rumah sakit ini?

"Dokter! Kondisi Pak Burhan kembali memburuk!" Pemberitahuan dari Perawat yang bertugas membuat Ali dan yang lain segera beranjak menuju ruangan Burhan.

Ali berlari begitu cepat satu-satunya hal selain kondisi Burhan yang ia khawatirkan adalah perasaan calon istrinya. Prilly begitu dekat dengan sang Ayah, jadi Ali bisa bayangkan bagaimana ketakutannya Prilly saat ini.

Ali sudah berjanji akan selalu ada untuk wanita itu terlebih disaat seperti ini ia yakin Prilly sangat membutuhkannya. Dokter Amrul juga ikut berlari selain pasiennya Burhan juga merupakan donatur tetap di salah satu panti asuhan dibawah pengawasannya. Dokter Azka segera meminta Perawat yang melaporkan kondisi Burhan tadi untuk menyiapkan ruang darurat jika memang mengharuskan mereka akan mengambil tindakan operasi hari ini juga.

Sepanjang menjadi seorang Dokter, Ali belum pernah merasa secemas ini. Sungguh, ia merasa cemas dan takut dengan situasi saat ini, ia sangat berharap Burhan bertahan, ia sudah berjanji akan mengabulkan permintaan pria itu bahkan jika memungkin detik ini ia akan menikahi Prilly.

*****

Please, Marry Me Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang