Chapter 8

189 35 2
                                    

"Aku pulang...Appa?"

Mengganti sepatunya dengan sandal rumah. Jaehan mulai mencari keberadaan Ayah nya yang tidak menjawab panggilannya.

"Appa kau dimana?"

"App-a... Mian"

Jaehan menghentikan panggilan berisiknya. Melihat Ayah nya yang sedang berdoa di depan foto mendiang Ibu nya, Jaehan pun langsung terdiam. Ikut bersimpuh di samping Ayah nya.

Ayah nya masih merapatkan tangan dengan mata terpejam. Masih tak bergeming saat Jaehan bersanding disampingnya. Jaehan pun melakukan hal yang sama. Melantunkan doa dengan khidmat.

Sampai sesuatu menempel di bahunya. Jaehan membuka matanya perlahan, menoleh pada Ayah nya yang menjatuhkan kepalanya dibahu Jaehan.

Perasaan tak enak mulai menghantui. Jaehan mencoba mengguncang tubuh lemas itu. Matanya berkaca dengan hati yang memanas.

"A-appa..."

Ambruk, tubuh paruh baya itu sudah tak berdaya. Sepenuhnya bertumpu pada putranya yang kini sebatang kara.

"Hiks.."

"W-waeyo Appa...."

"HAAAARRRRHHHHHH"

.
.

Pasca meninggalnya Ayah Jaehan, ia memilih menjual rumah peninggalan itu dan menggunakan uangnya untuk tinggal di apartemen sederhana dan sisanya ia simpan. Jaehan sudah bekerja, menjalani kehidupannya dengan mencoba membiasakan diri. Sampai suatu waktu Jaehan jatuh pingsan akibat terlalu lelah.

Jika di lihat ia memang seperti mayat hidup setelah Ayah nya meninggal. Makan tak teratur, jam tidur berantakan dan sengaja memforsir tubuhnya saat bekerja. Hingga tubuhnya tak lagi bisa menahannya. Jatuh pingsan di kantornya, jelas membuat panik rekan-rekan nya. Dan sejak itulah ia menjadi begitu dekat dengan Jang Sebin.

Jang Sebin juga lah yang pertama kali mengetahui rekan kerjanya itu ternyata mengidap Alzheimer. Ia bahkan sampai tak bisa berkata-kata mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Jaehan.

Ia tak begitu dekat sebelumnya karena memang Jaehan masih terbilang baru di perusahaan itu. Jaehan juga tidak terlalu menonjol, ia hanya terkenal karena kegilaannya dalam bekerja karena sering kali memilih lembur. Dan mulai detik ini atas dasar prihatin luar biasa, Sebin berjanji akan terus bersama Kim Jaehan.

"Eunghh"

"Hyung?"

Sebin membantu Jaehan yang ingin bersandar lebih tinggi. Jaehan yang mulai sadar pun tak lupa berterimakasih.

"Apa kau yang membawa ku ke rumah sakit?"

Sebin mengangguk seraya tersenyum.

"Jangan terlalu memaksakan dirimu hyung, kasihan tubuh mu jika selalu diforsir"

"Terimakasih dan maaf ya sudah merepotkan mu Sebin-ssi."

Jujur saja Jaehan merasa sangat canggung dan tentunya tidak enak. Meski tak sering bersosialisasi tapi Jaehan tau kalau Sebin adalah kekasih Manajer nya. Tentu saja ia merasa tak enak jika harus merepoti kekasih atasannya.

"Tak apa hyung, yang penting kesehatan mu."

"Bagaimana dengan M-manajer Yang?"

"Tidak apa-apa. Dia sudah tau, hanya dia sedang meeting di luar. Mungkin besok baru bisa menjenguk hyung"

"T-tidak, itu tidak perlu. Besok juga aku sudah baikan. Aku tak mau terlalu lama membolos"

"Tidak hyung kau harus di rawat beberapa hari. Kau masih perlu melakukan beberapa pemeriksaan lainnya"

"N-ne?"

"Kau sakit hyung. Aku tak bisa menjelaskan, biar nanti dokter yang menjelaskannya. Pokoknya hyung harus patuh pada perkataan dokter dan mengikuti semua proses pemeriksaan, mengerti!"

"Soal Hyuk dan kantor biar aku yang mengurus"

"Sebin-ssi"

"Tak ada yang lebih penting dari kesehatan hyung, jebal..."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Tbc.

Ditinggal seluruh keluarganya, hidup Jaehan bener2 seakan di upgrade dan dapat keluarga baru yang tulus 🥺❣️

✔The Last Letter - Yechan JaehanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang