"Lo kenapa mukul, Dava?!" marah Tio melerai Egata yang masih memukuli sang empu dengan brutal serta penuh emosi.
Brugh!
Dugh!
"Sadar, Ta!" bentak Geri menjauhkan tubuh Egata memberikan jarak kepada mereka berdua.
"Sshh... " desis Dava memegang wajahnya yang lebam di hajar Egata tanpa sebab.
Kezav menarik baju saudaranya, menatap dengan tajam. "Lo kenapa, Egata!?" tanyanya dengan nada menekan.
Egata melepas paksa cengkraman Kezav padanya, ia merapikan pakaiannya lalu menatap Dava penuh amarah. "Dava, dia orang yang sabotase bukti, dan dia juga yang bobol data kita!" tudingnya berucap yakin.
Dava berdiri dari duduknya, ia menatap balik Egata tajam, matanya menyorot kekecewaan, hatinya terasa sakit mendengar penuturan tak benar yang di tuduhkan padanya.
Mulutnya mencoba terbuka, berucap meskipun terasa nyeri. "Kenapa lo yakin kalo gue pelakunya?" tanya Dava tenang, tak ada amarah darinya.
"Karena lo satu-satunya orang yang tau sandi data!" tegas Egata yakin dengan dugaannya.
Dava terkekeh kecil, kepalanya menggeleng tak mengerti maksud sang empu. "Cuma karena gue tau sandi dan akses data gue yang pegang, terus kalo ada masalah kayak gini, gue jadi tersangka utamanya gitu maksud lo, Ta?" kelakarnya menjawab.
Egata tak membalas, ia terdiam melihat sorot mata redup Dava. "Lagian atas dasar apa gue ngelakuin hal itu? Sejahat-jahatnya gue, gue nggak mau jadi pengkhianat persahabatan kita, seharusnya lo tau itu 'kan?" Ucap Dava sembari mengulas senyum tipis di sudut bibirnya.
"Ibu lo sakit, lo butuh biaya pengobatan Ibu lo! Bisa aja lo lakuin itu karena butuh biaya buat prngobatannya, Lo jual data ke musuh Geng kita," cecar Egata tak memikirkan perasaan sang empu sama sekali.
"Oh jadi gitu mainnya lo yang sekarang? Pakai bawa-bawa nyokap gue yang nggak tau apa-apa tentang masalah sampah ini!" marah Dava begitu kecewa.
"Ingat, Ta. Mau semendesak apa pun kondisinya, gue nggak pernah punya pikiran selicik itu demi uang!" sungut Dava berucap sungguh-sungguh, menatap mata Egata sayu.
Dava memejamkan matanya, melepaskan amarah yang ia rasakan, napasnya berhembus kasar, ia membuka matanya kembali, menatap sahabatnya yang kini hanya terdiam menatapnya nanar. Dava berbalik badan pergi meninggalkan mereka dengan aura padamnya.
Melihat kepergian Dava membuat mereka menjadi muncul rasa bersalah dengan sang empu. "Gue nggak habis pikir sama lo, Ta... lo bodoh bangat nyimpulin masalah ini!" Ujar Geri lalu melangkah pergi di susul Tio.
"Renungi perbuatan lo, hari ini." pinta Kezav meninggalkan Egata seorang diri, sang empu tengah menatap kosong ke depan. Kezav berpikir mungkin dia sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.
Di sisi lain ada sesosok manusia yang tengah dilanda kecemasan dan khawatiran akan kesalahan yang telah ia perbuat.
Ia menyaksikan pertengkaran persahabatan mereka, tetapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa diam tanpa suara.
"Maaf banget, Dav... gue terpaksa, gue juga nggak mau kayak gini," gumamnya pelan sambil terisak di balik dinding.
🥀
Saat ini Alenza tengah bersantai di balkon kamarnya memandang langit malam di hiasi bulan yang memancarkan cahaya terangnya beserta bintang-bintang kecil bertebaran di atas sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALENZA [END]
Teen Fiction"Aku kira hari-hariku akan terasa bahagia setelah aku menyelesaikannya. Namun, untuk tersenyum saja rasanya sangat berat untuk ku lakukan. Air mata terus menerus menghujani pipi ku. Tangan ku enggan menghapusnya. Biarkan lah setiap tetesannya menjad...