Chapter 7: Fika.

8 1 0
                                    

Chapter 7: Fika.

"A moment to slow down and appreciate the good things in life."

_________

Surabaya kian hari kian makin panas, seakan kota Surabaya bersahabat dekat matahari itu memang benar adanya. Meski ada embusan angin namun tetap saja, itu bukanlah angin yang menyejukkan. Melainkan angin yang terasa menyengat di kulit. Membuat kulit Halwa menjadi sedikit kering meski sudah mengenakan tabir surya ganda. Ia juga harus retouch makeup lagi karena keringat yang membasahi hidung serta pelipisnya. Ia tipe orang yang jarang berkeringat sederas ini, tapi kali ini keringatnya mengucur deras. Saking panasnya Surabaya.

"Ini masih lanjut pemotretan di outdoor? Pindah lokasi gak sih, Ko? Cari yang agak adem, di bawah pohon gitu," keluh makeup artis karena ini sudah kedua kalinya merapikan makeup Halwa di bagian pelipis dan hidung.

"Tapi tumben kamu keringetan parah gini? Biasanya keringet kamu gak mau keluar," tanya Laura selaku manajer Halwa dengan membantu mengarahkan kipas angin portable ke wajah Halwa.

"Ya, menurut Mbak aja gimana? Ini jarak matahari hari sejengkal terus ini di atap gedung, apa gak jadi keripik singkong kriuk aku," tanya Halwa balik dan mendapatkan respon tawa dari semua orang.

Konsep foto di ambil dari atap gedung agar bisa mendapatkan pemandangan langit kota Surabaya yang begitu cerah berawan. Foto yang menonjolkan wajah perempuan Jawa dengan mengenakkan kebaya motif bunga. Menunjukkan pesona gadis Jawa modern yang masih setia melestarikan budaya sang leluhur di antara gedung pencakar langit Surabaya. Dengan sentuhan awan-awan indah di atas sana, menambah aksen seni dari foto tersebut.

Sang fotografer terus tersenyum sembari mengarahkan Halwa untuk tetap berada di posisi itu dengan mempertahankan wajah manis nan lugu. Terlihat begitu polos dan penuh akan lemah lembut. "Nice, Halwa," teriak sang fotografer setelah melihat hasil bidikannya di layar komputer.

"Udah selesai sesi kita yang ini, nanti habis makan siang kita lanjut buat sesi yang indoor," ucap fotografer kepada seluruh Tim.

Meski ini baru pukul sepuluh dan jam makan siang kurang dua jam lagi, tapi bagi tim makeup artist ini sangatlah singkat karena mereka harus menghapus makeup serta mekeup ulang. Jadi, mereka akan mengambil makan siang duluan setelah itu lanjut untuk merias wajah ayu Halwa.

Halwa berjalan bersamaan dengan tim rias menuju ruang ganti karena ia sudah tak tahan untuk segera melepas kebayanya. Ia ingin mengenakan kaos yang longgar atau pun crop top saja karena sangat panas. Bahkan tim makeup tertawa melihat kelakuan Halwa yang berjalan sembari mengangkat Jarit sampai setinggi betis agar jalanya kembali normal. Sedangkan Laura yang sudah biasa dengan kelakuan Halwa hanya bisa pasrah saat melihat sisi elegan Halwa hilang.

"Banjir tah Mbak," celetuk sang stylish sembari terus tertawa melihat kelakuan Halwa.

"Banjir keringat," balas Halwa sembari memasuki ruang ganti dan tawa dari yang lain masih terdengar.

Ini kali kedua mereka bekerja sama dengan Halwa dan mereka senang dengan sifat Halwa yang ceria dan rendah hati. Halwa itu cantik dan kata orang Jawa, Halwa itu ayu dan punya karisma. Terlebih saat tersenyum, senyuman Halwa terlihat sangat manis tapi sayangnya Halwa jarang tersenyum. Senyum manisnya terkadang hanya untuk kebutuhan kamera dan saat-saat moodnya baik. Tiap harinya, hanya terlihat ceria namun terkadang terlihat sangat tegas karena wajah Halwa termasuk tipe excellent wind.

Maka tak heran jika, senyum indah dari kedua mata dan bibir Halwa begitu didambakan karena jarang ditunjukkan. Untuk tema pemotretan juga, jarang sekali meminta Halwa untuk tersenyum karena wajah tegas Halwa yang mereka cari.

DreeblissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang