Chapter 19

158 34 10
                                    

"Tuan jangan menangis."

"Berhenti memanggilku Tuan, hyung aku kekasih mu." Yechan tak bisa menyembunyikan emosional nya. Tak seperti biasanya, kali ini durasi Jaehan melupakannya sudah terlalu lama baginya.

Sudah terhitung tiga jam sejak mereka pergi dari rumah abu, dan kini mereka berada di rumah sakit untuk memeriksa kondisi Jaehan. Namun ingatan Jaehan belum juga kembali.

Dokter Xen masih memiliki urusan sehingga mereka harus menunggu. Namun Yechan cukup kehabisan kesabaran. Lebih dari itu sebenarnya Yechan sangat ketakutan jika gejala ini terus berlanjut maka semakin pasti, Jaehan akan melupakannya. Lebih cepat dari yang ia bayangkan.

"Hyung ku mohon jangan membuatku takut," pinta Yechan dengan suara rendah, matanya sangat merah namun air mata sudah tak lagi keluar.

Sementara Jaehan hanya bisa meringis tak mengerti. Ia pun tidak tau harus bagaimana, ia hanya tak mengingat orang itu. Benarkah orang itu kekasihnya?

"Aku Yechan, hyung. Kau tidak boleh melupakan ku!"

"Yechan-ssi tenanglah. Aku pun tengah berusaha mengingatmu, tapi ku mohon jangan memaksa. Aku sunggu tidak memahami ini, aku tidak mengenalmu, sungguh," Ungkapan penyesalan dapat Yechan rasakan dari ucapan Jaehan itu, namun hatinya benar-benar merasa tak karuan. Ia ketakutan, tidak! Ia tidak menginginkan hal ini terjadi.

Sampai panggilan dari seorang perawat menginterupsi mereka, akhirnya Jaehan di panggil untuk menemui dokter Xen.

Dokter yang katanya menanganinya, ya! Jaehan juga tak mengingat siapa dokter yang akan ia temui ini.

Bahkan, ia tak mengingat jika dirinya, sakit.

***

Pada akhirnya Jaehan mendapat perawatan, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Xen, kerusakan ingatan Jaehan semakin memburuk. Dengan durasi lama nya massa lupa yang Jaehan alami saat ini menjadi salah satu faktor yang dapat dokter Xen simpulkan.

Hingga sore hari, Jaehan masih tak bisa mengingat apa-apa. Sebin sahabatnya itupun sudah datang, dan hasilnya tetap sama. Jaehan juga tak mengingatnya.

Karena itu harus dilakukan observasi sambil melihat perkembangan daya ingat Jaehan apakah bisa perlahan membaik. Tidak ada yang di perbolehkan memaksanya untuk mengingat, mereka hanya boleh memberikan Stimulus ringan agar ingatan Jaehan dapat terangsang perlahan.

Saat ini Jaehan hanya di temani oleh Sebin, Yechan sedang di ajak keluar oleh Hyuk untuk menenangkan diri.

Nuansa canggung masih pekat terasa, Jaehan masih belum mengenali siapa Sebin.

"Hyung," - "Sebin-ssi... Eoh, silahkan kau dulu saja." Mereka berkata bersamaan. Dapat didengar hela nafas pelan terdengar dari mulut Sebin. Sebenarnya ingin sekali menangis namun ia menahannya.

"Aku tidak ingin memaksa hyung untuk mengingatku. Namun yang perlu hyung tau, aku, Yechan, Hyuk. Kami akan selalu ada untuk hyung. Kami akan selalu menemani hyung sampai hyung sembuh." Mengatakannya dengan suara gemetar, Sebin tetap berusaha agar tidak menangis. Ia bahkan menguatkan dirinya untuk terus menatap mata Jaehan yang kini terasa begitu kosong.

"Sebin-ssi, sebelumnya aku sangat berterimakasih dan akupun ingin meminta maaf karena aku tak bisa mengingatmu. Tapi, bisakah kau jelaskan seperti apa sebenarnya penyakit ku ini. Kenapa aku tidak bisa mengingat kalian?!" ucap Jaehan. Ia pun sangat penasaran dengan apa yang terjadi saat ini. Ini semua terasa begitu aneh baginya.

"Kau adalah pasien Alzheimer, hyung."

"Penyakit ini... Perlahan akan menghapus ingatan mu dan gejala saat ini, disebabkan oleh penyakit mu itu hyung."

Jaehan membeku saat mendengar fakta itu, jadi... Dia benar-benar sakit? Dan apakah dengan gejalanya saat ini, penyakitnya sudah semakin parah?!

Ia bahkan sudah tak bisa mengingat kekasihnya sendiri.

Mencoba mengingat itu membuat kepalanya berdenyut, nyeri. Meringis pelan, Jaehan merutuki dirinya yang memaksakan diri.

"Jangan dipaksakan hyung. Lebih baik kau istirahat, aku akan menemanimu."

"Terimakasih Sebin-ssi."

"Sama-sama hyung."


***


Yechan menatap kosong pemandangan city light, malam itu. Semilir angin malam ia biarkan menerpa tubuhnya. Tak terlalu dingin tapi cukup membuatnya masuk angin jika ia membiarkan dirinya terus di terpa angin malam itu.

Menutup wajahnya dengan telapak tangan kosong dan berakhir menorehkan air mata.

"Sampai kapanpun aku tak akan pernah siap hyung, hiks." Tangis pelan mulai terdengar. Lagi-lagi ia tak bisa menahannya.


"Maaf... Yechan-ssi."



"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















Tbc.

Sudah aku pikirin book ini akan selesai di Chapter 25 aja ya, dan ada tambahan 3 special chapter 🙏

Jadi sisa beberapa chapter aja, semoga bisa konsisten sampai akhir cerita, makasih ya semuanya 🤧🙏

✔The Last Letter - Yechan JaehanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang