Ruang makan kediaman Sutopo terlihat begitu meriah, beraneka ragam makanan berjejer rapi diatas meja. Intan benar-benar sangat antusias menyambut calon menantunya.
Namun hampir pukul 7 malam, putrinya belum juga terlihat menampakkan batang hidungnya padahal Intan sudah bersiap-siap sejak pukul 5 sore tadi. Intan berjalan kesana kemari dengan mata tak lepas dari pintu utama rumahnya.
Burhan yang sedang duduk menonton berita hanya bisa menghela nafas melihat kegelisahan istrinya. "Duduk dulu Sayang. Mungkin mereka terjebak macet dijalan." Katanya yang tak juga membuat Intan tenang.
"Aku kok jadi ragu ya Mas." Celetuk Intan menatap suaminya dengan tatapan ragu. "Takutnya Prilly ngerjain kita Mas!" Serunya lagi kali ini disertai rengekan persis seperti Prilly.
Burhan hanya tertawa mendengar rengekan istrinya, pria itu membuka lebar kedua lengannya bersiap menyambut sang istri ke dalam pelukan hangatnya.
Dengan manja Intan berjalan mendekati suaminya lalu melemparkan diri ke dalam dekapan hangat pria yang sudah ia nikahi pilihan tahun lalu. Rasanya masih sama, hangat dan menenangkan. Burhan memang paling mengerti dirinya.
"Mas."
"Iya Sayang?"
Burhan mengecup lembut kepala istrinya. "Aku selalu berdoa supaya putri kita memiliki suami yang sifat dan penyayangnya persis seperti kamu." Ujar Intan dengan senyuman kecilnya. Intan mendongakkan kepalanya menatap sang suami yang juga sedang menatapnya. "Aku benar-benar beruntung memiliki kamu Mas dan aku berharap putri kita juga akan sama beruntungnya denganku." Senyuman manis Intan yang menatapnya dengan penuh cinta justru membuat dada Burhan terasa sakit.
Burhan memaksakan dirinya untuk tersenyum padahal saat ini ingin sekali ia menangis. "Putri kita harus mendapatkan suami yang jauh lebih baik dari aku dalam segala hal." terutama kesehatan. Sambung Burhan di dalam hati.
"Kamu udah yang terbaik Mas!" Sahut Intan sebelum kembali memeluk tubuh suaminya. Dengan penuh cinta dan rasa bersalah Burhan mendekap erat tubuh mungil istrinya.
Di dalam hati berkali-kali pria itu memohon maaf karena menyembunyikan penyakitnya dari sang istri. Sungguh, ia hanya tidak ingin menganggu kenyamanan istrinya, ia hanya ingin melihat Intan bahagia sepanjang sisa hidupnya.
Suara klakson mobil sontak membuat Intan melepaskan pelukannya. "Itu kayaknya Prilly deh Mas!" Ujarnya dengan mata berbinar. Ekspresi wajah Intan benar-benar persis seperti putrinya ketika sedang berbinar seperti ini.
Burhan hanya tersenyum lalu mengangukkan kepalanya. "Ayo kita sambut calon menantu kita." Katanya sebelum beranjak dari sofa. Burhan dan Intan berjalan menuju pintu utama rumahnya sambil bergandengan tangan.
"Mas kok kayanya kamu kurusan sih?" Celetuk Intan tiba-tiba. Burhan hanya tertawa. "Perasaanmu saja Sayang. Ayo!"
Diluar rumah terlihat Ali dan Prilly yang baru turun dari mobil pria itu. Ali segera berjalan menghampiri Prilly dengan menenteng oleh-oleh yang ia bawa. Prilly menoleh saat mendengar Ali menghembuskan nafasnya berkali-kali.
"Kamu gugup?" Tanyanya yang dibalas gelengan kepala oleh Ali. Pria itu berusaha tenang namun tetap saja jantungnya berdebar kencang. Rasanya seperti pertama kali memasuki ruang operasi dulu.
Namun ternyata kegugupan Ali lebih dari yang ia bayangkan, kedua tangan pria itu sontak mendingin saat melihat kedua orang tua Prilly berdiri didepan pintu rumah.
"Ayok!" Prilly meraih lengan Ali berniat menggandeng pria itu namun langkahnya terhenti saat merasakan suhu tubuh Ali yang begitu dingin. "Dokter beneran gugup ya?" Gadis itu sekuat tenaga menahan kekehannya saat melihat wajah Ali yang mulai berkeringat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Marry Me Dokter!
Romanzi rosa / ChickLitCerita terbaru setelah My Light selesai, Insyaallah alur ceritanya nggak kalah menarik dari cerita-cerita sebelumnya. Jangan lupa baca yaa, vote dan komennya yaaa♥️