Apa yang membuat Jaehan menjadi begitu bermakna bagi Yechan? Bukankah ia hanya pria penyakitan yang terkesan selalu menyulitkan Yechan?
Lalu apa yang membuatnya begitu berharga di mata Shin Yechan?
Tidakkah kalian bertanya-tanya? Hal sebesar apa yang sudah dilakukan oleh Jaehan hingga Yechan seakan sukarela mengorbankan segalanya untuk seorang pria pengidap Alzheimer itu.
Tidak, pada dasarnya apa yang Jaehan lakukan bukanlah hal besar namun berkat hal sederhana yang ia lakukan, membuahkan makna yang begitu besar bagi Yechan dan keluarganya.
Kalian masih ingat bukan, jika Yechan adalah Tuan Muda yang hidup dalam kesepian. Ia bahkan tak mengerti apa itu kasih sayang, benarkah kedua orangtua nya menyayangi dirinya yang katanya anak semata wayang.
Namun ternyata datangnya Jaehan di kehidupannya, seakan merubah segalanya.
Padahal pada mula nya, apa yang ia lakukan pada Jaehan semata hanya rasa kasihan.
Hidup sebatang kara, korban kekerasan dan pelecehan seksual bahkan memiliki penyakit parah yang diturunkan dari ayah nya di usia yang masih sangat produktif.
Sekiranya itulah hal-hal yang Yechan pertimbangkan untuk menolong Jaehan pada saat itu.
Namun tanpa ia duga, ternyata kedatangan Jaehan tak hanya sekedar pria asing yang muncul dalam kehidupannya secara tiba-tiba, tetapi juga menjadi cahaya untuk hidupnya yang begitu temaram kala itu.
***
"Tidak Yechan, dia orang asing. Kau sembarangan sekali membawa orang tak di kenal dan ingin mengajaknya tinggal disini. Bagaimana jika dia adalah teroris yang berpura-pura lemah. Modus penipuan begitu banyak, harusnya kau tau itu," pungkas Ibu Yechan, rautnya terlihat tak senang atas keputusan sepihak putranya. Ia menolak kedatangan Jaehan, pria asing yang Yechan bawa ke rumah megahnya.
"Identitasnya sudah diketahui dengan jelas saat di rumah sakit. Aku hanya mengajaknya tinggal disini setidaknya hingga keadaannya sudah benar-benar sembuh. Dia sebatang kara Eomma, aku tak bisa membiarkannya tinggal sendirian dengan keadaan sakit begini."
"Yechan-ah kau selalu saja keras kepala. Kau tak memiliki tanggung jawab apapun untuk menjamin keselamatannya. Dia hanya orang asing Shin Yechan!"
"Yasudah jika memang Eomma tak bisa menerimanya, aku akan membawanya ke Apartemen ku, kami akan tinggal disana." Putus Yechan. Ibu nya pun terlihat panik mendengar keputusan nekat itu.
"T-tidak, tidak.. Baiklah ia boleh tinggal disini. Jangan berbuat hal yang lebih gegabah, Shin Yechan."
"Yasudah aku mau membawanya ke kamar."
Tersisa wanita paruh baya itu yang hanya bisa menghela napas pasrah. Putra semata wayang nya itu benar-benar menguras kesabarannya. Bagaimana menghadapi suami nya nanti jika mengetahui putranya membawa orang asing tinggal di istana nya ini.
***
Langkahnya terasa berat namun ia tak ingin terus berdiam diri, Jaehan... Ia ingin sedikit berguna di rumah yang sangat besar itu.
Terhitung sudah satu minggu ia berada di rumah Yechan. Tidak, mungkin lebih tepatnya rumah orangtua Yechan. Sebenarnya ia sudah menolak tawaran Yechan, namun Yechan tak menggubrisnya. Ia juga sudah bilang jika kondisinya sudah baik-baik saja, ia harus kembali bekerja. Tapi lagi lagi Yechan melarang nya. Pria itu berkata jika Jaehan masih harus beristirahat bahkan sudah memintakan izin pada perusahaan tempat Jaehan bekerja.
Karena itu akhirnya Jaehan memberanikan diri berkeliling rumah besar itu, ia merasa bosan hanya berdiam diri di kamar.
Sampai di area yang dekat dengan taman ruang tengah, Jaehan melihat Ibu Yechan sedang menyirami tanaman, sangat telaten. Tanpa sadar Jaehan tersenyum, entah kenapa ia senang melihat seseorang telaten merawat tanaman. Dulu itu adalah salah satu kebiasaannya bersama Almarhum Ayah nya.
"Ingin mencobanya juga?"
"Ne?" Jaehan menengok kanan kiri nya, tak ada siapapun. Itu artinya Ibu Yechan bicara padanya.
"Ini, silahkan kalau kau mau mencobanya."
Ibu Yechan memberikan penyiram tanaman itu pada Jaehan.
Jaehan masih merasa tidak enak namun tetap mengambilnya.
"Kau bisa merawat tanaman?"
Jaehan mengangguk kecil. "Aku sering melakukannya bersama Ayah," ujarnya.
"Begitu. Jika kau memang bisa, kau boleh merawat bunga bunga ku, kalau kau mau," tawar Ibu Yechan. Jaehan menanggapinya dengan senyuman senang hati.
"Terimakasih Bibi."
"Yaa"
Suasana kembali hening. Jaehan mulai fokus menyirami tanaman sambil tersenyum. Sementara Ibu Yechan hanya diam memperhatikan.
Sekilas memang sepertinya Jaehan tidak terlihat seperti orang jahat. Wajah dan senyumannya sangat manis. Sepertinya kepribadiannya pun sangat lembut. Namun siapa yang tau bahwa mungkin saja itu semua hanya kamuflase, masih ada pemikiran negatif juga yang tersemat di kepala Ibu Yechan. Masih khawatir, dan akhirnya hanya bisa berharap tak akan ada hal buruk yang terjadi pada keluarganya atas kedatangan Jaehan di dalam nya.
Wanita itu bahkan dapat merasakan putranya tak hanya sekedar menolong. Ada kemungkinan pula jika putranya tertarik pada pria cantik ini. Jika dilihat dari paras, Jaehan memang sangat menawan. Namun sayang nasib nya sangat buruk.
"Jaehan?!"
Tiba-tiba saja Ibu Yechan menggenggam tangan Jaehan, menghentikan gerakan Jaehan yang masih sibuk dengan tanaman cantik di hadapannya.
Reaksi Jaehan jelas terlihat sangat terkejut, ditambah lagi genggaman itu cukup erat.
"A-ada apa Bibi?"
"Kau boleh menyentuh tanaman ku, rumah ku, dan seluruh yang ada disini. Kecuali putra ku! Bisakah kau memahaminya?"
Tidak, Jaehan tak bisa memahami kalimat yang terlontar dari wanita cantik di hadapannya itu. Namun ia hanya mengangguk seakan mematuhinya.
"Kembalilah ke kamar mu, kau terlihat pucat, sepertinya kau harus istirahat," perintah itu Jaehan indahkan. Ia langsung menyimpan alat penyiram tanaman itu lalu pergi menuju kamarnya. Menyisakan perasaan gamang atas pernyataan wanita paruh baya itu. Ia pikir, dia sudah diterima. Namun jika di pikir kembali, memang seharusnya ia tak berada disini. Ini bukan tempatnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Last Letter - Yechan Jaehan
Fiksi PenggemarKim Jaehan tak mengenal apa itu kenangan, karena kenangan akan berlalu dan hilang begitu cepat dari ingatannya. Sementara Shin Yechan sangat bersahabat dengan kenangan, sampai-sampai terus bersumpah tak akan ada sedetik kenangan pun yang akan ia si...