Chapter 20: Dern.
"Secret, hidden, dark (also of feeling)."
_
_____
"Mau ngomong apa?"
Sedari dua puluh menit yang lalu, Hilmi menanti suara Javin terbuka. Kawannya yang baru pulang dinas pagi itu nampak belum bergairah untuk berbicara. Hanya diam sembari menyeruput kopi panas yang sudah tinggal setengah. Membuat Hilmi yang sedikit tak sabaran itu harus menunggu. "Ngantuk nih anak," decak Hilmi sembari memperhatikan wajah lesu Javin.
Javin tak mengantuk. Ia hanya saja bingung, mulai darimana ia menceritakan hasil analisisnya yang belum terbukti benar itu. Tapi, ia sangat yakin akan apa yang ia lihat. "Halwa sakit," gumamnya setelah mengumpulkan suaranya menjadi satu di otak dan dua kata itu yang keluar.
Ia menatap Hilmi yang terlihat panik dan langsung mengkotak-atik ponselnya. "Sekarang dia baik-baik aja," ucap Javin sebelum Hilmi menelpon Halwa.
Benar saja, Hilmi urung menghubungi Halwa. "Apa yang sebenarnya mau lo omongin? Ngomong yang jelas, jangan lompat-lompat," tegur Hilmi yang mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri karena rasa panik terhadap Halwa.
Javin mengembuskan napas berat kemudian menatap Hilmi kalut. ''Gue pernah lihat Halwa bawa pil saat di Surabaya. Dia nyimpen di tasnya dan gue gak sengaja lihat. Itu pil antidepresan." Ia berhenti sejenak untuk menstabilkan degup jantungnya.
"Ko Freddie pernah negur gue soal serius dan main-main. Kalo serius lanjut, kalo cuma main doang mending gue cabut karena Halwa udah cukup sakit selama ini. Gue pernah lihat Halwa linglung dan suaranya dingin banget. Gue gak tau Halwa sakit apa, yang jelas dia gak baik-baik aja." Cerita Javin dengan rinci dan hanya itu yang ia tau. Selama ini ia diam dan tak pernah membahas masalah ini dengan Halwa atau pun Freddie dan Laura. Karena ia hanya ingin berada di garis yang tepat. Biarkan Halwa sendiri yang bercerita namun perempuan itu tak kunjung bercerita.
"Waktu itu, kita keluar bareng dan ada telpon masuk dari ayahnya tapi dia gak mau angkat. Gue suruh angkat tapi dia bilang gak perlu, dia butuh sendiri dulu," lanjut Javin sembari menahan air matanya, "Cuma, dia pernah cerita kalo dia gak punya suport sistem dan selama ini selalu jalan sendiri sampai ketemu sama Ko Freddie dan merubah semuanya."
Hilmi terdiam, wajahnya terlihat campur aduk. Hatinya terasa sangat sakit. "Dia gak punya teman atau sahabat? Setau gue, di sosmednya ada temen yang kelihatan deket."
"Dia pernah bilang, dia gak bisa share hal sensitif ke temen deketnya karena dia tipe pendem sendiri. Suport temen sama keluarga itu beda. Kita gak tau, suport apa yang dia mau dan maksud."
"Gue yang dateng lebih dulu aja gak tau apa-apa. Beda sama Ko Freddie dan Laura yang dateng setelah gue tapi tau banyak," keluh Javin sembari mengusap air matanya yang menetes.
Javin menangis dan dadanya terlihat menahan gemuru. Rasanya begitu menyesakkan saat tak tau apa pun tentang orang yang di cintai. Dan orang yang di cintai juga tak pernah menceritakan apa pun. Begitu kokoh dan tinggi batas yang di bangun, membuat Javin kesulitan untuk melewati tembok tersebut. Bagaimana caranya meraih tembok yang tinggi itu. Tapi, belum sempat ia berjuang lebih, ia memilih untuk menyerah karena ia tau bahwa ada sosok lain yang dapat meraih tembok tersebut. Jadi, sudah sewajarnya ia berhenti.
Mendengar cerita Javin membuat Hilmi merasa sangat terpukul. Walau baru sebentar ia mengenal Halwa namun perempuan itu sudah berhasil menumbuhkan cinta di hatinya. Menyembuhkan luka yang ada di hatinya dengan sentuhan yang indah. Membuatnya jatuh cinta begitu cepat pada Halwa. Rasa cinta itu kini berujung tanya, bagaimana bila rasa cintanya berakhir seperti kawannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreeblissa
RomanceDalam masa patah hati setelah putus dengan kekasihnya yang selingkuh, Hilmi mencurahkan semua kisah masa lalunya itu dalam tiap bait lirik lagu yang ia buat. Hingga pada suatu kesempatan, ia membaca sebuah fanfiction yang mampu membuatnya jatuh cint...